JANGANKAN sampai terjadi penyelewengan seks. Merebut pacar orang lain saja akan kena denda. Bahkan denda bukan saja untuk si perebut, juga yang jadi rebutan. Ini di Desa Wedusan, Probolinggo, Jawa Timur. Itu sudah dialami Nyonya Satrami, yang bersuamikan Supadmo. Pasangan ini tampak rukun. Entah karena apa dan entah keperluan apa -- tak selalu negatif 'kan? -- Satrami sering bepergian dengan Muryadi. Padahal, Muryadi itu teman Supadmo. Belum tentu ada cerita asmara dari ketiga orang ini. Namun, ketika dua dari tiga orang ini bertengkar -- yaitu Muryadi dan Supadmo -- pamong desa langsung mengaitkan dengan skandal cinta. Maka, ketentuan denda dijalankan. Supadmo kena Rp 50 ribu. Orangtua Satrami (walau Satrami tak pisah dengan Supadmo) didenda Rp 50 ribu. Sedang orangtua Muryadi didenda Rp 200 ribu. Ada contoh lain menimpa Misnari, seorang tutor Kejar Paket A di desa itu. Misnari pacaran dengan Sumari. Suatu ketika ia melihat Sumari jalan berduaan dengan Djun. Misnari marah dibakar cemburu buta. Terjadi perang mulut antara Misnari dan Djun. Cuma itu, tak ada cekcok yang sampai adu fisik, misalnya. Tapi karena adu mulut itu didengar pamong desa, pelaksanaan denda pun dijalankan. Misnari didenda Rp 200 ribu, karena dituduh sebagai biang keladi pertengkaran. Kali ini dua yang lain luput dari denda. Setelah membayar denda, Misnari akhirnya jadi juga mengawini Sumari. Memang jodoh. Kendati masalah denda itu dinilai berat toh ada juga yang menyebut bermanfaat. Sejak hukuman itu diberlakukan, kasus-kasus rebutan perempuan jarang terdengar di Desa Wedusan. Bahkan lelaki dewasa yang berjalan dengan perempuan dewasa tanpa jelas hubungan keluarganya kini harus hati-hati. Coba, kalau ini diterapkan di Jakarta. Mungkin dua dari tiga lelaki Jakarta membayar denda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini