Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEROR sebenarnya hal yang "lumrah" diterima penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Pekerjaan membuka kejahatan membuat mereka sering menerima ancaman, baik berupa kriminalisasi, pembunuhan, tabrak lari, maupun santet. Namun yang diterima Direktur Penyidikan Komisaris Besar Endang Tarsa adalah ironi: ia merasa diteror petinggi lembaga antiterorisme.
Orang-orang tak dikenal mendatangi tempat tinggalnya di kawasan Ciledug, Banten, tidak lama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi. Ia kemudian diintimidasi Brigadir Jenderal Antam Novambar, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, agar mau bersaksi yang menguntungkan Budi Gunawan di sidang praperadilan.
Sejak pekan lalu, Endang dalam pengawalan ketat petugas keamanan komisi antikorupsi. Perwira polisi yang menempuh karier melalui jalur tamtama ini diinapkan di tempat aman, begitu juga keluarganya. "Saya sedang mendampingi dia," kata seorang penyidik ketika dihubungi pada Jumat lewat tengah malam pekan lalu.
Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengatakan tak ada teror terhadap Endang, termasuk memintanya mundur. Ia mengatakan Endang akan pensiun pekan ini. "Buat apa meminta dia mundur dari KPK?" ujarnya. Namun, berdasarkan penelusuran Tempo, Endang baru akan pensiun Agustus tahun depan. Memang masa tugas maksimal 10 tahun bagi penyidik kepolisian di komisi antikorupsi telah berakhir. Karena itu, menurut koleganya, Endang telah mengajukan surat mundur dari Kepolisian untuk tetap bekerja di komisi antikorupsi.
Endang banyak terlibat dalam perkara yang mendapat perhatian publik. Misalnya, ia memimpin tim penggeledahan kantor Wali Kota Bandung Dada Rosada pada Maret 2013. Ia kini juga bertanggung jawab atas penyidikan Budi Gunawan, yang tersendat karena saksi-saksi dari Kepolisian menolak hadir memberikan keterangan.
Di tengah hubungan dengan Markas Besar Kepolisian yang semakin genting, komisi antikorupsi membentuk pusat manajemen krisis, yang dipimpin Deputi Pencegahan Johan Budi Sapto Prabowo. Ia memimpin rapat tim ini setiap sore.
Dibentuk pada 6 Februari oleh pemimpin KPK, tim beranggotakan sekitar 20 orang. Kebanyakan pegawai Direktorat Pencegahan, bekerja untuk memperkuat posisi KPK secara hukum hingga dukungan publik. Johan mengungkapkan Tim Crisis Center dibentuk setelah KPK dibayangi ancaman kehilangan semua pemimpinnya akibat kriminalisasi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tiba-tiba ditangkap penyidik Kepolisian pada Jumat pagi, 23 Januari lalu. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menetapkan dia sebagai tersangka pengaturan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.
Adapun Ketua KPK Abraham Samad diincar beberapa kasus, antara lain pemalsuan kartu keluarga untuk pembuatan paspor Feriani Lim di Makassar pada 2007. Ia juga dituduh menyalahgunakan wewenang karena bertemu dengan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk meraih tiket calon wakil presiden.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga diadukan ke Mabes Polri pada 24 Januari lalu. Dia dilaporkan pengacara PT Daisy Timber, Mukhlis Ramlan, telah memalsukan surat notaris dan penghilangan saham perusahaan di Berau, Kalimantan Timur, itu pada 2006. Setelah itu, giliran Wakil Ketua KPK Zulkarnain dibidik kasus suap Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat di Jawa Timur ketika dia menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2010.
Sejumlah pegawai KPK juga dilaporkan polisi, termasuk Johan dan mantan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah. Andar M. Situmorang, pemimpin lembaga swadaya masyarakat Government Against Corruption and Discrimination, melaporkan keduanya ke Mabes Polri pada 10 Februari lalu. Dia menuding Johan dan Chandra berhubungan dengan pihak beperkara, yakni mantan Bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin, pada 2008-2011.
Tim Crisis Center, Johan melanjutkan, dibagi menjadi empat tim kerja. "Masing-masing tim berisi minimal lima orang," ucapnya. Tim-tim tadi menangani analisis, jaringan, penggalian informasi, dan hukum.
Tim analisis bertugas menjaring semua informasi dan kejadian yang melemahkan posisi KPK. Data lantas diserahkan kepada tim penggalian informasi untuk menemukan pihak di balik serangan sekaligus menyiapkan penyikapan terhadap isu-isu tertentu. Tim jaringan bertugas menjalin komunikasi dan aliansi dengan pihak lain. Kelompok masyarakat sipil dan jaringan media sosial tak luput digarap. Itu sebabnya anggota tim ini ada yang diutus blusukan ke sejumlah daerah. Para kiai Nahdlatul Ulama Jawa Timur termasuk yang disambangi. "Hanya meminta tausiyah dalam menghadapi masalah itu dari Gus Agoes Ali Masyhuri," kata Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Roni Dwi Susanto di gedung Pengurus NU Jawa Timur di Surabaya, Rabu siang pekan lalu.
Menurut Johan, timnya mendorong pemimpin KPK menemui Presiden Joko Widodo di Istana pada awal pekan lalu setelah semakin santer awak KPK menerima teror. Dalam pertemuan itu, Jokowi dilapori bahwa kriminalisasi sangat mengganggu kerja KPK. "Jokowi menjawab, 'Stop kriminalisasi'," ucap Bambang Widjojanto.
Adapun tim hukum bekerja menyiapkan berbagai skenario jika empat pemimpin KPK menjadi tersangka. Tim ini juga bertugas menjaring usul tokoh-tokoh yang layak menjadi pelaksana tugas pemimpin KPK kalau terjadi kekosongan. Berdasarkan Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002, pemimpin KPK harus nonaktif kalau menjadi tersangka. Bambang sudah mengajukan surat nonaktif, tapi Presiden Jokowi belum menerbitkan keputusan presiden penonaktifan.
Keberadaan Tim Crisis Center berpengaruh terhadap penanganan kasus-kasus. Bambang mengakui sumber daya KPK tersedot untuk menangani kriminalisasi dan teror. Perhatian dan energi KPK pun terpecah. "Ada kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi, dan itu butuh sumber daya," ujarnya.
Bambang tak menampik bahwa dua pekan lalu semestinya penyidik sudah melayangkan panggilan pemeriksaan kedua untuk Budi Gunawan setelah dia mangkir dari pemeriksaan pertama pada 29 Januari. Gelar perkara penyelidikan penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada 2002 pun ditunda karena krisis ini. Bambang berjanji KPK berupaya keras "berbuat yang terbaik untuk kemaslahatan publik di tengah kelumpuhan yang terus menyergap".
Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua memaklumi kesulitan yang dialami KPK akibat tekanan kriminalisasi. Kondisi yang hampir sama, walau lebih ringan, terjadi saat konflik KPK melawan Polri pada 2009 dan 2012. Setelah konflik pertama, dua direktur di bawah Deputi Penindakan mengundurkan diri. "Apa boleh buat, mereka tak tahan tekanan," kata Abdullah, Kamis pekan lalu.
Pelemahan KPK, menurut Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho, tak hanya membuat pengusutan kasus terhambat. Yang tak kalah parah bisa memicu pembangkangan pihak-pihak yang terseret kasus. Apalagi KPK juga tak bisa efektif melaksanakan upaya paksa tanpa sokongan personel Polri, seperti penangkapan, penahanan, dan penjemputan paksa saksi yang mangkir.
Konflik dengan Polri pun membuat 70-an penyidik yang berstatus polisi aktif gamang dalam bertugas. Selama ini mereka hanya "dipinjamkan" sehingga bisa saja ditarik lagi ke institusi induk. "Yang diuntungkan saat ini adalah pelaku korupsi," ujar Emerson.
Jobpie Sugiharto, Bagja Hidayat, Rusman Paraqbueq, Muhammad Rizki
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo