Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan atau Kemenhub sudah mulai membahas revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Revisi itu dilakukan untuk memasukkan ojek online alias ojol masuk menjadi kategori angkutan umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi teman-teman di Kemenhub juga lagi berjuang agar nantinya ada revisi dari UU Nomor 22 Tahun 2009 supaya ojol itu menjadi bagian dari pada angkutan umum,” ujar Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Suharto di Jakarta Selatan pada Rabu, 10 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, Suharto menjelaskan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi baru membuat diskresi atau keputusan yang menyangkut khalayak orang banyak. Pasalnya, perlu adanya perlindungan dan kepastian keselamatan, serta keamanan para pengemudi ojol.
“Masih dibicarakan (revisi UU Nomor 22 Tahun 2009). Selesainya kapan ya masih belum tahu, masih dibicarakan, ini kan baru selesai penyesuaian tarif ojol. Satu-satu, lah,” ujar Suharto.
Pada Mei lalu, Anggota DPR RI Syaifullah Tamliha menyatakan dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang saat ini berlaku, ojol tak masuk ke dalam kategori kendaraan angkutan. Dia menjelaskan DPR ingin memberikan jaminan hukum atas keselamatan para pengguna jalan raya.
Selain itu juga mengatur terkait jaminan kesejahteraan bagi para pengemudi ojol dalam rancangan revisi undang-undang (RUU) tersebut.
"Banyak hal tentunya yang menjadi poin penting dalam RUU ini, selain mengatur tentang jaminan keselamatan bagi para pengguna jalan raya. RUU ini akan mengatur jaminan kesejahteraan bagi para pengemudi, termasuk pengemudi transportasi online," kata Wakil Ketua Komisi V DPR Syaifullah Tamliha, pada 25 Mei 2022.
Selanjutnya: Komisi V DPR sudah berdidkusi dengan banyak pihak membahas revisi UU tersebut.
Komisi V DPR, katanya, telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Penyusunan Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). RDPU itu dihadiri perwakilan The Institute For Transportation And Development Policy (ITDP), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Institut Studi Transportasi (INSTRAN).
Dalam rapat itu, menurut Syaifullah, Komisi V DPR meminta masukan dari para ahli terkait urgensi merevisi Undang-undang tersebut di tengah modernisasi sistem lalu lintas dan angkutan yang kini terjadi.
Seperti halnya keberadaan bisnis angkutan online yang telah menyasar kendaraan roda dua sebagai sarana angkutan. Sementara pada UU Nomor 22 Tahun 2009 keberadaan kendaraan roda dua atau sepeda motor tidak termasuk dalam kategori angkutan.
"Kita menilai revisi ini sangat dibutuhkan mengingat perkembangan modernisasi bisnis angkutan saat ini. Makanya melalui revisi ini nanti kita berharap bisnis transportasi online dapat diberikan ketegasan terkait penggunaan sepeda motor sebagai transportasi angkutan," kata Syaifullah.
Selain itu, kata dia, revisi itu juga dilakukan sebagai upaya mendorong perbaikan pelayanan publik di sektor lalu lintas dan angkutan jalan. Melalui revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan itu, Komisi V DPR ke depan berwacana pemerintah dapat membentuk Dewan Transportasi Nasional (DTN) yang tak hanya berfungsi mengatur tentang sistem lalu lintas, api turut mengawasi perkembangan bisnis transportasi.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.