Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta- Anggota DPRD DKI Jakarta mempertanyakan dasar Pemerintahan Gubernur Anies Baswedan membuat Kebijakan Umum Anggaran Plafon Pioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD tahun anggaran 2020. Plafon anggaran 2020 diusulkan mencapai Rp 95,9 triliun, naik Rp 6,9 triliun dari APBD DKI 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dasarnya apa? Tidak rasional kalau saya lihat dari segi ekonominya," ujar Ketua Komisi E DPRD DKI, Syahrial, dalam rapat komisi di DPRD DKI, Kamis 15 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus PDIP itu heran lantaran pertumbuhan ekomoni saat ini sedang menurun baik dalam negeri atau ekonomi secara global. Perang dagang negara maju yang masih terjadi, kata dia, juga terasa ke Indonesia.
Selain itu kata Syahrial, nilai tukar mata uang atau kurs untuk dollar Amerika saat ini masih tinggi. Penyerapan tenaga kerja juga belum bagus
Syahrial khawatir target yang terlalu tinggi akan berdampak terhadap sektor pajak karena harus mengimbagi rencana anggaran tersebut. "Nanti pajak yang akan gelagapan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI, Triwisaksana, menyoroti nilai plafon yang disebutnya surplus hingga sekitar Rp 3 triliun itu. Menurutnya, itu pertama kali dalam sejarah anggaran DKI.
Rencana APBD 2020 surplus karena target pendapatan daerah pada tahun diusulkan sebesar Rp 87,2 triliun. Itu berasal dari pendapatan asli daerah Rp 57,71 triliun, dana perimbangan Rp 25,81 triliun, pendapatan lain-lain daerah sah Rp 3,68 triliun.
Sedangkan rencana belanja daerah hanya dirancang Gubernur Anies Baswedan Rp 84,2 triliun. Komponennya dari dengan belanja tidak langsung Rp 37,35 triliun dan belanja langsung Rp 46,84 triliun. "Luar biasa. Ini belanja yang dikurangi atau bagaimana?" ujar Sani, sapaan politikus PKS itu .