Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Massa driver ojek online yang tergabung dalam Laskar Malari menggelar aksi unjuk rasa di kawasan silang Monas menuntut pemerintah memberikan payung hukum yang menjamin hak para driver ojek online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Payung hukum itu janji Kepala Negara 2018. Kami ini profesinya sama seperti l**te, sama ngga ada bedanya. duitnya diambil tapi ngga diakui," kata penanggung jawab aksi Danies Stefanus, Jumat, 9 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mereka mendesak pemerintah menghapuskan potongan 20 persen yang ditetapkan aplikator. Sebab, potongan tersebut dinilai merugikan.
Potongan itu semakin berat dirasa ojek online setelah Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM hingga 30 persen, sementara kenaikan tarif ojek online hanya 8 sampai 15 persen.
"BBM naik 30 persen, kami naik 8 persen sampai 15 persen itu tarif batas atas yang dipakai batas tarif bawah biar yang pesan banyak," ujarnya.
Menurutnya, kenailan 8 persen tidak masuk akal, sementara yang 15 persen sebagai batas tarif atas tidak digunakan. Aplikator, kata dia, hanya menggunakan 8 persen sebagai batas tarif bawah agar banyak pengguna.
Mereka menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tidak berani.melawan apliktor. Bahkan ia mengatakan, pihak aplikator tidak membayar pajak.
"Aplikator sampai saat ini tidak bayar pajak. Alasannya rugi. Kami sudah audiensi. Bagaimana perusahaan besar ngga bayar pajak alasannya rugi," katanya.
Dalam orasi, disampaikan bahwa kenaikan harga BBM menjadi beban bagi masyarakat. Selain itu, tidak ada peraturan yang mengikat aplikator dalam menetapkan tarif, sehingga aplikator bebas menaikkan tarif.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlindungan hukum agar terlindung dari kebijakan aplikator yang sewenang-wenang. Dalam aksi ini, massa yang hadir tidak saja dari ojek online, tetapi ada pemuda dan mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM.
MUTIA YUANTISYA