Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Deregulasi Di Empat Penjuru

Paket mei 1990 disambut baik oleh pengusaha dalam dan luar negeri. isinya membebaskan tataniaga ekspor dan impor, pembebasan perlindungan non-tarif. paket tersebut menembus bidang kesehatan dan peternakan.

2 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENKO Ekuin Radius Prawiro belakangan ini nampak agak langsing sekali pun belum berhasil mencapai berat badan yang dianjurkan oleh dokter: 68 kg "Tubuh saya kelebihan empat kilo, dan pelan-pelan akan saya kurangi terus kata Radius, yang sudah setahun silam berhenti merokok. Dan hari-hari ini kantornya, yang satu atap dengan Menteri Keuangan Sumarlin, di Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, mulai sering dikunjungi oleh wartawan. Demikianlah, tak kurang dari 122 wartawan dalam dan luar negeri yang memenuhi ruang Graha Sawala, Departemen Keuangan, Senin malam pekan ini, untuk mendengarkan keputusan Pemerintah tentang deregulasi baru, disebut Paket Mei 1990, yang menyangkut empat sektor pembangunan: industri, perdagangan, kesehatan, dan pertanian. Paket Mei tersebut, seperti dikemukakan Radius, adalah melanjutkan penurunan tarif bea masuk secara umum, agar biaya ekonomi tinggi semakin berkurang, dan, ini yang penting, untuk memperluas cakupan penggantian perlindungan terhadap tarif menjadi perlindungan tarif. Seperti diketahui, perlindungan tarif selama ini masih diberikan oleh Pemerintah kepada sejumlah pengusaha di Indonesia, yang bisa berbentuk larangan untuk mengimpor barang-barang ter- tentu, dengan alasan untuk melindungi produksinya di dalam negeri, dan adanya sejumlah importir tertunjuk yang menikmati impor bahan baku, barang setengah jadi, sampai barang jadi. Cakupan Paket ini memang belum menyentuh barang-barang yang impornya masih diatur, seperti di bidang otomotif, impor gandum dan kelapa sawit, dan bahan baku plastik. Namun ia sudah bisa menembus usaha peternakan perikanan, bidang usaha apotek dan obat tradisional. Paket tersebut juga berhasil membebaskan tata niaga impor dan ekspor berbagai komoditi pertanian dan industri serta tarif bea masuk dan bea masuk tambahan komoditi pertanian, obat-obatan, dan sejumlah besar komoditi industri manufaktur. Bisa dipastikan deregulasi baru yang sarat dengan pembebasan nontarif akan disambut luas, sampai ke luar negeri. Itu dibenarkan oleh Menteri Perdagangan Arifin Siregar dalam percakapan dengan reporter TEMPO Bambang Aji seusai pen- jelasan di Graha Sawala. Dalam setiap perundingan Uruguay Round, mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat selalu mendesak agar Indonesia membuat suatu sistem perdagangan yang lebih bebas, seperti bebas dari hambatan-hambatan nontarif, dan kalau bisa menurunkan tingkat tarif yang sudah ada. Ekspor dari Indonesia ke AS tahun lalu sudah mencapai US$ 3,5 milyar. "Bisa jadi impor yang berasal dari Amerika dan Eropa akan terangsang setelah ini," kata Arifin. Menteri Kesehatan Adhyatma adalah orang yang kelihatan gembira malam itu. Maklum, baru pertama kalinya angin dere- gulasi mampir di sektornya. Itu pun, kata beberapa sumber yang mengetahui, antara lain adalah berkat perjuangan gigih sang dokter. Paket Mei 1990 memang meliputi penyederhanaan perizinan, dan membuka peluang bag siapa saja yang ingin membuka pabrik obat dan apotek, asalkan memenuh persyaratan usaha. Sejumlah SK baru pun dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan. Umumnya mengenai penyederhanaan dan penyempurnaan sebagai berikut: izin usaha industri farmasi izin usaha dan penyelenggara usaha perdagangan besar farmasi, pem-berian izin membuka apotek pendaftaran obat jadi izin usaha industri obat tradisional dan pen-daftarannya dan penyederhanaan tata niaga impor bahan baku obat serta penyesuaian tarif bea masuk dan bea masuk tambahan. Setengah lusin SK yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Adhyatma juga menetapkan batas waktu penyelesaian proses perizinan/pendaftaran, hingga memberikan kepastian kepada pemohon izin usaha dan pemohon pendaftaran obat. Lalu, ada- nya pengurangan tahapan proses perizinan/pendaftaran dari ke- tentuan yang lama, agar prosesnya dapat dipersingkat. Masa berlaku izin usaha dan pendaftaran obat juga tidak terbatas, alias berlaku seterusnya sepanjang perusahaan masih melakukan usahanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keran Usaha Pedagang Besar Farmasi yang selama ini tertutup bagi modal asing (PMA) pun mulai dibuka, dalam bentuk usaha patungan dengan perusahaan nasional. Untuk itu, pemberian izin dan pendaftaran tidak dipungut biaya. Selain itu, Pemerintah juga menilai sudah waktunya untuk membuka keran impor bagi oabat-obatan dari luar negeri, yang akan dikenai bea masuk yang "wajar". Mudah diduga, pabrik-pabrik farmasi di dalam negeri yang selama ini menikmati perlindungan nontarif -- tapi tetap mema- sang harga produksinya yang tak terjangkau oleh orang banyak -- harus berhadapan dengan obat impor, yang siapa tahu bakal lebih murah. Tata niaga impor kapsul farmasi dan bahan baku obat-obatan, yang semula hanya boleh diimpor oleh sejumlah importir tertentu, sekarang bebas dilakukan oleh importir umum. Harapan Adhyatma adalah, harga akan dikerek ke bawah, berkat timbulnya persaingan. Mudah-mudahan saja persaingan yang mungkin akan berlangsung seru di pasaran obat tak akan mengurangi mutu produk. Ini, seperti diakui oleh Adhyatma, membutuhkan pengawasan yang ketat. Suatu hal yang memang tak mudah dilaksanakan. Singgahnya deregulasi di sektor pertanian juga merupakan hal baru yang sebelumnya tak pernah ada. Ini meliputi: pembinaan usaha peternakan ayam ras, izin usaha peternakan dan perikanan, dan pengujian mutu ikan segar serta ikan beku untuk ekspor. Dalam hal ayam ras, Dirjen Peternakan Soehadji optimistis, akan bisa meraih devisa lebih banyak. "Ekspor unggas kita sekarang sudah mencapai US$ 1,5 juta setahun. Kini kita sedang mengincar Jepang, dan mereka sudah minta kita untuk masuk," kata Soehadji kepada Liston P. Siregar dari TEMPO. Menurut sang dirjen, tahun lalu Indonesia sudah lolos kualifikasi mutu di Jepang. Mereka mempertimbangkan empat faktor: residu, antibiotik, hormon, dan pestisida. "Itu semua sudah kami penuhi, tapi nggak bisa dilakukan oleh usaha peternakan rakyat yang serba kecil," katanya. Maka, menurut aturan baru setelah deregulasi, seperti tertuang dalam Keppres No. 20/1990, sebagai pengganti Keppres No. 50/1981, perusahaan PMDN dapat melakukan usaha budi daya bila bekerja sama dengan peternakan rakyat. Demikian pula PMA boleh saja berkongsi dengan peternakan rakyat, dengan syarat minimal 65% produksinya bisa diekspor. Tentu kerja sama tersebut mengandung persyaratan yang menguntungkan peternak kecil. Memang, selama tiga tahun pertama untuk ayam pedaging, PMDN dan PMA bebas berusaha sendiri. Tapi setelah itu mereka diharuskan bekerja sama de- ngan peternak kecil. Lalu, tiga tahun kemudian, bagian produksi yang jatuh ke tangan para peternak kecil harus lebih besar. Hal yang sama juga berlaku untuk ayam petelur, hanya jangka waktunya adalah lima tahun. Bentuk kerja sama tersebut mengharuskan PMDN dan PMA me- nyediakan sarana produksi, modal, dan memasarkan hasil peternakan rakyat. "Ini semacam pola PIR hingga peternak kecil dapat mempunyai kepastian dalam memasarkan hasilnya," kata Radius Prawiro. Menurut keppres yang lama, Bulog banyak berperan. Misalnya dalam stabilisasi harga, pemasaran, pro- mosi, dan menyediakan sarana penyimpanan. Kini peran Bulog tidak diatur sama sekali. Maka, tata niaga hasil unggas pun tunduk pada mekanisme harga sesuai dengan pasar. Di sektor perdagangan, banyak juga peraturan yang dicabut alias dibebaskan. Antara lain pencabutan pala/bunga pala dari tata niaga ekspor, yang kini diatur dalam SK Menteri Perdagangan No. 141/1990. Maka, setiap perusahaan yang telah memiliki surat izin usaha perdagangan boleh saja melakukan ekspor pala/bunga pala. Produksi pala dan buanga pala, seperti halnya dengan jenis rempah--rempah lain, hampir seluruhnya (97%) dihasilkan oleh petani kecil dan perkebun-an rakyat. Devisa yang masuk dari komoditi tersebut pada 1987 tercatat US$ 44,8 juta, dan tahun berikutnya malah turun menjadi US$ 29,5 juta. Suatu jumlah yang tak seberapa. Maka, Arifin Siregar pun berharap, melalui SK-nya yang baru, ekspor biji pala dan bunga pala akan meraih devisa yanbg jauh lebih besar, terutama ke AS dan Eropa. Pembebasan lain adalah pencabutan sayur-mayur dari Sumatera Utara dari ketentuan tata niaga ekspor. Jauh sebelum 1970, ekspor sayur-mayur sudah berlangsung dari Sumatera Utara ke dua pasaran utama, Malaysia dan Singapura. Ekspor rata-rata tahunan antara 1984 dan 1989 berjumlah US$ 7,8 juta, dengan ekspor terendah US$ 6,9 juta pada 1984, dan tertinggi US$ 10 juta pada 1989. Jumlah tersebut nampaknya sulit didongkrak. Dari eksportir tertunjuk yang berjumlah 21, cuma beberapa yang masih aktif. Mungkin, salah satu sebabnya adalah berbagai pembatasan yang melekat pada mereka. Kini ekspor sayur-mayur dari Sumatera dapat dilakukan dalam jumlah yang tak lagi dibatasi, dan boleh dilakukan oleh setiap perusahaan yang memiliki SIUP atau izin usaha lain yang dipandang sah. Demikian pula untuk ekspor biji tengkawang, yang berasal dari pohon sejenis meranti, yang hanya ada di Indonesia (Kalimantan dan Malaysia (Serawak). Hasilnya -- terutama dipa- kai sebagai bahan campuran oleh industri cokelat tidaklah menentu, mengingat panennya amat peka terhadap musim. Selama panen raya empat tahun sekali, produksi biji tengkawang bisa mencapai 25.000 ton. Tapi di saat-saat biasa, produksi hanya mencapai ratusan ton. Alkisah, komoditi yang punya pasar di Negeri Belanda, Jerman Barat, dan Jepang itu agak telantar di Indonesia. Ekspornya setahun paling banter mencapai US$ 3,5 juta. Sementara itu, dari 14 eksportir tertunjuk, praktis hanya tiga yang masih aktif. Sehingga, menurut pihak Departemen Perdagangan, terjadi suasana pasar yang bersifat oligopoli, yang mendekati monopoli. Akibatnya jelas, harga beli dari petani pemungut mudah mereka permainkan hingga menjadi amat rendah. Akhirnya, setelah melalui perundingan yang cukup lama, pemerintah menganggap perlu untuk membebaskan saja biji tengkawang dari ketentuan tata niaga ekspor yang berlaku selama ini. Dengan demikian, setiap perusahaan yang telah memiliki izin usaha seperti SIUP, dan izin usaha lain, dibolehkan mengekspor biji tengkawang dalam jumlah yang tak dibatasi. Hal serupa terjadi dengan cassia vera. Jenis rempah yang juga disebut kayu manis itu umumnya dihasilkan oleh para petani kecil melalui ausaha perkebunan rakyat. Sumatera Barat dan Jambi dikenal sebagai gudang cassia vera. Terutarna dari dua provinsi itulah Indonesia bisa tampil sebagai pemasok utama kebutuhan dunia akan kayu manis yang 85%. Jenis rempah tersebut juga tak luput dikuasai para eksportir terdaftar, yang memang ditunjuk oleh Departemen Perdagangan. Di samping itu, ekspor komoditi tersebut harus dilakukan melalui Badan Pemasaran Bersama Cassia Vera Indonesia (BPBCI). Pembatasan tersebut, di tengah pasaran yang membaik, oleh pemerintah dianggap belum dapat menampung seluruh potensi eksportir cassia vera untuk lebih memanfaatkan peluang-peluang di pasar internasional. Di samping itu, kebijaksanaan yang berlaku selama ini juga dipandang kurang mampu menampung produksi komoditi tersebut dari daerah-daerah produksi baru yang tengah dikembangkan di berbagai provinsi lain. Lewat senjata Paket Mei tersebut, terbukalah kesempatan bagi setiap eksportir untuk berdagang cassia vera sebanyak dan seluas mungkin, tanpa memerlukan izin dari instansi manapun. Apakah para eksportir akan lebih tergerak mengekspor kayu manis, masih harus dilihat. Tapi posisi Indonesia yang nomor satu di AS tak menutup kemungkinan itu. Yang juga menarik dari SK yang dikeluarkan Menteri Perdagangan adalah pencabutan ketentuan mengenai pengukuhan pembentukan Kelompok Eksportir Terdaftar Kopi dan Badan Pemasaran Bersama (Marketing Group) Eksportir Kopi Indonesia. Masih di sektor perdagangan, larangan ekspor dalam segala bentuk dari kayu cendana, laka, dan gaharu juga dibikin kendur. Yaitu dengan mengizinkan ekspor hasil olahan dari kayu cendana dan kayu laka, serta mengizinkan ekspor gaharu dalam segala bentuk. Sementara itu, yang tergolong besar, dan termasuk peka, masih jauh dari terjamah, agaknya. Sampai kapan, entahlah. Tapi, menurut Menteri Muda Keuangan Nasrudin Sumintapura, tak lama lagi akan keluar paket deregulasi untuk pasar mo- dal. Tapi sebaiknya orang bersiap-slap menerima kabar yang tak gemebyar dari kaum teknokrat, bukan? Fikri Jufri dan Liston P. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus