Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tak Seindah Data Pemerintah

Pemerintah mengklaim angka penularan Covid-19 telah turun. Melandai semu dan jauh dari kenyataan.

23 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menunjukan tujuh sample swab antigen yang kedapatan reaktif COVID-19 saat pelacakan di kawasan zona merah COVID-19 di Juramangu Barat, Tangerang Selatan, 23 Juni 2021. ANTARA/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah mengklaim angka kasus Covid-19 turun.

  • Faktanya, penurunan ini di antaranya terjadi karena jumlah pengetesan juga turun.

  • Epidemiolog menyatakan data Covid-19 di Indonesia tak seindah yang diumumkan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Suara pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, terdengar getir saat membahas angka kasus Covid-19 yang disampaikan pemerintah. Miko tak tahu entah kapan kemasygulannya pada data pemerintah akan berakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret tahun lalu, Miko tak berhenti memelototi data tersebut. Miko tahu bahwa pemerintah tak ingin masyarakat panik. Tapi, di mata Miko, cara pemerintah memperlakukan data pandemi telah kebablasan. “Kalau pemerintah mau membuat ketenangan di masyarakat, jangan terlalu jauh," kata Miko, kemarin.

Survei Miko pada akhir tahun lalu menemukan jumlah penambahan kasus per hari sudah mencapai belasan kali lipat dibanding data pemerintah. Ia memprediksi saat ini gap data pemerintah dari fakta di lapangan jauh lebih tinggi lantaran virus corona varian delta sudah menyebar di penjuru Tanah Air.

Miko menjelaskan, tingginya angka kasus Covid-19 di Indonesia bisa dilihat dari survei serologi prevalensi antibodi di DKI Jakarta. Menurut survei Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bersama Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, sebanyak 44,5 persen penduduk Jakarta sudah pernah terinfeksi Covid-19.

Total penduduk DKI Jakarta sekitar 10,56 juta. Artinya, sebanyak 4,7 juta warga Ibu Kota sudah pernah terinfeksi Covid-19. "Bagaimana bisa yang diumumkan positif Covid-19 sekarang hanya 3 juta di seluruh Indonesia?" ujar Miko.

Pada pekan terakhir pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, pemerintah mengklaim penambahan jumlah kasus Covid-19 turun. Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, memaparkan ada penurunan angka kasus sebesar 40,5 persen selama tujuh hari sejak 15 Juli lalu.

Pada 15 Juli, penambahan jumlah kasus mencapai 56.757 sehari. Adapun pada 21 Juli lalu, infeksi mencapai 33.772 kasus. Penurunan jumlah kasus dalam tujuh hari itu disertai dengan penurunan angka testing. Pengetesan pada 15 Juli mencapai 185.321. Angkanya terus merosot hingga mencapai 116.232 per hari pada 21 Juli.

Namun kenaikan jumlah kasus kembali terjadi kemarin seiring dengan penambahan angka testing. Dengan testing yang mencapai 228.702, kenaikan jumlah kasus dalam sehari kemarin mencapai 49.509. Total kasus infeksi virus corona hingga kemarin mencapai 3,033 juta kasus.

Meski sempat ada penurunan jumlah kasus selama pekan terakhir PPKM darurat, faktanya angka kematian akibat Covid-19 terus menanjak. Sejak 16 Juli lalu, angkanya konsisten berada di atas 1.000 per hari. Kemarin, angka kematian kembali merangkak sebesar 1.449. Jumlah kasus aktif harian pun masih tak lepas dari angka 18 persen.

Data warga isolasi mandiri Kecamatan Batu Ceper yang akan mendapat bantuan makanan di Kota Tangerang, Banten, 17 Juli 2021. ANTARA/Fauzan

Berdasarkan proyeksi yang dibuat Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of Washington, jumlah infeksi virus corona di Indonesia dengan kondisi penanganan saat ini memang cenderung menurun. Proyeksi IHME menyebutkan titik puncak infeksi terjadi pada 19 Juli lalu. Namun jumlah kasus diprediksi jauh melampaui data yang diumumkan pemerintah saat ini.

Pada 19 Juli, pemerintah mengumumkan infeksi kasus mencapai 34.257. Adapun proyeksi IHME menyebutkan kasus yang menyebar di Indonesia sudah mencapai 1,078 juta atau sekitar 29 kali lipat dari data yang diumumkan.

Hingga kemarin, IHME memproyeksi kasus Covid-19 di Indonesia masih mencapai 1,067 juta. Dengan skenario hampir semua masyarakat taat protokol kesehatan pun, angka penularannya diproyeksikan masih berada di 921 ribu. Tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) diprediksi terus meningkat hingga akhir pekan pertama Agustus mendatang.

Angka kematian yang diproyeksikan oleh IHME juga lebih tinggi dari data pemerintah meski tak banyak. Kemarin, IHME memprediksi angka kematian mencapai 1.510. Kematian akibat Covid-19 diproyeksikan mencapai puncaknya pada awal pekan kedua Agustus dengan jumlah 2.329 kasus kematian sehari.

Proyeksi IHME terhadap tingginya angka kematian selaras dengan temuan lembaga LaporCovid-19. Lembaga pemantau wabah Covid-19 tersebut mensinyalir banyak kasus kematian yang tidak dilaporkan. Contohnya, LaporCovid-19 mendapat laporan adanya 26 kematian akibat Covid-19 di Malang, Jawa Timur, pada Selasa lalu. Pada hari yang sama, situs web pemerintah Jawa Timur menampilkan tak ada penambahan jumlah kasus kematian. "Data kematian itu cukup besar gapnya," kata relawan LaporCovid-19, Yemiko Happy.

Senada dengan Miko dan LaporCovid-19, pakar epidemiologi, Pandu Riono, menyatakan angka riil kasus terinfeksi Covid-19 jauh dari yang diumumkan pemerintah. Ia menduga hampir sepertiga atau sekitar 30 persen penduduk Indonesia sudah terinfeksi Covid-19. Jumlah riilnya diperkirakan 81 juta jiwa, dari total penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa.

Prevalensi angka ini jauh lebih tinggi dibanding total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini. “Jumlah kasus jauh lebih tinggi dari yang diumumkan pemerintah karena testing masih sangat kecil,” kata Pandu.

Pandu mengatakan angka itu merupakan hitungan kasar berbasis hasil survei prevalensi serologi oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada Desember lalu. Survei itu menyatakan ada 15 persen populasi yang sudah memiliki kekebalan terhadap virus corona.

Menurut Pandu, hasil tes itu perlu ditambah dengan kenaikan prevalensi Covid-19 sebesar 2 persen setiap bulan. Dalam dua bulan terakhir, Pandu mengatakan, angka prevalensi kemungkinan besar bertambah lantaran galur virus baru delta asal India, yang lebih menular, sudah menyebar luas.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan ada kemungkinan angka kasus di lapangan lebih tinggi dari data milik pemerintah karena banyaknya orang tanpa gejala (OTG) yang tidak terdeteksi. Nadia mengakui banyak OTG yang tak terjaring data lantaran masih rendahnya pengetesan dan pelacakan. "Banyak orang tanpa gejala tapi tidak datang ke lab untuk periksa, dan juga tracing serta testing yang belum sesuai dengan target sehingga tidak bisa menyaring kasus," katanya.

Menurut Nadia, ada banyak faktor yang menyebabkan testing dan tracing masih belum mencapai target. Faktor tersebut, antara lain, karena kurangnya sumber daya manusia di puskesmas. Untuk kapasitas laboratorium, Nadia mengatakan, sesungguhnya pemerintah daerah bisa memanfaatkan alat tes antigen sehingga bisa menggenjot diagnosis.

Dalam beberapa hari terakhir, banyak daerah yang melaporkan penurunan angka testing. Nadia menduga penurunan testing harian itu disebabkan oleh libur Idul Adha, angka kasus turun di beberapa kabupaten/kota, kegiatan tracing belum optimal di daerah, dan petugas yang melaksanakan testing berkurang karena banyak yang terinfeksi Covid-19. "Sehingga ada kemungkinan pemeriksaan tidak bisa dalam satu hari dilaporkan," katanya.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Berty Murtiningsih, mengatakan jumlah testing di provinsi ini per hari mencapai 8.000-9.600. Angkanya sempat menembus 10 ribu per hari pada 14 Juli lalu. Menurut Berty, tak ada kendala sumber daya bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan testing.

Dalam hal testing, Berty mengatakan, pemerintah Yogyakarta mengacu pada ketentuan yang diberikan oleh pemerintah pusat agar peningkatan testing stabil, mengikuti strategi tes yang benar. Ketentuan itu menyebutkan bahwa orang-orang tanpa gejala dan bukan kontak erat bukanlah prioritas strategi testing. "Jika yang bukan prioritas atau setiap orang bisa dites, sampel akan banyak, angka testing naik, positivity rate turun, tapi penularan masih tetap masif," ujar Berty.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta jajarannya menggenjot pengetesan dan pelacakan. Pemerintah pusat membebani Jawa Barat untuk melakukan pengetesan sebanyak 107.366 orang sehari.

Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, menuturkan seluruh wilayah Jawa Barat saat ini berstatus waspada level 4, level tertinggi dalam penanganan kasus Covid-19. "Seluruh Jawa Barat menerapkan kewaspadaan level 4, artinya menerapkan kewaspadaan tinggi," kata dia.

MAYA AYU PUSPITASARI | PRIBADI WICAKSONO | AHMAD FIKRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus