Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Septi Peni Wulandari, 32 tahun, siap bekerja sebagai pengajar. Berpakaian kantoran, dandanannya rapi. Kantornya hanya beberapa langkah dari kamar tidurnya: ruang tamu rumahnya. Para muridnya juga tak jauh-jauh, anak-anaknya sendiri.
Sejak berkeras meninggalkan karier sebagai ahli gizi di Semarang, ibu tiga anak ini memang ingin menjadi ibu rumah tangga ”saja”. ”Itu sama terhormatnya dengan pekerjaan di ranah publik,” kata istri Wahyudi Muryanto ini. Septi menganggap itu sebagai profesi. Ia menetapkan jam kerjanya dari pukul 07.00- hingga 15.00 WIB. Kantornya, ya, seantero rumah. Tugasnya, mendidik anak yang memilih belajar di rumah.
Saat jarum arloji telah menunjuk ke angka 3, kerja mengajar selesai dan Septi segera bersalin daster untuk mengurusi rumah. Sudah hampir 10 tahun kebiasaan ini dilakoninya, hampir seusia anak sulungnya, Nurul Sahid Kusuma.
Dari jatuh-bangun mendidik anak sendiri inilah Septi akhirnya menemukan metode ”Jarimatika” (kependekan dari jari dan matematika). Inilah metode berhitung yang memudahkan anak kecil mencongak dengan jari tangan.
Semuanya berawal dari kebingungan Septi mengajari Ernes—panggilan anak sulungnya—belajar berhitung saat ia masih TK. Berbagai cara dilakukan, termasuk dengan sempoa. Tapi anaknya tak paham dan memilih menggunakan jari untuk bantuan. Agar bisa menghitung sampai bilangan besar, Septi mengutak-utik metode jari tangan. Akhirnya muncullah ide memindahkan metode sempoa ke jari-jari tangan. Kelak, metode ini dikenal sebagai Jarimatika.
Septi kemudian mengkombinasikan metode temuannya dengan kedisiplinan ala kumon. Alhasil, daya tangkap Ernes semakin baik. ”Begitu masuk SD, ia menggemari matematika.”
Keberhasilan itu menyebar dari mulut ke mulut. Lalu, dibukalah kursus pertama di rumahnya di Depok Timur, Jawa Barat. Tetapi Septi mesti pindah ke Salatiga bersama anaknya untuk urusan keluarga. Toh, hasratnya untuk mengembangkan Jarimatika guna menolong anak-anak tak terbendung.
Pada 2003 ia menulis buku metode Jarimatika yang kemudian dicetak ulang pada 2005. Setelah itu, Jarimatika mewabah. Ia kemudian mendirikan Lembaga Jarimatika Center Indonesia. Hingga awal Desember, 29 cabang kursus Jarimatika telah berdiri di Pulau Jawa, Sumatera, dan Papua.
Dari kerja rumahan itu, tiap tahun Septi bisa mengantongi Rp 20 juta dari royalti penerbitan bukunya. Sementara dari tempat kursus, ia berhak 40 persen dari pendapatan. Uang itu terus ia gunakan guna mengembangkan metode ini.
Pengalaman dengan Jarimatika membuat Septi kini giat mendorong para ibu muda di lingkungannya agar aktif membantu anak-anak dalam pengembangan pendidikan.
Septi Peni Wulandari Tempat/Tanggal Lahir: Salatiga, Jawa Tengah, 21 September 1974 Pendidikan :
Pekerjaan : Penulis dan ibu rumah tangga. Karya:
Penghargaan:
Paten:
Verifikasi:
Kontak:[email protected] |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo