Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAN jas birunya masih terlihat kaku. Jenderal Purnawirawan Pramono Edhie Wibowo duduk di barisan depan pada Rapat Koordinasi Nasional Partai Demokrat, Sabtu dua pekan lalu. Kursinya sejajar dengan Susilo Bambang Yudhoyono, ketua umum dan ketua majelis tinggi partai itu, yang juga kakak ipar mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini.
Senyum mengembang di bibir putra Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat pada 1965, ini. Penampilan pertamanya sebagai politikus, sebulan setelah memasuki masa pensiun dari dinas militer, menjadikannya sasaran lensa kamera televisi yang dipasang di sisi Ballroom Hotel Grand Sahid Jakarta.
Pembukaan rapat itu menjadi panggung kecil bagi Pramono. Begitu acara rapat selesai, ia pun diserbu peserta rapat yang ingin berfoto bersama atau berebut mengucapkan selamat datang. Menurut politikus Partai Demokrat, perhatian yang tertuju kepada Pramono membuat Yudhoyono mengubah agenda penting rapat: pengumuman mekanisme konvensi penjaringan calon presiden dari partai itu. "YudhoÂyono tak ingin konvensi terkesan hanya untuk meloloskan adik iparnya," kata seorang politikus.
Meski baru resmi menjadi anggota empat hari sebelumnya, Pramono menduduki posisi penting di Partai Demokrat. Ia menjadi anggota Dewan Pembina, organ partai yang kini dipimpin Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan. Purnawirawan 58 tahun ini bergabung dengan sejumlah menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, seperti Amir Syamsuddin dan Roy Suryo.
Lahir sebagai anak legenda pasukan khusus dan kemudian menjadi adik ipar presiden, Pramono Edhie banyak diprediksi bakal menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat. Meski begitu, ia tak pernah berbicara tentang politik, terutama sebelum pensiun. Pada Desember 2011, dalam wawancara dengan Tempo, ia mengatakan menjadi presiden itu tidak enak. "Saya sangat senang jadi jenderal. Saya hanya ingin menutup pengabdian ini dengan kehormatan," ujarnya ketika itu.
Toh, hanya sebulan setelah pensiun, Pramono memutuskan memasuki dunia politik. Dia mengatakan menerima surat resmi pengangkatannya sebagai anggota Dewan Pembina empat hari sebelum rapat koordinasi nasional itu. Ia mengaku meminta waktu tiga pekan untuk menerima permintaan Yudhoyono agar bergabung. "Saya ingin membesarkan Partai Demokrat," katanya.
Kepastian bergabungnya Pramono telah disampaikan Yudhoyono pada pertemuan persiapan rapat koordinasi nasional di Cikeas, 19 Juni lalu. Hadir Sekretaris Majelis Tinggi Jero Wacik, Ketua Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, Ketua Harian Syarief Hasan, E.E. Mangindaan, Roy Suryo, dan ketua panitia Cornel Simbolon. "Pak SBY mengatakan Pramono telah bergabung ke Demokrat," Cornel menuturkan.
Menurut Mangindaan, masuknya Pramono ke jajaran Dewan Pembina berbarengan dengan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dan mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. Ketiga tokoh ini dinilai lebih siap ketimbang sejumlah tokoh lain yang diusulkan.
Calon anggota Dewan Pembina harus memenuhi sejumlah syarat, antara lain visi ketokohan dan kemungkinan peran mereka dalam pengembangan partai. "Sebagai mantan KSAD, Pramono Edhie memiliki ide-ide cemerlang untuk mengembangkan kader partai," ujar Mangindaan.
Kubu militer di Demokrat sudah lama berharap Pramono segera bergabung. Menurut seorang politikus, kelompok ini merasa tersingkir selama kepemimpinan Anas Urbaningrum. "Dengan perombakan besar-besaran, Pramono Edhie diharapkan bisa banyak membantu," katanya.
Para petinggi partai berharap Pramono bisa menarik suara dari basis militer. Cornel Simbolon mengatakan dukungan dari kantong-kantong militer menggembungkan perolehan suara Demokrat pada 2004 dan 2009. "Pramono Edhie seperti magÂnet, yang akan banyak menarik tokoh lain untuk bergabung," Cornel mengklaim.
Kolega seangkatan Yudhoyono di Akademi Militer (1973) itu tak menutup kemungkinan Pramono ikut konvensi penjaringan calon presiden. Menurut dia, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu punya hak dan kompetensi untuk menjadi peserta.
Yudhoyono sebenarnya telah memasukkan nama adik iparnya itu ke daftar panjang calon presiden dari partainya. List ini berisi 10-15 nama tokoh yang dianggap layak menjadi pemimpin puncak negara. Nama-nama itu "dipantau" Yudhoyono dalam dua tahun terakhir.
Daftar ini disusun karena baru tiga politikus yang banyak disebut bakal memasuki bursa calon presiden, yaitu Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Mereka adalah tokoh yang sudah pasti diusung partainya," seorang pembantu politik Yudhoyono menyatakan.
Sebagian besar nama dalam daftar panjang Yudhoyono tidak terafiliasi dengan partai politik. Di sini ada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, pengusaha Chairul Tanjung, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., serta Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman. Pramono Edhie dan ibu negara Ani Yudhoyono juga masuk daftar.
Dalam beberapa diskusi terbatas, menurut seorang pengurus Demokrat, Yudhoyono berharap banyak pada Djoko Suyanto, yang telah lama dikenal sebagai orang dekatnya. Sayang, mantan Panglima TNI ini dianggap tak bersemangat maju. Beberapa kali panggung yang disediakan Yudhoyono juga tidak diambil. "Pak Djoko selalu menolak. SBY akhirnya capek juga," kata politikus itu.
Yudhoyono sebenarnya tak nyaman memasukkan istri dan adik iparnya ke daftar panjang. Berulang kali ia menyebutkan tak akan mencalonkan kerabatnya. Pernyataan itu juga disampaikan dalam wawancara khusus Yudhoyono dengan Tempo, April lalu. "Seribu persen, istri saya tak akan mencalonkan diri," ujar Yudhoyono ketika itu. Ia pun mengatakan tidak akan membangun dinasti politik, termasuk dengan mengajukan Pramono.
Menurut sumber lain, Yudhoyono juga belum yakin terhadap kemampuan Pramono di dunia politik. Mantan Panglima Komando Daerah Militer Siliwangi itu dinilai "terlalu tentara". Padahal politik memerlukan sikap luwes. Dalam suatu kesempatan, kata dia, Yudhoyono melukiskan seorang presiden, wakil presiden, atau menteri harus pintar dan lincah menghadapi serangan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Belakangan Yudhoyono mulai membuka peluang bagi Pramono. Sebab, dalam dua tahun terakhir, sejumlah politikus Golkar menggagas Pramono dijadikan pendamping Aburizal Bakrie. Selain itu, sejumlah politikus Demokrat menyuarakan dukungan kepada Pramono, yang saat itu masih aktif menjabat Kepala Staf Angkatan Darat. Apalagi, dalam sejumlah jajak pendapat, nama Pramono mulai disebut walau tingkat elektabilitasnya masih rendah.
Pada pertengahan 2012, Yudhoyono memanggil Pramono. Dalam pertemuan itu, Yudhoyono menanyakan rencana Pramono setelah pensiun. Ia juga mengajak Pramono bergabung di Demokrat. Pramono hanya minta waktu berpikir, sambil menunggu masa pensiun.
Tawaran itu kembali dilontarkan ketika Yudhoyono secara aklamasi ditunjuk sebagai Ketua Umum Demokrat, setelah Anas Urbaningrum menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi, April lalu. Pramono masih meminta waktu hingga surat pensiunnya resmi keluar.
Para politikus Demokrat pun berharap Pramono Edhie bisa memainkan peran lain. Di antaranya menjadi jembatan dengan Megawati dan PDI Perjuangan. Peran itu sebelumnya dimainkan Taufiq Kiemas, suami Mega, yang meninggal bulan lalu. Hubungan Megawati dengan Pramono, ajudan presiden pada 2000-2004, diharapkan berguna untuk mendekatkan kedua partai. "Pak SBY sangat ingin memperbaiki hubungan dengan Ibu Mega," kata seorang politikus Demokrat.
Jika berkoalisi, kedua partai berbasis nasionalis ini diperkirakan bisa mengalahkan Prabowo, yang sudah pasti diusung Partai Gerindra. Menurut politikus Demokrat lainnya, Yudhoyono akan memilih Megawati jika hanya bersaing dengan Prabowo pada pemilihan presiden tahun depan.
Megawati belum pasti akan mencalonkan diri. Karena itu, kata politikus lain, Demokrat siap berkoalisi mendukung calon yang disokong Megawati dan PDI Perjuangan. Apalagi jika partai banteng ini menyorongkan Gubernur DKI Joko Widodo. Politikus Demokrat itu mengakui tak akan mudah meyakinkan Megawati dan PDI Perjuangan agar mau berkoalisi.
Pramono pernah menjadi ajudan Mega dan hal itu dianggap penting. Hubungan ini berguna untuk menyelesaikan ketegangan pengurus pusat PDI Perjuangan dengan tentara, ketika sejumlah prajurit menyerang kantor partai itu. Segera setelah penyerangan ini, PDI Perjuangan melayangkan protes.
Pramono, yang pada saat itu masih duduk di kursi Kepala Staf Angkatan Darat, pun meminta maaf atas tindakan anak buahnya. "Ia ketika itu berjanji menjatuhkan sanksi kepada anak buahnya," kata Ahmad Basarah, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan. Ia menafsirkan hal itu sebagai bentuk hubungan Pramono dan Megawati yang saling menghormati.
Meski telah menjejak dunia politik, Jenderal Pramono masih hemat kata. Ia menyatakan belum ingin berbicara soal pencalonan presiden. Ia menganggap tak elok berbicara tentang konvensi, sementara dia orang baru dalam partai. "Masih banyak orang yang lebih kompeten," ujarnya.
Pekan lalu, dengan alasan ingin "menenangkan diri", Pramono Edhie menolak permintaan wawancara khusus. Ia mengatakan hendak berziarah ke Purworejo, tempat Jenderal Sarwo Edhie Wibowo dimakamkan.
Widiarsi Agustina, Anton Septian, Indra Wijaya, Prihandoko, Shinta
Angka Sang Jenderal
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Waktu: 10-31 Mei 2013
Tempat sampling: 31 provinsi
Responden: 1.799 warga
Margin of error: 2,31%
M | K | R | J | P | W | B | E | |
93,2% | 90,9% | 89,2% | 85,1% | 82,1% | 77,8% | 76,9% | 23,0% | |
Indonesia Network Elections Survey
Waktu: 18-30 Maret 2013
Tempat sampling: 31 provinsi
Responden: 5.989 orang
Margin of error: 2,5%
P | M | H | B | A | K | E | W | D |
39,8% | 17,2% | 14,4% | 10,3% | 5,1% | 4,2% | 3,3% | 3,3% | 1% |
Centre for Strategic and International Studies
Waktu survei: 9-16 April 2013
Responden: 1.635 orang di 31 provinsi
Margin of error: 2,9 persen
J | A | S | I | Md | E | D | G |
85,9% | 78,5% | 59,5% | 42,6% | 39,6% | 20,2% | 15,2% | 8,4% |
Soegeng Sarjadi Syndicate
Waktu: 14-24 Mei 2012
Tempat sampling: 163 kabupaten di 33 provinsi
P | M | K | B | P | W | S | E |
25,8% | 22,4% | 14,9% | 10,6% | 5,2% | 4,5% | 3,7% | 0,9% |
Keterangan: A Ani Yudhoyono M Megawati Soekarnoputri K Jusuf KallaR Rhoma Irama J Joko Widodo P Prabowo SubiantoW Wiranto B Aburizal Bakrie, E Pramono Edhie WibowoS Sultan Hamengku Buwono X P Surya Paloh G Gita WirjawanD Dahlan Iskan Md Mahfud Md
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo