Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Jalanan Menuju Senayan

Selama dua dekade ia malang-melintang di dunia perburuhan dan hak asasi manusia. Gagal mendirikan Partai Buruh, ia mencoba menjadi calon legislator dari Partai Solidaritas Indonesia. Mengusung kampanye transparansi dana aspirasi dan anti-politik uang.

9 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surya Tjandra/TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surya Tjandra

Enam perempuan 20-50 tahun tampak khidmat mendengarkan kuliah singkat Surya Tjandra di sebuah rumah di Dusun Plalar, Desa Sukoanyar, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis pekan lalu. Politikus Partai Solidaritas Indonesia itu menerangkan dengan taktis dana aspirasi sebesar Rp 2-3 miliar yang bisa dimanfaatkan untuk menambah modal usaha enam perempuan tersebut.

Petang itu, Surya menerima keluh-kesah para penjahit skala rumahan yang menyuplai kerajinan tangan mereka ke beberapa pabrik konfeksi di Malang. Sumiati, salah satu penjahit, mengaku pernah diundang seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat ke rumah dia untuk dilatih mengenai strategi pemasaran secara daring (online). “Padahal yang kami butuhkan modal tambahan,” kata perempuan 50 tahun itu. 

Kepada mereka Surya berjanji, jika terpilih menjadi anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Timur V, ia bakal memberikan semua dana aspirasi kepada konstituennya, termasuk untuk modal usaha. Tak hanya itu, ia juga bakal memperjuangkan jaminan sosial seperti asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi para pekerja rumahan tersebut.

Di Malang, kampanye Surya dibantu Vero Yuni, aktivis Jaringan Perempuan Pekerja Rumahan Indonesia. Vero yang membawa Surya blusukan ke desa-desa basis pekerja rumahan seperti Sumiati. Vero juga yang saban hari berkeliling dari pintu ke pintu mengenalkan Surya kepada masyarakat, terutama untuk merawat jaringan pekerja rumahan. “Hasil di lapangan dilaporkan lewat aplikasi berbasis Android ke partai,” ujarnya.

Vero mengenal Surya sejak 2014. Saat itu Surya masih menjabat Direktur Trade Union Rights Centre. Mereka berdua bekerja sama menangani isu pekerja rumahan. Sejak Surya maju menjadi calon anggota DPR, Vero bergabung sebagai relawan bersama 160 orang lain.  

Sebelum terjun ke politik praktis, Surya dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia serta buruh. Sebelum lulus kuliah dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Surya sudah magang di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta pada 1994. Saat magang itulah ia diciduk polisi lantaran ikut menolak pembredelan Tempo, Detik, dan Editor. “Tapi cuma semalam ditahan dan kena denda Rp 2.500,” ucap Surya, 48 tahun.

Surya berkiprah di LBH Jakarta hingga 2003. Selama sembilan tahun itu anak keenam dari tujuh bersaudara tersebut menangani berbagai kasus pelik, seperti kerusuhan 27 Juli 1997 di kantor Partai Demokrasi Indonesia, serta menjadi pendamping hukum para jurnalis dari ancaman persekusi pada masa dan setelah Orde Baru.

Keluar dari LBH Jakarta, Surya bersama beberapa koleganya membentuk Trade Union Rights Centre (TURC), organisasi pendamping buruh. Sebab, selama di LBH, anak pedagang ayam potong di Pasar Jatinegara, Jakarta, itu aktif mengadvokasi persoalan buruh. Di TURC, Surya menorehkan prestasi fenomenal: memenangi gugatan warga negara melawan pemerintah.

Bersama sejumlah serikat buruh—salah satunya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia yang dipimpin Said Iqbal—pada 2010 ia menggugat presiden dan wakil presiden serta delapan lembaga yang tak kunjung membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Surya Tjandra mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR, 2015./ TEMPO/STR/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Melalui Komite Aksi Jaminan Sosial yang terdiri atas berbagai tokoh buruh dan masyarakat, Surya memenangi gugatan tersebut pada Juli 2011. Saat itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menilai pemerintah lalai karena setelah lima tahun tak kunjung membentuk BPJS seturut amanat Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Empat bulan kemudian, lahir Undang-Undang BPJS.

Direktur TURC Andriko Otang bercerita, semula buruh hanya berniat merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja karena dianggap bermasalah. Surya melihat celah dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Untuk meyakinkan serikat buruh, kata Andriko, Surya memberikan pemahaman mengenai perbedaan kedua aturan itu. “Jika Jamsostek untuk buruh sendiri, BPJS bisa melindungi seluruh keluarganya,” tuturnya. “Dan pemahaman itu masuk.” Gara-gara putusan tersebut, Andriko melanjutkan, hampir 60 persen penduduk Indonesia sekarang merasakan manfaat BPJS.

Kemesraan Surya dengan serikat buruh, termasuk Said Iqbal, berlanjut. Setahun setelah Undang-Undang BPJS disahkan, mereka bahu-membahu mendesak pemerintah menaikkan upah minimum serta menghapus pekerja alih daya (outsourcing). Ihwal upah minimum, Surya mendesak pemerintah merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen Hidup Layak yang hanya berisi 46 poin.

Jutaan buruh menggelar mogok kerja agar pemerintah merevisi aturan itu. Mereka turun ke jalan, membuat jalan tol Cikarang lumpuh total waktu itu. Akhirnya pemerintah merevisi aturan tersebut dan lahir Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012 yang menambah komponen hidup layak menjadi 60 poin. Dalam kurun 2012-2013, upah minimum buruh naik 60 persen.

Menjelang Pemilihan Umum 2014, Surya dan Said Iqbal pecah kongsi gara-gara perbedaan pilihan politik. Gerakan buruh pun turut terpecah. Surya mengatakan ide mendirikan Partai Buruh gagal. Padahal, kata dia, Said Iqbal dipersiapkan menjadi ketua umumnya. Sejak itu ia tak aktif lagi di dunia perburuhan. 

Said Iqbal membenarkan ada perpecahan tersebut. Di luar perbedaan pandangan politik hingga sekarang, Iqbal menilai Surya pantas menjadi legislator. “Dia sangat istimewa,” ucapnya. “Seorang aktivis perburuhan yang sangat concern melakukan advokasi dan membangun politik buruh.”

Selepas dari dunia perburuhan, Surya mencoba peruntungan di bidang hukum dengan mendaftar sebagai calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2015. Ia sempat menjalani uji kelayakan dan kepatuhan oleh Komisi Hukum DPR, tapi gagal lolos. “Mungkin karena terlalu muda,” katanya, terkekeh.

Meski berkecimpung di dunia perburuhan, Surya tetap aktif mengajar di Universitas Atma Jaya. Setelah mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Indonesia, Surya melanjutkan pendidikannya di University of Warwick, Inggris, lewat jalur beasiswa. Gelar doktor ilmu hukum ia peroleh dari Universiteit Leiden, Belanda.

Setelah Surya gagal menjadi komisioner KPK, Raja Juli Antoni, Sekretaris Jenderal PSI, menelepon dan menawarinya masuk ke PSI sebagai calon legislator dua tahun lalu. Surya mengaku langsung tertarik lantaran ia dan PSI punya kesamaan visi-misi, seperti antikorupsi, membela kaum minoritas, serta menjaga pluralisme. “Selain karena saya kenal lama dengan Antoni,” ucap Surya.

Antoni membenarkan bahwa ia yang menawari Surya masuk ke partai lantaran rekam jejaknya yang bersih. “Gue bilang ke dia, nyaleg di PSI saja, nanti elu bisa memilih pimpinan KPK,” kata Antoni, terkekeh. Akhirnya Surya tertarik dan mengikuti penjaringan calon legislator PSI bersama yang lain.

Jika terpilih, menurut Antoni, Surya akan ditempatkan di komisi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya sebagai aktivis buruh. Sama seperti Antoni, Sumiati, penjahit di Malang itu, berharap Surya terpilih. “Saya akan memberikan suara untuk Pak Surya,” tuturnya, bersemangat.

 

Surya Tjandra

Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 28 Maret 1971

Pendidikan:

S-1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia

S-2 University of Warwick, Inggris

S-3 Universiteit Leiden, Belanda

Karier:

1994-2003 LBH Jakarta

2004-2015 Trade Union Rights Centre

Partai: Partai Solidaritas Indonesia

Daerah pemilihan: Jawa Timur V

Nomor urut: 1

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus