Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gelombang raksasa itu susul-menyusul dengan murka pada petang kemarau, 17 Juli. Dari bibir pantai, ombak setinggi tiga meter melumat daratan sejauh 300 meter. Hanya beberapa menit. Namun segala yang terlintas luluh dalam seketika. Ada 660 nyawa melayang, 308 orang hilang, dan 112 ribu manusia harus mengungsi.
Dari Pangandaran, Cilacap, Kebumen, hingga Samas, Parangtritis, Gunung Kidul di Yogyakarta, kita menyaksikan jejak si kuat-kuasa. Rumah-rumah rebah ke tanah. Ratusan jenazah bergeletakan oleh tsunami yang kembali ke pesisir selatan Jawa setelah 49 tahun. Yang hidup layu dalam dukacita.
Perekonomian setempat menciut. Dinas Pariwisata Jawa Barat langsung melorotkan target kunjungan 3 juta turis per tahun menjadi separuhnya. Pemerintah pusat dan daerah mengurun dana rekonstruksi Rp 118 miliar. Dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kawasan wisata Pangandaran ditata ulang.
Hari itu, 17 Juli, petang belum berlalu ketika manusia tersedak oleh prahara yang terlalu tiba-tiba. Semua berlari menjauhi laut, seolah air mahaluas di pantai selatan mengandung kutukan yang belum digenapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo