Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Turun Prestasi karena Risakan

Perundungan terhadap anak di sekolah bisa berdampak pada prestasi akademis.

21 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Semangat Rizal turun dalam mengikuti kegiatan kampus.

  • Pelajar kelas X minta ditunggui ibunya saat sekolah karena trauma di-bully.

  • Bullying bisa berujung pada kegagalan anak di sekolah.

Perundungan ketika duduk di bangku kuliah membuat kepribadian Eka Yusrizal Maulafa berubah 180 derajat. Rizal, yang dikucilkan teman-teman kuliahnya, mengaku semangatnya turun untuk mengikuti berbagai kegiatan di kampus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari segi akademis pun, pemuda 22 tahun itu merasakan betul dampaknya. Apalagi ketika sedang sedih dan stres bisa mempengaruhi daya ingatnya dalam memahami materi perkuliahan. "Terutama saat kita mau ujian," kata Rizal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada semester awal, pemuda asal Bandung itu mengaku meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,8. Namun, setelah menjadi korban perundungan, IPK-nya menurun menjadi 3,2. Rizal bercerita, selama berkuliah, ia sempat dirundung secara verbal oleh salah satu dosen. Kejadian itu pun membuat Rizal jadi malas ke kampus. 

Rizal juga cenderung menutup diri dari pergaulan sekitar hingga membuatnya kesulitan mencari teman diskusi. "Kita jadi orang murung di kampus. Bakal trust issue sama orang. Jadi menutup diri juga," ujarnya.

Pegiat anti bullying, Eka Yusrizal Maulasa (kiri), mengadakan forum grup discussion bersama anak-anak dan remaja mengenai program Capetang (Calon Pemimpin di Masa yang akan Datang) untuk menciptakan ruang anti perundungan di Kampung Ciampera, Desa Jayagiri, Kabupaten Bandung Barat, 2021. Dok. Pribadi

Founder komunitas Ibu Peduli Bullying, Septi Ambarwati, juga menemukan pengalaman serupa ketika menjumpai sejumlah pelajar yang menjadi korban bullying. Beberapa waktu lalu, misalnya, ada seorang pelajar SMA di Magetan yang curhat dirundung teman-teman sekolahnya karena berprestasi. 

Awalnya, kata Septi, anak itu tidak menggubris para perundung. Namun sindiran-sindiran itu akhirnya berdampak. “Yang tadinya nilainya bagus jadi urutan kelima dari bawah. Awalnya 10 besar terus,” kata Septi.

Anak tersebut juga tidak bisa bersekolah sampai beberapa minggu. Tiap kali masuk ke gerbang sekolah, Septi menuturkan, remaja putri itu sudah merasa takut. Akhirnya anak tersebut kini berobat dan didampingi psikiater. 

Di Yogyakarta, Septi juga menemukan kasus serupa. Ada pelajar kelas I SMA yang sampai minta ditunggui ibunya di sekolah lantaran trauma pernah dirisak saat SMP. “Terus dia takut ketemu lingkungan baru. Nanti teman-temannya sama kayak teman SMP-nya.” 

Pegiat kampanye anti perundungan anak, Eka Yusrizal, saat sesi konseling dengan remaja dari LKSA Rumah Pengharapan Baru di Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 18 Januari 2024. TEMPO/Prima mulia

Psikiater di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Tjhin Wiguna, menguatkan bahwa perundungan atau bullying yang terjadi pada anak berpengaruh terhadap prestasi akademis di sekolah. “Bullying yang terjadi di sekolah mempengaruhi emosi, perilaku, dan kondisi mental, yang berujung pada kegagalan anak di sekolah," katanya dilansir dari Cantika, Senin, 15 Januari 2024.

Ia menyebutkan perundungan juga dapat berpengaruh pada masa datang, di mana korban perundungan berpeluang menjadi pelaku. Peluang tersebut bisa terjadi, bahkan hingga anak menginjak dewasa. Ia mengatakan belum pernah ada studi jangka panjang di Jakarta. Namun, melihat sejumlah penelitian di luar negeri, pengalaman menjadi korban bisa berdampak pada perkembangan kepribadian seseorang.

Untuk mengurangi perilaku perundungan di sekolah, Tjhin mengatakan, diperlukan peran serta semua pihak, termasuk siswa, orang tua, guru, media arus utama, dan media sosial, untuk tidak menormalisasi perilaku perundungan dan memberikan contoh baik.

"Perlu kita garis bawahi bullying merupakan masalah nyata di mana-mana, termasuk sekolah. Orang tua, guru, dan semua harus lebih mewaspadai lagi karena kita ingin generasi yang akan datang lebih baik lagi dibanding generasi terdahulu." 

FRISKI RIANA | TEMPO.CO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus