Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dana Bulog Menggoyang Beringin

Kasus dana Bulog ikut menyulitkan posisi Akbar Tandjung di Partai Golkar. Perseteruan antarkelompok jadi kian runcing.

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus Rahardi Ramelan, seperti diduga banyak orang, akhirnya merambah ke tubuh Partai Golkar. Selasa pekan lalu, kepada jaksa penyidik, Rahardi membuka tabir dana Rp 54,6 miliar itu. Rp 40 miliar disalurkan lewat Menteri Sekretaris Negara (waktu itu) Akbar Tandjung, Rp 10 miliar disalurkan lewat Menhankam/Panglima TNI (waktu itu) Jenderal Wiranto, dan sisanya untuk PT Goro Batara Sakti, mitra kerja Bulog. Yang jadi masalah adalah uang yang diterima Akbar Tandjung. Akbar, yang waktu itu sudah menjadi Ketua Umum Partai Golkar, mengakui menerima uang itu berupa cek. Namun, cek itu langsung diserahkan ke sebuah yayasan untuk membeli sembilan bahan kebutuhan pokok, yang disumbangkan ke masyarakat sebagai program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Apa nama yayasan itu? "Saya lupa," kata Akbar. Tapi itu versi Akbar. Versi yang beredar di Slipi, markas Partai Golkar, lain lagi. Dana itu, kata sumber TEMPO di partai berlambang beringin rindang itu, digelontorkan untuk kampanye "Golkar Paradigma Baru", semacam pembaptisan ulang buat Golkar menjelang pemilihan umum tahun 1999. "Coba Anda lihat daftar pengeluaran dana Bulog itu. Ada yang keluar tanggal 2 Maret 1999," kata sumber itu sembari menunjuk sebuah CD-ROM kampanye "Golkar Baru" pada 7 Maret 1999. Uang Bulog yang keluar 2 Maret itu besarnya Rp 20 miliar. Sumber TEMPO itu mengatakan, uang Bulog tersebut sebenarnya digunakan untuk kepentingan kampanye Golkar. Kampanye besar-besaran itu bertujuan memermak wajah Golkar, yang sebelumnya hampir menjadi satu sisi dengan rezim yang bernama Orde Baru. Sukses kampanye itu sangat penting artinya bagi Habibie. Jika Golkar menang, jalan Habibie untuk tetap bertahan di kursi Presiden kian mulus. Habibie memang menjadi satu-satunya nama yang diusung oleh Partai Golkar ke kursi presiden pada 1999 itu. Sumber ini hakul yakin bahwa Akbar akan terserempet kasus Rahardi Ramelan. Keyakinan itu juga merasuki sejumlah pengurus Partai Golkar lainnya. Itu sebabnya, suhu di markas Golkar belakangan ini memanas. "Jika terbukti ada penyelewengan dan Akbar terlibat, sebaiknya Golkar mencari ketua umum yang baru," kata Muchyar Yara, Wakil Sekjen Golkar, kepada TEMPO. Karena itu, menurut Muchyar, kasus ini hendaknya segera diproses secara hukum. "Biar jelas apakah ada penyelewengan atau tidak dalam penyaluran dana Bulog itu," katanya. Proses hukum itulah yang ditunggu-tunggu berbagai kelompok dalam tubuh Golkar. Sejak Munaslub 1998, "Pohon Beringin" memang terpatah-patah dalam sejumlah ranting. Ada kelompok Iramasuka (Irianjaya, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan), barisan Akbar Tandjung, kelompok Ginandjar Kartasasmita, kelompok Marzuki Darusman, dan beberapa kelompok kecil lainnya. Nah, jika Akbar terbukti bersalah, kelompok-kelompok ini siap merebut posisi ketua umum partai. Bahkan, belakangan ini, sejumlah kelompok sudah memasang kuda-kuda. Lobi sana, lobi sini. "Saking serunya, setiap kelompok rajin memelototi perkembangan kasus Bulog ini," kata seorang pengurus Golkar. Kubu Iramasuka, misalnya, makin merapatkan barisannya. Begitu Akbar ditimpa status tersangka, sejumlah dewan pimpinan daerah (DPD) yang berada di bawah kendali Iramasuka akan siap memekikkan ajakan menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar. Di arena Munaslub itulah, Iramasuka merasa yakin bisa merebut pucuk pimpinan tertinggi Partai Golkar. Namun, Marwah Daud, seorang pentolan Iramasuka, membantah bahwa pihaknya mau mengobok-obok posisi Akbar Tandjung, apalagi mempersiapkan seorang "kepala suku" baru untuk Golkar. Menurut Marwah, kelompoknya lebih mempersiapkan perubahan stuktur Golkar secara umum. "Sekarang basis pendukung Golkar bukan lagi keluarga besar ABRI dan pegawai negeri, seperti dulu. Karena itu, stukturnya harus dirombak," kata Marwah. Marwah bisa saja berdiplomasi. Tetapi sumber yang dekat dengan Habibie punya ceritera lain. Iramasuka, menurut sumber ini, tengah mempersiapkan jagonya. Siapa? Prof. Dr. Muladi, Menteri Sekretaris Negara zaman Presiden Habibie, yang kini aktif di The Habibie Center. Muladi, kata sumber ini, "dirayu" habis oleh barisan Iramasuka untuk berani maju "berperang". Muladi jelas kesulitan menolak permintaan itu. Posisinya di Habibie Center membuatnya begitu dekat dengan kelompok Iramasuka. Jadi, bagaimana Profesor? "Itu terserah daerahlah," kata Muladi kepada TEMPO. Dengan menyorongkan nama Muladi, Iramasuka juga bisa mengurangi sentimen daerah yang merekat kuat dalam nama kelompok ini. Tetapi bagaimana peluangnya? Kubu Iramasuka menguasai hampir semua DPD di Indonesia Timur. Jika dijumlah dengan beberapa DPD yang berafiliasi ke barisan Habibie, kelompok ini disebut-sebut paling berpeluang. Namun, hitung-hitungan itu dibantah Muchyar Yara. "Ah, paling kekuatan mereka tinggal di Sulawesi saja. Irian dan beberapa daerah lainnya belum tentu masih mendukung mereka," kata Muchyar. Mendukung atau tidak, yang pasti langkah Iramasuka tak mulus-mulus amat. Sebab, kuah panas pengakuan Rahardi juga bisa mengguyur salah seorang sesepuh kelompok ini, ya, tak lain Bacharuddin Jusuf Habibie. Cairnya dana Rp 54,6 miliar itu, begitu keterangan Rahardi, tak lain atas perintah Presiden Habibie dalam sebuah rapat kabinet yang terbatas. Jika itu benar, jaksa bisa meminta Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo untuk membuka kembali notulen rapat kabinet itu. Apakah notulen itu merekam adanya perintah pencairan dana JPS, sebagaimana penuturan Rahardi? Jika notulen tidak mencatatnya, hanya ada dua kemungkinan. Administrasi Sekretariat Negara memang amburadul atau Rahardi berbohong. Setidaknya, dana itu keluar bukan diputuskan dalam rapat formal kabinet. Bagaimana kalau pengakuan Rahardi ternyata benar? "Itu juga namanya ngawur. Bagaimana mungkin uang negara sejumlah Rp 40 miliar itu digelontorkan lewat sebuah rapat yang tak jelas judulnya," kata Muchyar Yara. Nah, keganjilan itulah yang menguatkan spekulasi bahwa dana itu dikucurkan semata untuk kampanye Golkar tadi, yang muaranya untuk memenangi perebutan kursi presiden. Jika itu betul, Habibie memang layak diminta keterangannya soal ini. "Di sini Akbar memegang kartu truf. Jika ia membuka habis kasus ini, Habibie juga kena telak," kata sumber TEMPO di Golkar tadi. Kartu truf itulah, menurut sumber ini, yang membuat Iramasuka agak kaku menggebuk kelompok Akbar Tandjung. Iramasuka lebih memilih jalur aman. Mereka menggagas sebuah wadah baru bernama Dewan Presidium untuk menggantikan Akbar Tandjung jika ia dinyatakan sebagai terdakwa. Dewan itu akan memimpin Partai Golkar bertarung di Pemilihan Umum 2004 nanti. Setelah itu, baru dipilih ketua umum defenitif. Bagaimana wajah dewan itu? Memang belum jelas. Tapi jumlah anggotanya direncanakan lima orang. Sejumlah nama yang kini digadang-gadang untuk posisi itu adalah Prof. Muladi, Fahmi Idris, Ahmad Arnold Baramuli, Agung Laksono, dan seorang lagi diharapkan dari kelompok Ginandjar Kartasasmita. Marwah Daud membenarkan rencana pembentukan Dewan Presidium itu. Tapi, menurut Marwah, Dewan Presidium hanya salah satu usul. Usul lainnya, kata Marwah, berupa perubahan struktur Golkar atau pembentukan konsorsium. Tampaknya, Dewan Presidium itu bakal mentok di kubu Ginandjar. Soalnya, kata orang dekat Ginandjar, tiga nama pertama itu berasal dari kubu Iramasuka. Jumlah itu, menurut sumber ini, sangat kuat bagi Iramasuka untuk mendikte keputusan partai. Jadi? "Kami memilih bertempur di arena Munaslub," kata sumber tersebut. Munaslub itu, kata Muchyar Yara, bisa digelar dengan dua cara. Pertama, dilangsungkan begitu Akbar Tandjung ditimpa status tersangka. Kedua, rapat pimpinan tahun ini bisa digunakan untuk mengundang Munaslub. "Kedua cara ini memungkinkan, menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Golkar," kata Muchyar, yang dikenal dekat dengan Ginandjar. Peluang Munaslub itu juga dibenarkan oleh Marwah Daud. "Sangat memungkinkan. Apalagi sejumlah daerah sudah melakukan musyawarah. Terbuka kemungkinan mereka meminta Munaslub pada saat Rapim nanti," kata Marwah. Rapim itu sendiri mestinya dilaksanakan pada 20 Oktrober ini, tapi digeser hingga Desember. Sumber TEMPO di Golkar menuturkan bahwa Akbar cemas, bila kasus Bulog tadi mengusik posisinya selama Rapim itu. Apalagi jika statusnya sebagai tersangka, bisa digebuk sana-sini oleh lawan politiknya. Versi ini dibantah oleh Akbar. Menurut Akbar, pengunduran jadwal Rapim itu atas dasar keputusan bersama. Alasannya, partai masih sibuk dengan Sidang Tahunan MPR, yang akan digelar pada November nanti. Berbicara tentang sibuk, Desember itu pun banyak kegiatan keagamaan. Itulah sebabnya, Muchyar Yara pesimistis bahwa acara penting itu bisa digelar dalam tahun ini. "Ada puasa, Lebaran, Natal, dan liburan tahun baru. Bagaimana bisa Rapim?" tanya Muchyar kepada TEMPO. Kapan pun Rapim dilaksanakan, pastilah akan berlangsung sangat seru. Sebab, di samping sejumlah kelompok tadi, masih ada kelompok lain di Golkar, seperti kelompok yang mengusung nama Agum Gumelar sebagai ketua umum, dan kelompok yang membawa-bawa nama Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, ke kursi nomor satu di Golkar itu. Kelompok mana yang menang, rakyat tampaknya tak begitu peduli, karena mereka lebih tertarik untuk mencari tahu, apakah benar dana nonbujeter Bulog itu dipakai oleh partai berlambang beringin ini. Kalau benar, apa sanksinya buat Golkar, kalau tidak benar, ke mana larinya uang rakyat yang tak kecil jumlahnya itu. Wens Manggut, Andari Karina Anom, Tomi Lebang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus