1998
26 Agustus:
Rahardi Ramelan, saat itu Menperindag, merangkap jabatan sebagai Kepala Bulog, menggantikan Beddu Amang.
1999
1 Maret:
Rahardi Ramelan selaku Kepala Bulog mengeluarkan memo ke Deputi Keuangan Kepala Biro Pembiayaan Bulog. Isinya, supaya dikeluarkan dana Rp 20 miliar untuk sumbangan.
7 Maret:
Deklarasi Partai Golkar di Senayan.
23 dan 31 Maret:
BPKP berkirim surat ke pemerintah dan meminta dana nonbujeter Bulog masuk ke neraca Bulog.
8 April:
Rahardi minta ke Presiden agar dana nonbujeter Bulog tetap dikelola tersendiri dan pertanggungjawabannya langsung ke Presiden.
14 April:
Menteri Sekretaris Negara Akbar Tandjung berkirim surat ke sejumlah menteri—dengan tembusan ke Presiden, yang isinya, dana nonbujeter Bulog agar tetap dikelola tersendiri di luar neraca Bulog.
7 Juni:
Pemilihan Umum.
29 Oktober:
Rahardi tak lagi menjabat Menperindag/Kepala Bulog.
2000
13 Februari:
Menteri Pertahanan Mohammad Mahfud melansir tudingan Partai Golkar mendapat kucuran dana Rp 90 miliar dari dana nonbujeter Bulog.
14 Februari:
Golkar membantah tudingan Mahfud.
15 Februari:
Meski meyakini kebenaran pernyataannya, Mahfud minta maaf ke Golkar.
1 Juni:
Gugatan pembubaran Golkar oleh Pijar Keadilan pimpinan R.O. Tambunan mulai disidangkan di MA.
31 Juli:
MA menolak gugatan Pijar Keadilan. Golkar tetap sah sebagai partai politik.
6 Agustus:
Tim pengacara Partai Golkar menyatakan akan menggugat balik Pijar Keadilan.
2001
9 Juli:
Rahardi resmi menjadi tersangka kasus dana nonbujeter Bulog.
28 Agustus:
Rahardi dinyatakan buron karena tiga kali tak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung.
7 September:
Kejaksaan Agung minta bantuan Interpol (lewat polisi Indonesia) untuk memburu Rahardi.
29 September:
Rahardi kembali ke Tanah Air.
30 September:
Kejaksaan Agung mengeluarkan pencekalan untuk Rahardi.
1 Oktober:
Rahardi memenuhi panggilan tim penyidik dari Kejaksaan Agung.
3 Oktober:
Rahardi diperiksa. Ia menyerahkan data dan dokumen tentang kebijakan Bulog. Rahardi, seperti dikutip Yan Juanda, pengacaranya, mengakui:
Ada pengeluaran dana nonbujeter Bulog Rp 54 miliar atas persetujuan Presiden Habibie, setelah sebelumnya dibahas dalam rapat kabinet.
Dana digunakan untuk pembangunan kantor dan pembelian peralatan kantor. Dana tidak digunakan untuk Partai Golkar.
9 Oktober:
Rahardi diperiksa dan menyatakan telah mengeluarkan dana nonbujeter Bulog Rp 54,6 miliar. Rinciannya: Rp 40 miliar diserahkan ke Akbar Tandjung—saat itu Mensesneg—untuk keperluan program pengamanan pangan.
Rp 10 miliar diserahkan ke Jenderal Wiranto—saat itu Menhankam/Panglima TNI—untuk program pam swakarsa. Sisa dana dipinjamkan ke PT Goro Batara Sakti.
10 Oktober:
Kejaksaan Agung menyatakan keinginannya untuk mengklarifikasi pengakuan Rahardi ke Akbar dan Wiranto.
11 Oktober:
Akbar Tandjung, Ketua Umum DPP Partai Golkar, mengakui adanya dana yang diserahkan Rahardi untuk pengadaan pangan lewat Jaring Pengaman Sosial. Dana diteruskan ke sebuah yayasan, tapi Akbar lupa nama yayasan tersebut.
Dwi Wiyana (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini