Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dagang Sapi di Pasar yang Kian Sempit

Presiden Abdurrahman merampingkan kabinet. Dia juga merangkul PDI-P dan Golkar untuk membentuk "pemerintahan koalisi". Tak hanya partai, kini kelompok profesional seperti "Mafia Berkeley", dan bahkan badan internasional IMF, akan mempengaruhi susunan kabinetnya.

20 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA sapi di negeri ini boleh jadi lagi tersinggung berat. Soalnya, kini makhluk mereka bolak-balik dipakai sebagai ungkapan rasa sebal orang melihat gencarnya tawar-menawar di balik penyusunan kabinet. Dagang sapi, begitu orang mencibir. Sejatinya tak senista itu. Persoalan memang masih menumpuk. Dan karena itulah sampai akhir pekan kemarin tarik ulur seputar restrukturisasi dan penyusunan anggota kabinet masih berlangsung alot. Pengumuman kabinet yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin ini harus diundur hingga Kamis-Jumat depan. Apa pasal? Menurut seorang kepercayaan Presiden Abdurrahman Wahid, pengunduran ini dilakukan atas usul Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri. Mega, yang kini ditugasi memimpin teknis pemerintahan sehari-hari, masih menyiapkan rancangannya. Padahal, formasi sementara Gus Dur telah disusun sejak Rabu dua pekan lalu (lihat Tempo edisi 24). Sabtu kemarin, menurut dua sumber sangat tepercaya, rancangan struktur kabinet baru telah dirampungkan Tim Tiga: Menteri Pertambangan dan Energi Letjen (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono (unsur militer), Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid (birokrasi sipil), dan Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah Erna Witoelar (LSM). Salah satu bentuk restrukturisasi adalah perampingan. Postur gendut kabinet sekarang (35 pos plus 4 sekretaris) akan dirampingkan. "Negeri sebesar RRC saja cuma memiliki 29 menteri," kata Menteri Ryaas membandingkan. Struktur baru cuma akan terdiri dari 23 pos: 2 menteri koordinator (Polkam dan Ekuin), 15 menteri departemen, 3-4 menteri negara, Jaksa Agung, dan Panglima TNI. Di luar itu, ada tiga sekretaris setingkat menteri. Semua anggota kabinet akan berada di bawah koordinasi wapres. Bidang kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan, yang sebelumnya ditangani seorang menko, kini langsung ditangani wapres (lihat tabel). Ahad pagi kemarin, draf ini telah diserahkan ke Presiden dan Wapres untuk kemudian diisi nama. Merampingkan kabinet—sungguhpun perlu dilakukan—memang bukan urusan gampang. Buntutnya bisa panjang. Likuidasi Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, misalnya, hingga kini tak kunjung selesai. Biaya yang dikeluarkan pun tak sedikit. Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra punya pengalaman menarik. Ongkos pengubahan nama departemennya saja—dari semula Departemen Kehakiman—luar biasa mahal. Hitung punya hitung, biaya ganti papan nama mulai dari pusat, kantor wilayah, pengadilan, sampai penjara melahap Rp 24 miliar. Ini cuma soal papan nama. Belum menyangkut kop surat, stempel, dan seabrek urusan lainnya. Problem lain, penetapan struktur pun ternyata harus banyak dikompromikan untuk menampung sejumlah nama yang telah diplot masuk kabinet. "Ini sudah draf ketiga, dan jumlahnya terus membengkak," kata sumber itu. Keterlibatan partai dalam menentukan nama menteri tetap tak mungkin dapat dihindari oleh Presiden. Dalam sistem kenegaraan yang mendua, Presiden Abdurrahman tak bisa mengabaikan aspek parlementer meski Indonesia sesungguhnya memakai sistem presidensial. Tahun lalu, Abdurrahman Wahid naik ke kursi presiden atas dukungan Poros Tengah yang dipelopori oleh PAN dan PPP. Namun, dukungan Poros Tengah meluntur belakangan. Dan Presiden Abdurrahman tak bisa mengandalkan Partai Kebangkitan Bangsa yang hanya mengantongi 8 persen suara di majelis. Dia hampir mustahil menyusun kabinet sendirian, bahkan jika PKB penuh ada di belakangnya. Apalagi, kini Megalah yang ditugasi memimpin teknis pemerintahan sehari-hari. Dalam konteks ini, praktek dagang sapi sejatinya wajar-wajar saja dan hampir tak terhindarkan. Tanpa koalisi yang kukuh dan dukungan suara parlemen, niscaya roda pemerintahan tak akan bergulir normal. Dagang sapi, menurut Menteri Yusril, adalah terjemahan dari koe handel—sebuah idiom dalam tradisi politik multipartai di Belanda untuk membagi kursi kabinet di antara partai pendukung pemerintahan koalisi. Kepada seorang menteri, Presiden pekan lalu menyatakan bahwa kabinet barunya akan berdiri di atas koalisi: PKB (8,2%), PDI Perjuangan (26,6%), Golkar (26,2%). Plus sejumlah fraksi kecil, mayoritas suara di majelis akan bisa diraih. Koalisi segitiga itu dibenarkan Jaksa Agung Marzuki Darusman, politisi Golkar. "Dengan semakin kuatnya hubungan PDI-P, Golkar, dan PKB, mudah diduga kabinet akan terdiri dari ketiga unsur itu," katanya. Adapun Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kata menteri itu lagi mengutip Gus Dur, tak diikutkan dan akan didorong menjadi oposisi. Anggota Poros Tengah lainnya? "Terserah mereka, mau di dalam atau jadi oposisi," katanya menirukan. Dalam rancangannya semula, Presiden Abdurrahman memang tetap mengakomodasi sejumlah fungsionaris Poros Tengah seperti Yusril (Partai Bulan Bintang) dan Nurmahmudi Ismail (Partai Keadilan). Tapi masuknya mereka kini tak dipinang melalui partainya. Faktor Gus Dur yang lebih kental. "Kalau Golkar dan PDI-P, sudah beres," katanya menirukan Presiden. Beres? Tampaknya belum semulus itu. Perubahan masih akan banyak terjadi. Contoh terbaik bisa dilihat di bursa Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri. Semula, nama Kepala Bulog Rizal Ramli berkibar. Tapi belakangan kepada teman-temannya Rizal sendiri menyatakan tak yakin. "Dalam kondisi sekarang, jadi penasihat Presiden pun sudah untung," katanya. Rizal dikepung dari segala jurusan. Kandidat terkuat kini kembali beralih ke Profesor Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Guru besar ekonomi Universitas Indonesia dan duta besar Amerika Serikat ini kukuh diusung kelompok Widjojo Nitisastro_Dewan Ekonomi Nasional plus lembaga IMF. Selain itu, kini juga masuk nama Cacuk Sudarijanto, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, yang didukung Hasyim Wahid, adik kandung Presiden Abdurrahman. Nama Marzuki Darusman, yang semula direncanakan bergeser menjadi Menteri Pertahanan, kini juga kembali ke asal. Kepada Tempo, Marzuki membenarkannya. Sampai awal pekan ini, perundingan antara Gus Dur dan Mega belum kunjung berlangsung. Proses negosiasi berjalan melalui Menteri Ryaas, yang sibuk mondar-mandir jadi mediator keduanya. Meski tidak resmi datang dari Mega, menurut seorang kepercayaan Presiden, kubu PDI-P setidaknya telah menyodorkan tujuh nama. Mereka adalah Kwik Kian Gie, Laksamana Sukardi, Bungaran Saragih, H.S. Dillon, Benny Pasaribu, Roy B.B. Djanis, dan M.S. Zulkarnaen. Lobi gencar antara lain dimotori Taufik Kiemas, suami Mega. Toh, ketika dikonfirmasi, Taufik mengelak. "Aku ini nggak tahu apa-apa," katanya. Tapi sinyal ke arah itu dinyalakan Ryaas. "Sebagai pemenang pemilu, logis jika kuota PDI Perjuangan lebih besar dari yang lain," katanya. Dan bukan cuma itu. Tawaran "dagang sapi" (dengan segala maaf pada para sapi) kini datang membludak dari segala arah. Sepekan terakhir, sebagaimana disaksikan Tempo, staf kepercayaan Presiden telah menerima setumpuk surat lamaran menjadi anggota kabinet. Masing-masing lengkap dengan biodata pribadi, ijazah, plus pasfoto. Ada yang melalui partai, ada yang atas inisiatifnya sendiri. "Tentu saja masing-masing partai mau mempertahankan apa yang sudah mereka miliki di kabinet, termasuk juga Golkar," kata Marzuki terang-terangan. Menurut seorang kepercayaan Gus Dur, Golkar gencar melobi untuk mempertahankan dua kadernya di kabinet—Menpora Mahadi Sinambela dan Mennaker Bomer Pasaribu. Nama Marzuki tak disebut karena belakangan ia dinilai telah masuk barisan Gus Dur. Soal ini disampaikan Akbar kepada Gus Dur pada pertemuan Selasa malam pekan lalu di kamar 1280 Lagoon Tower Hotel Hilton Jakarta. "Bang Akbar memang pernah menyampaikan, Golkar ingin agar kader yang sudah ada di kabinet dipertahankan," kata seorang pengurus pusat Golkar. Tapi Akbar membantahnya. "Kami tidak menawarkan nama dan belum ditawari berkoalisi," katanya. Sanggahan juga datang dari Ketua Umum PAN Amien Rais. Ia memang membenarkan bahwa pada Ahad malam, 13 Agustus, telah bertemu Presiden Wahid di Hotel Crown Jakarta. Cuma, kata Amien, "Saya tidak bertanya dan Gus Dur juga tidak membuka pembicaraan masalah kabinet." Bahkan, menurut Ketua Fraksi Reformasi DPR Hatta Radjasa, yang datang bersama Amien, pertemuan berlangsung singkat, tanpa basa-basi. Tapi, menurut seorang petinggi PAN yang lain, Amien sebenarnya juga tak berdiam diri. Setelah gagal mempertahankan Bambang Sudibyo di kursi Menteri Keuangan, Amien sempat berupaya menyorongkan nama ekonom Didik J. Rachbini. Bersama ekonom Cides Umar Juoro dan Fuad Bawazier, Didiklah yang merancang pemandangan umum Fraksi Reformasi pada sidang tahunan kemarin. Untuk mengegolkannya, Amien menempuh jalur lobi lewat Akbar dan Hamzah Haz. Cuma, nama itu ditampik karena calon Golkar dan PPP pun lagi setengah mati dicarikan kursi. Bahkan, menurut seorang pengurus PKB yang dekat dengan Gus Dur, Amien juga menginginkan masuknya Fuad Bawazier (Menkeu) dan Hatta Radjasa (Mentamben). PPP pun terjun ke padang perburuan kabinet. Pada pertemuan Rabu malam pekan lalu di Hilton, Hamzah menyorongkan tiga nama: Zarkasih Nur, Faisal Baasir, dan Baharuddin Lopa. Soal ini dikonfirmasikan Rusjdi Hamka, salah satu ketua PPP. "Pak Hamzah memang melobi Gus Dur. Teman-teman, sih, sepertinya menginginkan tiga menteri," katanya. Bahkan, PKB pun tak mau ketinggalan. Sabtu siang kemarin, mereka diterima Gus Dur di Bina Graha Jakarta. Sejumlah nama diajukan. Seorang kiai terkemuka, misalnya, menjagokan Matori Abdul Djalil di posisi Menhan, Imam Churmein sebagai Menteri Pertanian, dan Arifin Junaidi untuk Sekretaris Kabinet. Selain itu, Menteri Agama Tolchah Hasan akan diminta diganti dengan kader PKB lain karena dinilai tak akomodatif terhadap kepentingan nahdliyin. Karena dinilai bakal jadi beban politik berat buat Gus Dur, nama Rozy Munir pun diusulkan agar dicoret. Nama Matori juga disebut akan mereka plot ke posisi Sekneg. "Dengan posisi itu, ia bisa menjembatani Gus Dur dengan parlemen. Matorilah orang yang paling tahu petanya," kata seorang petinggi PKB. Toh, seperti yang lain, bantahan segera datang. "Kami hanya bersilaturahmi. Sikap kami sudah jelas, tidak akan titip-titipan nama," kata Cholil Bisri. Matori juga kontan menggeleng. "Ah, enggak. Sampeyan ini kok tanya yang aneh-aneh," katanya. Adapun Rozy Munir, yang kabarnya masih terus kukuh dipertahankan Gus Dur, cuma menjawab singkat, "Saya ikut daftar Tempo saja, deh," katanya. Bisakah rakyat berharap banyak? Masih sulit menjawabnya. Dagang sapi belum lagi usai. Pasar kabinet masih hiruk-pikuk. Dan, sayangnya, hampir tak ada yang bersedia memelopori sebuah tradisi politik baru: menjadi oposisi, yang tak kurang terhormatnya. Karaniya Dharmasaputra, Purwani D. Prabandari, Andari Karina Anom, Adi Prasetya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus