Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERPULUH kilometer Erma Ismail Choirun Nisa mendaki perbukitan setiap hari. Dia melakukannya dengan sepeda motor. Tak kenal lelah ia menyisir desa-desa di Klaten, Jawa Tengah. Irma mencari perempuan miskin yang punya usaha, perajin rumahan, buruh batik, pedagang pasar, atau yang baru mau membuka usaha. Yayasan Mitra Usaha cabang Klaten yang dipimpinnya menawarkan kepada mereka pinjaman berbunga 2,5 persen per bulan dengan plafon Rp 2 juta.
Sudah hampir empat tahun Erma menjalani ”ritual” itu. Hasilnya membuat perempuan berusia 33 tahun ini sudah bisa tersenyum. Anggota yayasan yang dirintis oleh Dawam Rahardjo, pemerhati ekonomi kerakyatan, itu kini sudah mencapai 1.051 orang, tersebar di 32 desa di Klaten dan Yogyakarta. Mitra Usaha Klaten juga sudah menggulirkan Rp 1,9 miliar. Para anggotanya menabung sampai Rp 88 juta. Hebatnya, tak serupiah pun pinjaman itu yang macet.
Direktur Eksekutif Mitra Usaha, Muchtar Abbas, mengatakan Klaten memang punya banyak kelebihan. Selain kredit macetnya zero, 30 anggotanya sudah naik kelas. Kepada mereka kini disediakan pinjaman pribadi sampai Rp 5 juta.
Awalnya, Erma seperti ogah-ogahan ketika mengikuti pelatihan pengelolaan Grameen Bank di Rembang, Jawa Tengah, pada 2002. Ketika itu Erma terpaksa menggantikan temannya di lembaga swadaya masyarakat Persepsi (Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Klaten) yang urung berangkat. Baru empat haridari dua pekanErma sudah tidak tahan.
Dia pulang ke Klaten dan hanya meninggalkan secarik kertas yang berisi resume tentang Grameen Banksebuah bank di Bangladesh yang mengkhususkan diri pada pemberdayaan kaum miskin perempuan. Secarik kertas itulah yang kemudian mengubah jalan hidupnya. Slamet Riyadi, Manajer Yayasan Mitra Usaha, Jakarta, justru mengajaknya ikut pelatihan lanjutan di Tangerang karena dia melihat potensi Erma.
Selama sebulan Erma bersama enam calon manajer Mitra Usaha yang lain digembleng langsung oleh Sukur Kasim, asisten Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian yang juga pendiri Grameen Bank. Dia juga diajak mencari nasabah. Erma mulai jatuh cinta pada pemberdayaan kaum miskin dengan pola Grameen Bank.
Ibu seorang anak ini kemudian membuka Yayasan Mitra Usaha di Klaten pada Januari 2003. Meski sudah melakukan survei selama tiga bulan, tetap saja tak mudah mencari nasabah. Masyarakat miskin enggan menerima uluran tangannya. Hambatan juga banyak datang dari para pamong desa. ”Mereka malah menceritakan bahwa warganya doyan mengemplang utang,” katanya.
Namun, Erma tak mau kalah. Dengan telaten dia mengajak mereka bergabung dengan Mitra Usaha. Satu per satu nasabah mulai dia rengkuh, Lulusan Program Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, tak cuma bicara melulu soal utang-piutang. Dalam rembuk mingguan, Erma sering menjadi tempat nasabahnya curhat.
Ada yang mengadu mereka sering dipukuli suaminya, ada yang putus asa anaknya terjerat narkoba, sampai terperangkap utang rentenir. Tak hanya mendengar, Erna juga mengajak bicara para suami. Dia mengajarkan mulai dari soal hitung-menghitung sampai masalah kebersamaan dalam kelompok. Kebersamaan memang penting karena Mitra Usaha mengembangkan sistem tanggung renteng: jika ada kredit yang macet, anggota lain akan menanggungnya bersama-sama.
Dengan cara itu, secara perlahan anggota Mitra Usaha Klaten terus bertambah. Itu yang membuat Mitra Usaha Klaten kelihatan lebih moncer dibanding yang lain. ”Dia bekerja dengan hati,” kata Muchtar.
Erma Ismail Choirun Nisa Tempat dan tanggal lahir: Klaten, 15 Januari 1973 Pendidikan:
Pekerjaan:
Organisasi: Anggota Aliansi Peduli Perempuan Klaten Verifikasi:
|
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo