DRAMA rumah tangga, memang, tak pandang waktu. Pengantin baru pun haru-biru, seperti dialami Sarno, 26 tahun, dan Romlah, 20 tahun, warga Desa Mojogedang, Sragen, Jawa Tengah. Padahal, hubungan pranikah alias pacaran sempat dibina dua tahun dan bermuara dengan pesta meriah di hari baik, September lalu. Tapi, hari berganti hari, situasinya ternyata berkembang aneh. Kejadian sudah bermula justru di malam pertama. Ketika para tamu disuguhi tontonan wayang semalam suntuk, pengantin pria mencoba mengerdip pengantin wanita. Tapi, dia cuma bersikap dingin. Senyum pun tidak. "Saya ajak masuk kamar, eh, dia menggeleng," cerita Sarno kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. "Mungkin dia lelah," tambahnya. Tibalah malam kedua. Perhitungan Sarno, karena sudah mau diajak masuk kamar pengantin, tentu, sang istri tak akan melewatkan begitu saja kesempatan mengukir kenangan indah. Tapi, perkiraan Sarno meleset. "Dia tak mau disentuh sama sekali," katanya, "tapi saya tetap sabar." Artinya, malam kedua pun masih berlalu sia-sia. Masuk malam ketiga, pria berpotongan atletis lulusan SMA itu putar akal. Kira-kira perlu pemanasan yang manis, begitu dia pikir. Mulai dia merayu, lalu mengelus-elus tangan istrinya -- dan hampir sukses. Tapi, begitu Sarno mau merangkul, Romlah berkelit. Lolos. Hampir seperti anak-anak main petak-umpet alias gagal lagi. Dan Sarno cuma bisa menarik napas dalam. "Tak mungkin saya memaksa istri sendiri, kan?" katanya seraya tetap menyabar-nyabarkan diri. Namun, sepandai-pandai Sarno menutupi cacat pengalamannya, dari raut mukanya -- yang sama sekali tak mencorong seperti lazimnya pengantin baru -- keluarganya membaca ada urusan yang belum beres. Lalu, ada yang mengusulkan agar pengantin wanita diboyong ke rumah si pria. Sarno setuju. Namun, hingga hari keenam, Romlah tetap tak bergairah. "Belum mau. Belum ingin," hanya itu yang terloncat dari bibirnya. Sarno, yang sehari-hari pegawai asuransi merangkap kerja tani itu, belum mati akal, hingga tak merasa perlu pakai dukun. Kepala boleh nyut-nyut, tapi hatinya masih yahut. Persoalan ini dibawanya ke BP4 (Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) di Sragen. Namun, nasihat dari lembaga itu pun tak mempan, bahkan Romlah bukan saja kian beku bagai balok es, tapi juga meronta minta dipulangkan saja ke rumah orangtuanya -- seakan menyimak lagunya Betharia Sonata. Tak banyak cingcong, Sarno meluluskannya. Namun, gusarnya sudah naik di ubun-ubun. Sang suami lantas mengadu ke LBH setempat, awal November barusan. "Saya minta bantuan LBH. Saya merasa terhina," ujarnya sengit, "saya sudah dirugikan secara batin dan material." Ternyata, orangtua Romlah berpihak pada sang anak. "Kalau suaminya minta ganti rugi biaya yang sudah dikeluarkan, saya akan ganti," bela ayahnya, petani makmur di desa itu. Akan halnya Romlah, sekarang, suka mengurung diri di kamar, termenung dan murung. "Saya belum ada niat. Belum ada krenteg," ujarnya kepada TEMPO. Lho, siapa yang menyuruh kawin?!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini