Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Zakat Bermotif Politik

Aturan zakat di Makassar belum efektif. mainan kepala daerah.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DATA perolehan zakat profesi hingga bulan terakhir 2010 itu membuat Abdul Latief Jusuf masygul. "Pendapatan zakat profesi dari pegawai pemerintah masih segitu saja," ujar Kepala Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Makassar itu tatkala berbincang dengan Tempo, medio Agustus lalu.

Pada bulan terakhir 2010, menurut dia, perolehan zakat dan infak dari gaji para pegawai negeri sipil di lingkup pemerintahan Kota Makassar hanya Rp 100 juta. Angka ini tidak beranjak sejak 2008.

Padahal aturan zakat di kota yang terdiri atas 14 kecamatan itu terbit sejak lima tahun lalu. Penarikan zakat dari warga kota tertera dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2006. "Kesadaran saling berbagi itu sulit dibangkitkan," kata Latief.

Peraturan daerah tentang pengelolaan zakat di Makassar muncul hampir tanpa polemik. Sejak pertama digagas, aturan ini mendapat sokongan dari wakil rakyat Kota Angin Mamiri. Kelompok yang terkena aturan ini awalnya adalah pegawai negeri Kota Makassar, yang berjumlah sekitar 14 ribu orang.

Dalam peraturan daerah yang salinannya diperoleh Tempo, tertera beberapa pasal yang mengatur siapa saja yang menjadi wajib zakat di Kota Makassar. Ternyata yang diwajibkan berzakat bukan hanya pegawai negeri atau pamong praja Kota Makassar, tapi juga semua warga muslim yang dianggap mampu membayar zakat. "Nonmuslim tidak diatur," ujar Latief.

Pegawai negeri ditarik zakat bila memiliki penghasilan kotor satu juta rupiah per bulan. Dalam beleid itu diatur pula sanksi denda bagi wajib zakat yang mangkir membayar zakat. Yang lebih menyeramkan, ada sanksi kurungan badan selama tiga bulan bagi pengelola zakat yang culas.

Potensi zakat di Makassar diperkirakan mencapai Rp 7 miliar per tahun. Nilai itu dihitung dari sekitar 80 persen warga Makassar yang beragama Islam yang dianggap mampu. "Baru terserap sekitar Rp 1 miliar," kata Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin beberapa waktu lalu.

Hingga akhir tahun lalu, BAZ Makassar mengumpulkan zakat profesi Rp1,8 miliar, yang diperoleh dari infak yang dikeluarkan pegawai negeri. Perolehan itu dihitung mulai Oktober 2007 hingga Juni 2009 sebesar Rp 1,69 miliar, ditambah perolehan Juli-Agustus sebesar Rp 248 juta.

Sekretaris Majelis Syuro Komite Perjuangan Penegakan Syariat Islam Sulawesi Selatan, Muhammad Sira­djuddin, menyatakan senang ada peraturan yang mengikat soal zakat. Namun ia mengkritik sosialisasinya. "Banyak yang belum mengerti bahwa pegawai swasta dan pengusaha pun terkena kewajiban itu," ujarnya.

Kritik lain datang dari sosiolog Universitas Hassanudin, M. Darwis, yang menilai perda zakat di Kota Makassar belum membawa perubahan. Menurut dia, masih banyak yang mangkir dan lupa bahwa dirinya tergolong wajib zakat. Sejauh ini peraturan itu hanya efektif untuk pegawai negeri. Kebetulan pria kelahiran Bone itu menjadi Ketua Lembaga Amil Zakat Masjid Al-Markaz, masjid terbesar di Kota Makassar.

Darwis menduga peraturan syariah di Sulawesi Selatan lebih kental motif politisnya ketimbang niat menegakkan syariah Islam. Soalnya, peraturan ini selalu lahir atas inisiatif dari eksekutif, bukan dari kesadaran masyarakat."Sehingga sulit untuk dipatuhi karena harus melewati tahap sosialisasi yang panjang," katanya.

Secara blak-blakan Darwis menuding peraturan syariah hanya jadi mainan para kepala daerah yang ingin kembali mencalonkan diri atau naik ke jabatan yang lebih tinggi. "Itu kesalehan yang dibuat-buat," ujarnya.

Namun Latief menjelaskan pengelolaan zakat selalu diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk pemerintah. Penilaiannya wajar tanpa pengecualian. Laporan telah disampaikan pula ke DPRD Kota Makassar

"Banyak program dan santunan yang sudah kami buat dari hasil zakat profesi itu." Penyaluran zakat itu ada yang bersifat konsumtif berupa santunan, dan bersifat produktif yaitu pelatihan kerja, yang membuat Penerima zakat berdaya. "Hasil pelatihan menjahit sudah ada membuat merek sendiri," Latief menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus