Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dalam Nama Yesus Kristus

Rancangan peraturan daerah berlandaskan Injil masih ditunda pengesahannya. Ada yang mendesak segera dilegalkan, ada juga yang menentang.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AZAN magrib bergema dari Masjid Ridwanul Bahri di Jalan Perikanan, Fasharkan Sanggeng, Manokwari, Papua Barat. Lapak-lapak di sekitar masjid bergeliat melayani pembeli yang berbuka puasa. Keramaian juga terjadi di sebuah rumah yang melangsungkan kebaktian di Kompleks Fanindi, seratus meter dari situ. "Haleluya, haleluya, haleluya," pekik Pendeta Nando Toray, 55 tahun.

Kehidupan beragama seperti itulah yang hendak diatur pemerintah, melalui Rancangan Peraturan Daerah Pembinaan Mental dan Spiritual. Publik lebih mengenalnya sebagai Rancangan Peraturan Daerah Kota Injil, disingkat Raperda Injil.

Embrionya muncul pada Februari 2007. Saat itu, puluhan ribu orang memperingati kedatangan penginjil Carl Ottow dan Johann Geissler dari Jerman di Pulau Mansinam—tiga kilometer dari Pelabuhan Manokwari—pada 5 Februari 1855, sebagai tonggak masuknya Kristen di Bumi Cenderawasih. Sebutan Kota Injil pun tersemat, disusul ramai-ramai memajang atribut gereja, seperti gambar Yesus berukuran 5 x 3 meter persegi, di simpang tiga di pusat kota: "Selamat Datang di Kota Injil".

Pemerintah daerah mengajak tokoh gereja, juga akademikus dari Universitas Cenderawasih, Universitas Papua, dan Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kristen Indonesia, be­rembuk membahas peraturan "Mental dan Spiritual" itu. Pertemuan berlangsung di Gereja Kristen Injili Elim Kuali. Di akhir pertemuan, tersusun 40 pasal.

Sebagian mengatur hal-hal umum, seperti prostitusi dan minuman keras. Namun terselip aturan larangan pemakaian jilbab, azan, kegiatan non-gereja setiap Ahad, dan penerbangan di hari ibadah kristiani. Ada juga kewajiban memasang simbol salib di kantor pemerintah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Manokwari pun bergerak. Juli 2009, tiga belas anggota Dewan terbang 4.300 kilometer untuk mempelajari pemberlakuan syariah Islam di Aceh. Melihat hanya muslim yang wajib menjalankan syariah, euforia Kota Injil di benak mereka mulai goyah. Gereja pun berdiri di banyak sudut Serambi Mekah. "Ini bikin kami berpikir dua kali," kata Ketua Komisi B, Daud Indow. Wakil Bupati Robert Hammar segendang sepenarian. Menurut dia, sebuah beleid tak sepatutnya melarang jilbab dan azan.

Namun ide itu keburu tersebar. Berbagai kalangan ngotot minta aturan tersebut disahkan. "Di sini pertama kali firman Tuhan masuk Papua, tidak salah kalau dijadikan aturan," kata Ketua Badan Koordinasi Antar Gereja di Papua Barat, Pendeta Sherly Parinusa, ketua panitia pertemuan yang melahirkan rancangan ini.

Menurut dia, tidak ada pasal yang perlu diperdebatkan. Misalnya, pasal 30 bukan melarang pembangunan rumah ibadah dekat gereja, melainkan menempatkannya di kawasan lain. Dia pun yakin pemasangan tanda salib di kantor pemerintah, seperti tercantum di pasal 26, bisa membuat pegawai bekerja lebih baik. Dukungan dari golongan adat diberikan Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Manokwari Barnabas Mandacan. Menurut dia, adat, agama, dan pemerintah harus berjalan dalam langkah yang sama.

Penolakan datang dari warga muslim, yang jadi minoritas. Ketua Majelis Muslim Papua Barat Haji Abdul Rahim Manary mengatakan aturan itu berpotensi menimbulkan konflik, karena memberi tembok pemisah antarwarga. Pria kelahiran Manokwari 55 tahun lalu ini yakin pemerintah menyadari hal itu sehingga terus menunda pengesahan. Sejak diserahkan ke Jakarta dua tahun lalu, Raperda Injil seolah dibiarkan menggantung, tanpa pernah ditagih.

Toh, tanpa disokong aturan pun, kehidupan beragama 187 ribu warga Manokwari baik-baik saja. Seperti kebaktian di rumah yang dipimpin Pendeta Toray di Kompleks Fanindi petang itu. Berlatar suara azan dan riuh rendah orang berbuka puasa, dia tetap khusyuk memimpin belasan anggota jemaatnya memuji Yesus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus