Kapitalisasi di BEJ mencapai Rp 8,9 trilyun. Ada sedikit masalah dengan daya beli lokal, sementara minat asing semakin menggila. PT Indah Kiat Pulp & Paper Corp memecah rekor. Pabrik kertas dan pulp atau bubur kertas milik Grup Sinar Mas ini akan menjual 60 juta sa-ham yang ditawarkannya dengan harga Rp 10.600 per unit, Juli nanti. "Untuk ukuran internasional pun, ini jumlah yang cukup besar," kata Toyokazu Shirahata, Presiden Direktur PT Nomura Indonesia, penjamin pelaksana emisi Indah Kiat. Barisan pendatang baru yang berjejal-jejal itu jelas mendongkrak kapitalisas pasar di Bursa Jakarta. Yang dimaksud kapitalisasi adalah jumlah seluruh nilai saham yang sudah dicatatkan di bursa. Jika di hitung dengan harga perdananya saja, kapitalisasi pasar sampai Mei sudah mencapai Rp 8,9 trilyun. Pertumbuhan ini mengagumkan. Akhir tahun lalu, kapitalisasi itu baru Rp 4,12 trilyun. Tak berlebihan jika majalah Time menobatkan Bursa Efek Jakarta sebagai salah satu dari tiga bursa yang paling sukses di dunia, di samping Santiago di Cili dan Istambul di Turki. Sedangkan Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal, Marzuki Usman, menjulukinya bak "monster yang terus berkembang". Tapi bila bursa sudah mirip monster, apakah pasar mampu me- nyerap pasokan yang sedemikian besar? Apalagi September nanti, masih ada pelepasan saham Barito Timber milik Prayo-go Pangestu senilai Rp 1,1 trilyun. Belum lagi antrean BUMN yang masuk bursa, tahun ini juga. Buat pemodal asing, banjir saham bukan soal. Saham Indah Kiat, contohnya. "Sudah banyak tawaran datang dari seluruh dunia," kata Shirahata. Ia bahkan takut mengecewakan pelanggan Nomura dari mancanegara karena mungkin tidak mendapat jatah sesuai dengan pesanan. Dana khusus untuk ditanamkan di pasar modal Jakarta pun sudah banyak terbentuk. Sejak April lalu, Nomura meluncurkan sertifikat Indonesia Fund yang dijual di bursa New York. Dana sebesar US$ 60 juta yang disedot dari sana semuanya akan dibelanjakan di Bursa Jakarta. Yang terbaru adalah dari PT Asian Development Securities yang diresmikan Senin pekan ini. Perusahaan yang 49 persen sahamnya dimiliki oleh Yamaichi Securities Co. - termasuk empat besar di Jepang -- akan meluncurkan pula Indonesia Development Fund sebesar US$ 60 juta. Seluruhnya juga akan dipakai untuk membeli saham di Jakarta. Yang agak mencemaskan adalah kemampuan pasar lokal. Karena pemodal asing hanya boleh membeli 49 persen dari saham yang dicatatkan, maka sisa yang 51 persen, mau tak mau, harus diserap oleh pasar lokal. Masalah timbul karena pasar lokal terbatas kemampuannya. Saham Inco, misalnya, tak tak terjual habis di pasar lokal meski pesanan dari luar mbludak. Menghadapi keterbatasan pasar lokal itu, perusahaan yang go public tampaknya tidak kehabisan akal. Mereka ramai-ramai mencatatkan tambahan saham di bursa. PT Inti Indorayon Utama, misalnya, yang menawarkan 27,2 juta saham pekan ini. Setelah masa penawaran selesai, Indorayon lalu mencatatkan tambahan sebanyak 22,8 juta saham. Pada dasarnya, saham ini tak benar-benar dijual ke pasar -- sekedar dicatatkan saja. Tujuannya adalah untuk memperbesar jumlah saham yang dicatatkan di bursa. Nah, dengan saham yang tercatat menjadi 50 juta, maka jatah asing bisa didongkrak menjadi 24,5 juta saham sebelumnya cuma 13,32 juta saham. Indah Kiat pun melakukan kiat yang sama, dengan mencatatkan ke-459 juta sahamnya di bursa. Itu berarti, hampir semua saham yang ada di pasar bisa jatuh ke tangan investor asing. "Saya khawatir kalau mereka cabut serentak," kata seorang top eksekutif dari grup besar. Tapi, jika melihat makin tingginya kredibilitas Bursa Jakarta, ke- mungkinan itu kecil sekali. Entah nanti. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini