Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Selarik Puisi Kuno

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"…The tongue of a man is one half, and the other half is his mind, and here is nothing besides these two, except the shape of the blood and the flesh.… "
(Zuhair, 600 M)

Inilah sepenggal puisi Bedouin yang mengiringi tahun-tahun pertumbuhan Hamad bin Isa al-Khalifa dalam selubung gemerlap Istana Bahrain. Dari seorang pangeran mahkota yang menghabiskan sebagian besar waktu luang seusai sekolah dengan mencerap naskah-naskah kuno dari masa sebelum pra-Islam, kini Hamad, 54 tahun, adalah syekh yang memimpin kerajaan kaya raya itu. Dikenal progresif, cerdas, berpendidikan Barat, raja Bahrain ini bukan hanya mahir dalam urusan menghiasi negerinya dengan pembangunan fisik: pusat-pusat belanja, gedung-gedung pencakar langit, dan sirkuit balap mobil formula.

Dia juga dikenal sebagai salah satu pemimpin di Timur Tengah yang berani membawa kesetaraan gender dalam tradisi Bahrain yang amat konservatif. Dia membentuk parlemen yang diniatkan untuk bisa "mengontrol" kekuasaan pemimpin. "Sejak dua tahun lalu istri dan dua anak gadis saya sudah boleh ikut pemilu," ujar Ali Ahmed al-Alaoam, seorang sopir taksi, kepada TEMPO. Cara Syekh Hamad memandu Bahrain jauh berbeda dengan ayahnya, Syekh Salman bin Isa al-Khalifa, yang mangkat pada 1999. Mengutip ucapan sejarawan Fuad Noor dari Museum Nasional Bahrain kepada TEMPO: "Ayah dan para buyut (Syekh Hamad—Red.) dari trah Al-Khalifa boleh dibilang hanya pemimpin konservatif. Syekh Hamad yang kemudian melakukan berbagai perubahan yang signifikan.

Bagaimana raja yang modern dan progresif ini muncul dari sebuah istana yang ketat dengan adat-istiadat lama? Konon, tahun-tahun masa kecil dan remaja yang dia habiskan di perpustakaan istana bersama berbagai naskah kuno, telah menumbuhkan banyak pemikiran arif pada diri Syekh Hamad. Naskah-naskah lama itu mengajarkan kepadanya secara tidak langsung berbagai segi kehidupan, kebijakan, epik perang, hingga keindahan alam, dan bedouin, suku pengembara di padang-padang pasir. Dia juga gemar melahap puisi kuno Arab, Nabati.

Akar yang kuat pada budaya dan tradisinya ini kemudian berpadu dengan pendidikan Barat. Ayahnya mengirim pangeran itu ke Cambridge, Inggris, sejak dia masih amat remaja setingkat SMP. Lulus dari sekolah menengah pertama, dia melanjutkan ke Mons Officer Cadet School di Aldershot—sebuah sekolah militer di Inggris. Dari sini, dia meneruskan studi ke Army Command and Staff College, di Kansas, Amerika. Bahrain diberi kemerdekaan penuh oleh Inggris pada 1972. Pada masa itu, Syekh Hamad belum lama lulus sekolah. Tapi dia sudah dipercaya membangun Departemen Pertahanan Bahrain sekaligus menjadi Menteri Pertahanan.

Syekh Hamad memang populer di seantero Bahrain—mudah sekali menggali ceritera tentang hidupnya yang penuh warna dari siapa saja: dia gemar keluar istana, membiarkan kulitnya dibakar terik matahari, aktif berolahraga—dari main bola, berkuda, hingga menembak. "Salah satu kebanggaan kami pada dia adalah dia seorang pilot," tutur Abdullah Saleh, seorang pemuda lulusan sekolah militer. Pada 1978, dia mengantongi lisensi pilot. Sempat menekuni profesi sebagai pilot, Hamad memelopori terbentuknya Bahrain Amiri Air Force.

Di sela-sela waktu kerjanya, Hamad tidak melupakan kecintaannya pada naskah kuno. Pada 1978, misalnya, dia menggagas terbentuknya The Historical Documents Center di Bahrain. Ketika Raja Salman, ayah Hamad, meninggal pada 1999, pria muda itu harus membatasi sebagian kesenangannya dan menerima tampuk pemerintahan. Menyadari kekayaan minyak Bahrain bisa habis, Hamad mencari jalan lain. Dia memutuskan untuk menjadikan Bahrain salah satu pusat pariwisata modern di Timur Tengah. Pembangunan infrastruktur besar-besaran dia genjot. Hotel berbintang hingga mal modern mulai menghiasi wajah negeri itu. Hasilnya? Sejak perayaan milenium 2000, tak kurang dari 3 juta turis asing membanjiri Bahrain per tahun.

Satu upayanya yang berani dalam mempopulerkan Bahrain adalah menyelenggarakan balap mobil Formula Satu pada April 2004. Pentas olahraga bergengsi ini membikin Bahrain—negara mungil di tengah Teluk Persia—mendadak sohor di bola dunia. Di gurun yang tandus, para atlet dunia Formula Satu memamerkan kemahirannya—yang ditonton oleh Raja Hamad dan bisa pula disaksikan melalui televisi oleh rakyat Bahrain paling udik sekalipun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus