Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dekorasi Pernikahan Tak Banyak Limbah

Sejumlah vendor dekorasi pernikahan menerapkan konsep minim sampah. Tak lagi memakai floral foam sebagai dasar instalasi bunga.

1 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dekorasi berkonsep pernikahan ramah lingkungan yang disediakan perencana pernikahan Savitri Wedding. Dok. Savitri Wedding

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Savitri Wedding mendekorasi panggung pesta pernikahan dari bahan yang bisa didaur ulang.

  • Kreasae menggunakan kawat ayam sebagai dasar instalasi bunga.

  • Untuk mengurangi volume sampah, bunga dekorasi dirangkai ulang menjadi buket.

Pernak-pernik Pernikahan “Savitri”, demikian usaha awal yang dibangun almarhum Retno Savitri pada 1998. Usaha ini menyediakan seserahan dan suvenir pernikahan yang dikemas dalam boks-boks buatan sendiri. Sepeninggal Retno pada 2010, usaha itu dilanjutkan anak sulungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lalu, mulai 2019, usaha tersebut dikelola anak bungsu Retno, Soraya Ayu Hapsari, bersama suaminya, Fery Setiawan, 34 tahun. Sejak saat itu, konsep usaha berubah. Dengan konsep ramah lingkungan, nama usaha itu menjelma menjadi Savitri Sustainable Wedding. Kesadaran akan lingkungan itu berawal dari isu tentang food waste ketika keduanya berada di Mekah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami tahu soal food waste sepulang kami ibadah umrah sebagai backpacker pada 2019,” kata Soraya dan suaminya yang tengah berada di Dubai saat berbincang bersama Tempo melalui telepon seluler pada Rabu, 27 September lalu. 

Oleh ustad yang memandu, mereka disarankan membawa kotak makan dan tumbler untuk menyimpan makanan berlebih ketimbang dibuang sia-sia sehingga menjadi sampah makanan. Selain itu, mereka membawa barang seperlunya, tidak berlebihan.

Cara itu kembali diterapkan setiba mereka di rumah. Sekitar 70-80 persen barang di rumah yang tidak diperlukan dikeluarkan dan disedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan. Begitu pun saat Soraya diminta kakaknya meneruskan pengelolaan usaha Savitri Wedding. Stok kotak seserahan pernikahan yang bersisa dan tak terjual sehingga menumpuk juga disumbangkan.

Konsep tanpa sampah pun mulai diterapkan. “Kami sudah biasa hidup less waste. Kami ingin menyebarkannya kepada orang lain,” ucap Soraya. Ia bahkan mengajak pihak ketiga, seperti perajin dan bank sampah, untuk terlibat dalam gerakan ini.

Boks seserahan dibuat dari bahan-bahan yang bisa dipakai ulang, seperti kotak kaca. Kemudian boks dikemas dengan kain tile, bukan lagi plastik transparan. Klien pun tak perlu membeli kotak-kotak seserahan itu, melainkan bisa menyewanya. Klien cukup menerima kotak seserahan yang sudah dihias berikut isinya. “Karena kotak seserahan atau tempat mahar kan cuma dipakai sekali, ya. Jadi (klien) cukup menyewa,” kata perempuan berusia 33 tahun itu.

Suvenir berkonsep ramah lingkungan yang disediakan perencana pernikahan Savitri Wedding. Dok. Savitri Wedding

Begitu pula dengan dekorasi panggung pernikahan yang dibuat dengan bahan-bahan yang bisa didaur ulang ataupun dipakai ulang. Bunga-bunga dibuat dari kulit jagung yang dipesan dari perajin. Apabila sudah rusak, bunga-bunga itu bisa masuk dalam biopori untuk diolah menjadi kompos. 

Ada juga bunga-bunga imitasi yang bisa dipakai kembali. Pun kalau rusak bisa dimasukkan ke bank sampah untuk diolah. Sementara itu, bunga-bunga asli, apabila masih segar, bisa dirangkai menjadi buket untuk hadiah. Apabila layu, bisa diolah menjadi kompos. “Kami juga mengganti floral foam dengan kawat ayam,” ujar Soraya.

Floral foam digunakan untuk menancapkan rangkaian tangkai-tangkai bunga. Lantaran bahannya tak bisa didaur ulang, Soraya menggantinya dengan kawat ayam yang diisi lumut. Selain karena ramah lingkungan, bunga-bunga tetap segar karena ada kandungan air dalam lumut.

Selain menyediakan pernak-pernik, Savitri Wedding memiliki jasa layanan perencanaan pernikahan. Layanan tersebut menjadi tempat konsultasi sekaligus edukasi bagi klien menyangkut konsep pernikahan ramah lingkungan yang diinginkan. Misalnya berapa jumlah tamu yang diundang, lokasi pernikahan, dan suvenir. 

Apabila klien memerlukan fotografer, pihaknya bisa menghubungkan mereka dengan vendor yang menyediakan jasa foto ramah lingkungan, misalnya tanpa cetak foto. Bahkan Savitri Wedding menyediakan vendor yang melayani pemilahan sampah seusai acara pernikahan. 

“Lalu kami menyalurkan sampah-sampah itu ke bank-bank sampah dengan bertanggung jawab,” tutur Soraya menjelaskan alur layanan dari hulu ke hilir.

Edukasi itu disampaikan kepada klien yang rata-rata masih berusia muda. Klien-klien lama Retno juga masih menggunakan jasa Soraya untuk menikahkan anak atau cucu mereka. Kepada pelanggan lama, mereka tetap memberikan layanan sama, tanpa harus kaku menyampaikan bahwa mereka tak lagi menyediakan boks-boks berkemasan plastik. “Jadi kami beri alternatif dengan kemasan kotak kaca yang bisa disewa, misalnya,” kata Soraya.

Dengan konsep tersebut, biaya yang dikeluarkan klien bisa enam kali lebih murah ketimbang biaya pesta pernikahan konvensional. Sebab, banyak pos anggaran yang bisa dihemat. Misalnya menggabungkan acara akad nikah dengan resepsi pada satu waktu. Juga menyewa pernak-pernik untuk acara.

Setidaknya, melalui komunikasi tersebut, Soraya dan Fery berharap klien yang tak hanya berasal dari Yogyakarta itu bisa teredukasi mengenai konsep pernikahan yang ramah lingkungan. Tak hanya klien muda, tapi juga orang tua mereka. “Karena soal pernikahan kan orang tua yang biasanya menjadi pengambil keputusan.”  

Dekorasi meja makan berkonsep pernikahan ramah lingkungan yang disediakan Kreasae. Dok. Kreasae

Di Jakarta juga ada vendor dekorasi yang menerapkan konsep minim sampah, salah satunya Kreasae. Co-founder Kreasae, Fasya Amasani, mengatakan dekorasi menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar dari acara pesta pernikahan. Bahan yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan adalah floral foam yang terbuat dari mikroplastik. “Habis digunakan di rangkaian, karena dicolok, pas dicabut (floral foam) sudah bolong. Akhirnya dibuang dan itu enggak bisa diapa-apain lagi,” kata Fasya.

Menukil laman Bridestory, floral foam sering kali direndam berjam-jam agar bunga dan daun lebih mudah ditancapkan. Setelah itu, floral foam dibuang begitu saja ke aliran sungai sehingga materialnya mudah terurai. Namun, menurut Ian Musgrave, farmakolog molekuler dari University of Adelaide, material floral foam yang terurai itu akan membahayakan organisme di aliran sungai. Floral foam bisa tertelan oleh ikan, yang tentu membahayakan ekosistem sungai. Tak hanya itu, serpihan floral foam yang terhirup florist ketika merangkai bunga juga bisa berbahaya.

Dampak mikroplastik jika masuk ke dalam tubuh manusia, seperti dilansir dari situs web Kementerian Kesehatan, adalah dapat terendap di saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan organ lain. Endapan ini tidak dapat dicerna atau diserap oleh tubuh sehingga dapat menimbulkan iritasi. Bila dibiarkan terlalu lama, akan terjadi peradangan yang dapat memicu timbulnya tumor, bahkan kanker.

Merujuk pada persoalan itu, Fasya dan rekan-rekannya memutuskan tak menggunakan floral foam sebagai dasar instalasi bunga. Mereka menggunakan kawat ayam dan floral tube untuk merangkai bunga. Kedua benda tersebut bisa digunakan berkali-kali.

Co-founders Kreasae, Mahira (kiri), Nikita, Fasya, dan Tami. Dok. Kreasae

Upaya mengurangi volume sampah ini tak selesai pada pembuatan dekorasi. Fasya mengatakan, sejak pra- hingga pascaproduksi, Kreasae memikirkan cara agar tidak banyak sampah yang timbul dari pesta pernikahan. Pada pra-produksi, misalnya, mereka menyarankan kliennya menggunakan bunga-bunga lokal. Pasalnya, bunga impor memiliki jejak karbon yang tinggi. “Kalau suka banget bunga impor dan ingin punya bunga impor, kami rekomendasikan (penggunaannya) di hand bouquet,” ujar perempuan berusia 25 tahun itu.

Seusai pesta, Kreasae juga berinovasi mengurangi sampah bunga dekorasi, yaitu merangkai kembali bunga-bunga yang masih bagus menjadi buket, lalu dibagikan kepada pihak keluarga mempelai atau tamu. Selain itu, sampah-sampah yang tidak bisa diolah kembali akan dikirim ke waste management.

Sejak berdiri pada 2020, Kreasae dipercaya sejumlah kliennya mendekorasi venue acara lamaran hingga pernikahan. Fasya menilai kebanyakan klien mereka juga antusias pada konsep ramah lingkungan. Apalagi Fasya dan ketiga rekannya turut melibatkan klien dalam kegiatan dekorasi. Misalnya menggunakan vas atau furnitur milik klien. “Mereka juga jadi aware sama apa yang kami lakukan. Sejauh ini, alhamdulillah dipertemukan dengan klien yang juga punya passion di sustainability ini.”

FRISKI RIANA | PITO AGUSTIN RUDIANA (YOGYAKARTA)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus