Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dalam Geliat Trio Alpha

Kursi Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla pelan-pelan digergaji. Tak ingin jadi oposisi.

25 Mei 2009 | 00.00 WIB

Dalam Geliat Trio Alpha
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SEKITAR 60 pengurus Partai Golkar meriung di rumah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat sekaligus anggota Dewan Penasihat Golkar Aburizal Bakrie, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam pekan lalu.

Mereka antara lain mantan Ketua Golkar Akbar Tandjung, Wakil Ketua Agung Laksono, serta sejumlah anggota Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat. Juga hadir perwakilan Golkar DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, serta sejumlah pengurus tingkat kabupaten dan kota.

Oleh sahibul bait, Akbar didaulat berpidato tentang Golkar masa depan. Menilik perolehan suara Beringin yang anjlok pada Pemilu 2009, Akbar mengaku prihatin. Padahal, ketika Golkar dihantam pada 1999 dan 2004, suara partai itu justru mencorong. ”Ada apa ini?” kata Akbar.

Forum itu seolah menjadi pengadilan in absentia bagi Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla. Dialah yang dianggap paling bertanggung jawab atas keterpurukan Golkar. Menurut Ridwan Hisyam, Ketua Kosgoro 57—pecahan kino Golkar, Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong—suara Golkar anjlok karena mismanagement. Untuk itu, kata Ridwan, harus diambil langkah strategis. ”Kalau tidak, suara Golkar bisa-bisa turun hingga tujuh persen,” ujarnya.

Santer beredar, di forum itu muncul desakan menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk mendongkel Kalla. Bahkan disebut-sebut paket kepemimpinan Aburizal Bakrie-Agung Laksono-Akbar Tanjung bakal menjadi pengurus inti Beringin. Kepada Tempo, awal Mei lalu, Akbar dengan jujur mengaku berminat menjadi ketua dewan penasihat. Menurut Ridwan, maskot kubu Menteng adalah trio alpha: Aburizal, Akbar, dan Agung.

Sumber Tempo yang hadir dalam pertemuan Menteng mengungkapkan forum itu diadakan untuk menelurkan strategi antisipasi masa depan Golkar setelah pemilu presiden. ”Misalnya apa yang dilakukan jika Kalla-Wiranto menang di putaran pertama dan bagaimana jika kalah,” kata sumber itu.

Skenarionya, jika Kalla gugur di putaran pertama, suara Golkar akan ”diamankan” agar tak menyokong Megawati dari PDI Perjuangan. Soalnya, kuat diduga dalam putaran kedua Yudhoyono yang menang dan Golkar tak mau menjadi oposisi. ”Kami kan ber-platform kekaryaan, jadi kami tidak punya kultur oposisi,” kata sumber itu.

Nah, untuk melicinkan rencana itu, musyawarah nasional yang mengganti pimpinan Golkar akan digelar sebelum presiden dilantik pada 20 Oktober 2009. Ini dilakukan agar Golkar tak ketinggalan kereta karena resminya jadwal musyawarah lima tahunan baru dilakukan pada Desember. Jika mengikuti jadwal resmi, dipastikan Golkar gigit jari alias tak mendapat satu kursi pun di kabinet.

Menurut Yoris Raweyai, Ketua Angkatan Muda Pembaruan Indonesia, salah satu kino organisasi Golkar, saat ini ada dua kubu yang ingin merebut tempat Golkar Satu: Aburizal dan Surya Paloh, kini ketua dewan pembina.

”Keduanya sudah rajin melakukan safari ke daerah,” kata Yoris. Paloh saat ini mengambil posisi mendukung Kalla sebagai calon presiden dan mengambil jarak dengan kubu Cikeas.

Keseriusan Ical, panggilan akrab Aburizal, ”menggarap” Golkar diakui Ridwan Hisyam. Menurut dia, setahun lalu Ical telah menyampaikan tak mau lagi duduk di kabinet dan ingin ”mengabdi” di tempat lain. ”Di mana lagi kalau bukan Golkar?” kata Ridwan.

Menurut pesan pendek Aburizal ke Munawwaroh dari Tempo, melalui sekretaris pribadinya—yang tidak bersedia disebutkan namanya—Aburizal membenarkan pertemuan Senin malam lalu itu. Dia juga menyatakan siap menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada musyawarah partai nanti. ”Sekarang Golkar harus berkonsentrasi pada pemenangan JK-WIN,” demikian tulisnya dalam pesan pendek, Sabtu malam lalu.

Lima tahun lalu Ical berada di urutan ketiga dalam konvensi calon presiden Golkar. Posisinya di bawah Wiranto dan Akbar Tandjung. Dalam Pemilu 2004, Golkar menyorongkan Wiranto sebagai calon presiden.

Ketua Golkar Jawa Tengah Bambang Sadono, yang ikut dalam pertemuan Menteng, mengakui niat Aburizal memimpin Partai Beringin. ”Pak Ical memang menyatakan kesediaannya,” kata Bambang. Akbar Tandjung terang-terangan mendukung karibnya itu. ”Forum kemarin itu adalah media Pak Aburizal merintis dukungan,” kata Akbar.

Namun, menurut Bambang, rencana pergantian Ketua Golkar tidak akan dilakukan dalam forum musyawarah nasional luar biasa, melainkan di forum musyawarah nasional yang dipercepat. Waktunya, setelah pemilu putaran pertama, sekitar Juli-Agustus 2009. ”Tidak etis mempercepat musyawarah nasional karena akan mengganggu konsentrasi Golkar memenangkan pemilu presiden,” ujarnya.

Pertemuan Menteng mengundang reaksi keras dari pengurus partai kubu Kalla, terutama tim pemenangan JK-Wiranto. Ketua tim Fahmi Idris mengaku prihatin dengan manuver itu. ”Kok, tega benar,” kata Fahmi, Kamis pekan lalu.” Ketika kader sedang fokus melakukan konsolidasi pemenangan pemilu, kenapa malah membahas agenda berbeda?”

Yang paling menjengkelkan Fahmi adalah desakan percepatan musyawarah nasional. ”Kalau mau jadi ketua, ya, tunggu saja waktunya,” kata dia. Fahmi menduga, manuver trio alpha merupakan refleksi kekecewaan mereka atas keputusan partai tak berkoalisi dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Sejumlah nama, termasuk Akbar, Agung, dan Ical, disebut-sebut bakal menjadi kandidat calon wakil presiden mendampingi Yudhoyono. ”Karena Golkar batal berkoalisi dengan Demokrat, kesempatan itu menjadi hilang,” kata Fahmi.

Menteri Perindustrian dalam pemerintahan Yudhoyono itu curiga, tiga sahabatnya tak berharap Kalla menang dalam pemilu presiden. ”Menurut saya, motivasi mereka ya soal kabinet. Sebab, kalau tidak, kok serius sekali,” kata Fahmi.

Meski mengakui adanya pertemuan Menteng, Agung Laksono membantah tudingan memotori upaya menggergaji kursi Kalla. Menurut dia, Golkar bulat mendukung Kalla-Wiranto. Kata Agung kepada wartawan, Selasa pekan lalu, ”Itu hanya pertemuan biasa, untuk konsolidasi yang biasa”.

Agus Supriyanto (Jakarta), Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus