Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Datang Setelah Layu

Inilah perjalanan ke luar negeri Bush yang pertama setelah dikalahkan Partai Demokrat. Popularitasnya tinggal 32 persen.

20 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kawasan Asia Tenggara menjadi pilihan Presiden AS George Walker Bush untuk ”berlibur” kali ini. Setelah partainya kalah dalam pemilu legislatif dua pekan lampau, kunjungan ke Singapura, Vietnam, dan Indonesia pada akhir pekan lalu hingga awal pekan ini bolehlah jadi pelipur lara.

Dia jadi tamu bahagia di atas karpet merah yang digelar tiga negeri ini. Asyik nimbrung main gamelan di Singapura, Bush juga tersenyum lebar berfoto dengan dara manis Hanoi saat membuka Forum Ekonomi Asia Pasifik. Di Indonesia, setelah mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, ia akan ke Istana Bogor dengan helikopter; menghabiskan sore dan malamnya di lingkungan Istana dan Kebun Raya yang asri sebelum kembali ke negerinya yang kini dirasakannya tak senyaman dulu.

Bush bisa jadi butuh angin segar setelah dihantam badai politik yang paling buruk sejak memerintah di tahun 2000. Segala keriuhan dan kerepotan pemerintah Indonesia untuk menerima kunjungannya, seperti helipad yang mendadak dibangun, teratai di Kebun Raya diungsikan, angkutan kota menyingkir, hingga anak sekolah diliburkan tak ada artinya dibanding masalah dalam negeri yang menantinya. Pada pemilu legislatif 7 november lalu, kekalahan besar menghantam partai Republik, partai yang mengusungnya ke kursi Presiden dalam dua kali pemilu. Partai Demokrat kini berjaya.

Popularitas Bush juga terus menukik. Sejak Mei, angkanya tak bergeser di kisaran 30-40 persen. Menurut jajak pendapat yang digelar pusat studi Pew di Washington D.C yang berlaku pada November dan Desember tahun ini, orang Amerika yang masih menyukainya hanya 32 persen, titik terendah dalam kepemimpinannya. 58 persen lainnya menyatakan tidak puas terhadap cara Bush memimpin negeri ini. Irak menjadi isu utama, disusul skandal korupsi dan tindakan asusila para wakil partai Republik di parlemen.

Suara dari dalam negeri menjadi maha penting karena di awal pemerintahannya, dukungan rakyat AS terhadap perang pada terorisme yang dicanangkan Bush tetap tinggi meskipun kecaman internasional terus mengalir sejak ia me-lancarkan invasi ke Afganistan dan Irak. Bush juga dikritik karena dinilai luruh terhadap lobi Israel yang dianggap menyetir kebijakannya di Timur Tengah.

Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Perang terhadap terorisme terus berlangsung walau Usamah bin Ladin, musuh nomor satunya, belum ditemukan sampai saat ini. Tentara Amerika terus mengalir ke Irak. Saat ini tercatat 147 ribu prajurit bertugas di sana.

Kini mayoritas orang Amerika sudah memunggunginya. Lihat saja angka mereka yang pernah memuji cara Bush menangani terorisme di awal pemerintahannya yang kedua. Saat itu, Januari 2005, angkanya mencapai 60 persen. November ini, jumlahnya menukik hingga 42 persen. ”Dulu, ’jujur’ sering dihubungkan dengan Bush, tapi sekarang lebih banyak ’tak kompeten’,” Pew menulis.

Bush tentu pandai membaca situasi. Dia tahu harus membuat perubahan agar dukungan terhadap Gedung Putih tak semakin melorot. Maka, Donald Rumsfeld, sang Menteri Pertahanan—salah seorang yang paling bertanggung jawab atas tindak agresif pemerintahannya—mundur. Namun Bush keras hati. Hingga akhir pekan lalu di Vietnam, ia masih kukuh tak akan keluar buru-buru dari Irak.

Ini yang mestinya menjadi pekerjaan rumah bagi Nancy Pelosi, senator perempuan dari Partai Demokrat yang kini menduduki posisi sebagai orang nomor satu di parlemen. Demikian antinya dia terhadap Bush, Pelosi pernah menyebut Bush seorang pembohong.

Di tangannya, penyelidikan terhadap invasi Irak dan badai Katrina bisa bergulir. Dan yang utama, lembaganya mengontrol keuangan negara. ”Akibat Irak, kita hutang $ 200 miliar (lebih dari Rp 1800 triliun) kepada rakyat kita sendiri,” Pelosi mengkritik Bush pada 2004.

Dua tahun mendatang di ujung pemerintahannya, Bush mudah-mudahan lebih rendah hati.

Kurie Suditomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus