Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden disebut-sebut kesal terhadap PT Kimia Farma yang menimbulkan resistansi dari program vaksin berbayar.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diduga tak sreg dengan program vaksinasi berbayar.
Sejumlah perusahaan diduga menikmati jatah vaksin gotong-royong meski tak mendaftar ke Kadin.
HAMPIR sepekan menuai polemik, program Vaksinasi Gotong Royong berbayar untuk individu akhirnya bubar jalan. Pembatalan program itu diumumkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat sore, 16 Juli lalu. “Presiden telah memberi arahan tegas untuk vaksin berbayar melalui Kimia Farma semua dibatalkan dan dicabut sehingga semua vaksin tetap gratis,” ujar Pramono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, program Vaksinasi Gotong Royong melalui mekanisme perusahaan tetap berjalan. Menurut Pramono, biaya vaksin Covid-19 ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Sedangkan karyawan atau keluarganya tak perlu merogoh kocek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program vaksinasi mandiri berbayar diumumkan oleh Direktur Utama PT Kimia Farma Verdi Budidarmo pada Sabtu, 10 Juli lalu. Verdi menyatakan vaksinasi untuk individu itu dimulai Senin, 12 Juli. Layanan vaksinasi itu tersedia di delapan apotek Kimia Farma dengan vaksin merek Sinopharm buatan Cina. Biayanya Rp 439.570 untuk satu kali suntik atau Rp 880 ribu untuk dua kali injeksi. Rencana itu mendadak sontak menuai kritik dari berbagai kalangan. Mengklaim vaksin berbayar diminati masyarakat, Kimia Farma justru mengeluarkan keterangan bahwa program itu ditunda pada hari pelaksanaan.
Sebelum memutuskan pembatalan vaksin berbayar, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas secara virtual dengan sejumlah anak buahnya untuk membahas penanganan pandemi Covid-19. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy; Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto; Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin; serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Baca: Pengakuan WNI Dikarantina di Hotel, Mendadak Positif dan Wajib Membayar Belasan Juta Rupiah
Suasana Apotik Kimia Farma usai pembatalan pelaksanaan vaksinasi individu atau vaksinasi berbayar, di kawasan Senen, Jakarta, 12 Juli 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Dua pejabat yang mengetahui isi rapat itu bercerita, ketika pembahasan menyentuh soal vaksinasi berbayar, Jokowi sempat meluapkan kedongkolannya terhadap Kimia Farma, yang menjalankan program tersebut. Jokowi, kata dua pejabat tersebut, menilai perusahaan pelat merah itu tidak mensosialisasi program vaksin berbayar dengan baik. Jokowi juga mengungkapkan kekesalannya karena timbul persepsi negatif terhadap vaksinasi yang sedang dijalankan pemerintah.
Seorang pejabat mengatakan Presiden mendapat informasi tentang kritik terhadap vaksin mandiri berbayar dari berbagai pihak. Salah satunya dari intelijen, yang menyebutkan resistansi terhadap program tersebut tinggi. Sejumlah kalangan, dari partai politik, buruh, lembaga swadaya masyarakat, hingga Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengkritik rencana tersebut. Deputi Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto tak merespons pesan WhatsApp dan panggilan telepon Tempo. Begitu pula Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menanggapi kekesalan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas, menurut dua pejabat itu, Menteri BUMN Erick Thohir sempat meminta maaf kepada Presiden. Ia berjanji membenahi perusahaan tersebut. Dimintai tanggapan pada Sabtu malam, 17 Juli lalu, Erick membenarkan informasi itu. “Saya minta maaf dalam arti ada masalah kegaduhan, tapi memang vaksin gotong-royong tetap berjalan,” ucapnya.
•••
WACANA vaksinasi berbayar bukan barang anyar. Pada 19 Oktober 2020, Presiden Joko Widodo menyampaikan ada vaksin berbayar dan gratis. Vaksin gratis akan dikelola oleh Kementerian Kesehatan, sedangkan yang berbiaya ditangani oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara. “Siapa yang gratis, siapa yang mandiri dijelaskan betul. Harus detail,” katanya. Namun, pada 16 Desember 2020, Jokowi menyatakan vaksin akan digratiskan.
Sekitar sebulan kemudian, atau pada 13 Januari lalu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani bertemu dengan Jokowi di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, Rosan menyampaikan perlunya melibatkan swasta dalam program vaksinasi agar herd immunity atau kekebalan kelompok lebih cepat terwujud. Dari sinilah kemudian muncul program Vaksinasi Gotong Royong dengan skema pembayaran oleh perusahaan.
Baca: Robohnya Rumah Sakit Kami
Bongkar muat kontainer berisi vaksin COVID-19 Sinopharm di Terminal Cargo, Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 13 Juli 2021. ANTARA/Fauzan
Belakangan, upaya mengaktifkan lagi vaksin mandiri berbayar muncul dalam pertemuan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian serta Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin Airlangga Hartarto pada 26 Juni lalu. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan rapat itu membahas pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong yang lamban. Hanya sekitar 300 ribu dosis yang terserap dari 1,5 juta dosis. “Memang ada concern, kok lambat sekali Vaksinasi Gotong Royong,” tutur Budi dalam rapat kerja dengan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 13 Juli lalu.
Menurut Budi, dalam rapat itu muncul wacana membuka berbagai opsi kelanjutan Vaksinasi Gotong Royong seperti untuk ibu hamil, anak, dan individu. Hasil rapat itu dibawa ke rapat terbatas dua hari kemudian, yang dihadiri Presiden Jokowi. Hingga akhirnya, pada Senin, 5 Juli lalu, terbit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 yang memperbolehkan Vaksinasi Gotong Royong untuk individu yang membayar sendiri.
Sejumlah pejabat yang diwawancarai Tempo bercerita, Menteri Budi Gunadi Sadikin sebenarnya tak terlalu sreg dengan program vaksin berbayar tersebut. Namun, karena desakan dari koleganya cukup kencang, Budi akhirnya menandatangani peraturan tersebut. Dimintai tanggapan tentang informasi itu, Budi tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo hingga Sabtu malam, 17 Juli lalu.
Saat rapat dengan Komisi Kesehatan DPR, Budi Gunadi Sadikin mengatakan kementeriannya tidak terlibat dalam pengadaan dan pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong. Namun dia mengakui keputusan vaksin berbayar dikoordinasikan dengan lembaganya. “Kami hanya terlibat itu vaksin apa dan jumlahnya berapa banyak. Itu saja,” katanya.
Begitu pula Airlangga Hartarto tak menanggapi permintaan wawancara. Melalui siaran pers pada Senin, 12 Juli lalu, Airlangga menyatakan Vaksinasi Gotong Royong merupakan pilihan bagi individu yang ingin berpartisipasi mempercepat vaksinasi. “Vaksinasi Gotong Royong sangat kontekstual mengingat kondisi pandemi sedang memburuk,” tuturnya.
Lima orang—tiga di antaranya pejabat—yang mengetahui proses pembahasan vaksinasi mandiri berbayar mengatakan program tersebut didukung oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Dari lima narasumber itu, dua orang menyebutkan bahwa Kimia Farma sebagai penyelenggara vaksinasi berbayar mengambil keuntungan hingga 20 persen. Margin itu sama dengan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm Melalui Penunjukan PT Bio Farma dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Vaksinasi Gotong Royong.
Baca: Tiga Tabung Oksigen untuk Sebelas Pasien
Tempo menghitung keuntungan potensial yang bisa didapatkan oleh PT Kimia Farma—anak usaha dari Bio Farma yang menjadi holding BUMN farmasi—yang menjalankan program vaksin berbayar. Dengan margin 20 persen untuk vaksin Sinopharm dan keuntungan 15 persen untuk biaya pelayanan vaksinasi, dikalikan dengan 15 juta dosis yang akan didatangkan, perusahaan negara bisa mendapat cuan sekitar Rp 1 triliun.
Erick membantah ada cawe-cawe dalam program vaksinasi berbayar. “Demi Allah, saya tidak pernah mendorong vaksin individu,” ujarnya dalam wawancara khusus dengan Tempo, Sabtu, 17 Juli lalu. Adapun Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro mengatakan perusahaannya menentukan harga dengan mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan.
Tiga pejabat dan satu pengusaha yang mengetahui seluk-beluk Vaksinasi Gotong Royong mengatakan program tersebut diduga ditunggangi sejumlah pengusaha. Menurut mereka, pengusaha ikut mendanai impor vaksin Sinopharm. Di sisi lain, keuangan perusahaan BUMN tak kuat membayar biaya impor vaksin. Seorang narasumber mengatakan diskusi tentang boncosnya kantong perusahaan BUMN itu pernah disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury dalam sebuah rapat di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian.
Dimintai tanggapan, Pahala membantah pernah menyampaikan hal itu. Dia juga menyangkal ada keterlibatan pengusaha yang mendanai impor vaksin. “Enggak betul kami beli pakai uang swasta,” katanya. Adapun Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir dan Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro tak menanggapi permintaan wawancara.
Kepada Tempo, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan kebijakan vaksinasi berbayar memiliki potensi fraud dari perencanaan, pengesahan, sampai implementasi dan evaluasi program. Firli mengaku telah menyampaikan pendapat tersebut dalam rapat yang digelar Senin, 12 Juli lalu, bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, serta sejumlah menteri lain.
Besarnya keuntungan dari program vaksin mandiri berbayar membuat sejumlah perusahaan berancang-ancang mengimpor vaksin dari luar negeri. Dua orang yang mengetahui proses impor itu menyebutkan sejumlah pengusaha dan pimpinan lembaga tinggi negara telah mendaftarkan merek vaksin dari negara di Eropa ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito membenarkan ada perusahaan yang mengajukan registrasi ke lembaganya. “Sedang melengkapi data mutu dan keamanan yang dibutuhkan,” tuturnya.
Terlepas dari keuntungan yang didapat, kalangan pengusaha telah meminta kepada pemerintah agar bisa mengimpor vaksin langsung. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia periode 2008-2013, Sofjan Wanandi, mengakui ikut mendorong impor tersebut untuk mempercepat vaksinasi kepada puluhan ribu karyawannya. “Daripada kami bolak-balik swab anak buah mahal, mending kita beli vaksin. Tapi kan belum boleh,” ujarnya.
Seorang narasumber yang mengetahui rencana impor vaksin mengatakan para pengusaha akan diperbolehkan mengimpor vaksin langsung pada triwulan terakhir 2021. Namun Menteri Erick Thohir menyebutkan keran impor oleh swasta belum dibuka untuk menjaga pengawasan vaksinasi. “Ini transaksi pemerintah, enggak ada lewat perusahaan,” katanya. Pada Desember tahun lalu, Erick memberi sinyal impor vaksin oleh swasta bisa dilakukan pada 2022 atau 2023 ketika mayoritas penduduk sudah divaksin. Peluang itu juga tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Penanggulangan Pandemi.
•••
DIGADANG-gadang dapat membantu pemerintah mempercepat timbulnya herd immunity, pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong malah kedodoran. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia periode 2008-2013, Sofjan Wanandi, menuding Bio Farma tak memberikan alokasi sesuai dengan permintaan perusahaan. “Jadi itu semua kuota ditentukan Bio Farma mesti bagi-bagi,” ujar Sofjan kepada Tempo, Rabu, 14 Juli lalu.
Bos Gemala Group yang menaungi PT Yuasa Battery Indonesia itu mengatakan perusahaannya hanya diberi jatah vaksin untuk 2.000 karyawan. Padahal ia mengajukan permintaan vaksin untuk 10 ribu karyawan. Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri Indonesia yang diperoleh Tempo, PT Pan Brothers juga cuma mendapat jatah vaksin untuk 2.000 karyawan. Wakil Direktur Utama Pan Brothers Anne Patricia Susanto menyatakan perusahaan hanya mendapat jatah sedikit lantaran vaksin terlambat datang.
Data Kadin menunjukkan, sejak Vaksinasi Gotong Royong dimulai, Bio Farma baru mengalokasikan 930 ribu dosis dari 1,5 juta dosis vaksin Sinopharm yang masuk ke Indonesia. Tercatat 28 ribu perusahaan mendaftarkan 10,5 juta peserta lewat Kadin. Pada pelaksanaan vaksinasi tahap kedua, distribusi vaksin Sinopharm pun tidak merata. Dari 121 perusahaan yang sudah membayar, baru delapan yang mendapat vaksin pada 25 dan 26 Juni.
Seorang petinggi Kadin menduga terjadi kebocoran jatah vaksin gotong-royong. Antara lain, ke perusahaan media besar dan perbankan internasional. Keduanya tidak tercatat di data Kadin, tapi telah menyelenggarakan vaksinasi dengan vaksin Sinopharm. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan akan memeriksa informasi tersebut. Namun ia tak menutup peluang vaksinasi tanpa melalui jalur Kadin. “Sebenarnya bisa saja sepanjang tak menyalahi harga yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Pemberian dosis pertama vaksin Covid-19 Sinopharm, dalam rangka Vaksinasi Gotong Royong di Lapangan Tenis Indoor Senayan, Jakarta, 19 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tersendatnya pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Sofjan Wanandi mengatakan mantan Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, telah menyampaikan kendala pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong kepada Presiden pada Senin, 28 Juni lalu, di Istana. Dalam pertemuan yang juga dihadiri Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid dan Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Anindya Bakrie itu, Rosan menyampaikan berbagai kendala vaksinasi. Dimintai tanggapan, Rosan tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo.
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengakui tak semua kuota yang disodorkan perusahaan dapat dipenuhi. Alasannya, pemerintah ingin lebih banyak perusahaan yang mendapat kuota vaksin gotong royong. Maka jatah vaksin berbayar harus dibagi-bagi sekalipun jumlahnya hanya sedikit. “Sehingga tidak semuanya bisa diberikan,” ujar Pahala.
RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo