Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Bawah Lindungan Syariah

EUFORIA otonomi daerah memunculkan sesuatu yang boleh jadi tak pernah kita bayangkan sebelumnya: lahirnya peraturan-peraturan daerah berbasis syariah.

Dimulai di Aceh pada 2001, kini terdapat lebih dari 150 peraturan syariah. Isinya antara lain soal kewajiban berbusana muslim, zakat, larangan minuman keras, kewajiban mengenakan pakaian khusus di hari Jumat, serta keharusan pandai membaca Al-Quran bagi siswa ataupun calon pengantin dan sebagai syarat promosi bagi pegawai negeri.

Ada dugaan: perda syariah hanya dibuat untuk memikat konstituen Islam dalam pemilu kepala daerah.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT tahun sudah peraturan itu berjalan. Bernama Peraturan Daerah tentang Zakat, Infaq, dan Shodaqoh, isinya mewajibkan warga muslim menyetor zakat 2,5 persen pendapatan per bulan. Peraturan ini belum berjalan seperti diharapkan. "Perda ini masih membutuhkan sosialisasi lebih luas ke masyarakat," kata Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.

Ilham-lah—saat itu menjadi wali kota berkat dukungan Golkar—yang menggagas peraturan berbasis syariah Islam ini pada 2006. Ditujukan untuk seluruh masyarakat, kenyataannya, pegawai negerilah yang lebih banyak membayar zakat sesuai dengan peraturan itu. "Hampir 70 persennya," kata Muhammad Latif, Ketua Badan Amil Zakat (BAZ), lembaga yang menerima zakat itu. Di Makassar, jumlah pegawai negeri sekitar 15 ribu orang. Sebanyak 13 ribu di antaranya muslim.

Tak semua pegawai mau membayar zakat lewat BAZ. "Saya lebih memilih memberi langsung kepada kaum duafa," kata Budi Wijaya, pegawai golongan Ic di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar. Dengan gaji Rp 2,5 juta per bulan, hampir semua pendapatan Budi habis untuk dua anaknya yang kini duduk di perguruan tinggi dan sekolah menengah pertama. Menurut dia, zakat merupakan perintah agama, sehingga pertanggungjawabannya bersifat pribadi kepada Tuhan. "Saya meminta pemerintah tidak memaksakan peraturan zakat ini melalui BAZ," katanya.

Ilham menyatakan tidak ingin memaksakan peraturan soal zakat itu. Termasuk dengan cara memotong langsung gaji pegawai negeri. "Zakat itu tidak boleh dipaksa," ujarnya.

Ilham boleh jadi belajar dari kasus perda zakat yang diterapkan Bupati Lombok Timur Ali bin Dahlan delapan tahun silam. Ketika itu, melalui Peraturan Daerah tentang Zakat dan Minuman, Ali memerintahkan pemotongan 2,5 persen gaji pegawai negeri. Pemotongan langsung dilakukan bendahara Pemerintah Kabupaten Lombok.

Potongan ini membuat resah belasan ribu pegawai negeri. Puncaknya, ribuan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia menggelar demo. Mereka mogok mengajar dan meminta potongan 2,5 persen dihentikan. Tuntutan itu akhirnya dikabulkan.

Kini pemotongan itu dilakukan sukarela. Hasilnya, setiap bulan terkumpul uang zakat sekitar Rp 150 juta—jauh di bawah uang zakat yang dikumpulkan dengan cara "paksaan". Ketika itu, 2003, dana yang dikumpulkan sempat mencapai Rp 1 miliar. "Sekarang tidak ada masalah lagi. Semua berdasarkan kesediaan masing-masing," kata Ketua Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh Kabupaten Lombok Timur Tuan Guru Haji Nasrullah, Rabu pekan lalu, kepada Tempo.

| | |

PERDA syariah, demikian peraturan-peraturan berdasarkan syariah Islam itu populer disebut. Wujudnya tidak semuanya sebagai "peraturan daerah" seperti peraturan tentang zakat itu. Banyak di antaranya hanya berupa surat edaran, instruksi, atau surat keputusan bupati atawa wali kota.

Jumlahnya memang bejibun. Tempo mencatat setidaknya kini di seluruh Indonesia terdapat 150 peraturan berdasarkan syariah Islam. Ada memang perda agama lain, seperti Kristen—tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dari segi wilayah, provinsi yang paling rajin mengeluarkan peraturan syariah ini adalah Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan.

Perda syariah ini dimulai di Aceh ketika provinsi itu mendapat status otonomi khusus pada 2001. Mendapat kewenangan dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, Aceh melahirkan sejumlah qanun—sebutan untuk peraturan daerah berdasarkan syariah Islam. Misalnya qanun yang melarang maisir (judi), khamar (minuman keras), dan khalwat (perbuatan mesum). Ada pula qanun tentang pengelolaan zakat. "Peraturan di Aceh ini kemudian menjadi rujukan daerah lain dalam membuat peraturan sejenis," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan.

Peraturan berdasarkan syariah ini bisa dibagi dalam empat golongan. Yang pertama mengatur soal "moral publik", seperti pelacuran, judi, dan minuman keras. Yang kedua berkaitan dengan "kemahiran" dan kewajiban beribadah, seperti kewajiban membaca Al-Quran atau membayar zakat. Golongan ketiga berhubungan dengan simbol keagamaan, seperti kewajiban berbusana muslim. Yang terakhir soal kelompok minoritas, seperti pelarangan Ahmadiyah. "Item keempat ini yang terbaru. Misalnya muncul di Jawa Barat dan Jawa Timur," ujar peneliti Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama, Zuhairi Misrawi. Pada 2002, Zuhairi pernah meneliti perda syariah di Jawa Barat, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat.

Kelahiran peraturan berlandaskan syariah ini mencapai puncaknya pada 2003-2005. Saat itu sekitar 90 peraturan daerah atau surat keputusan bupati yang berkaitan dengan agama Islam dibuat. Isinya aneka macam. Misalnya Perda Kabupaten Banjar tentang Jumat Khusyuk, Perda Kabupaten Bulukumba tentang Pandai Baca Al-Quran bagi Siswa dan Calon Pengantin, atau SK Bupati Dompu tentang Kewajiban Membaca Al-Quran bagi Pegawai Negeri Muslim. Awalnya yang paling banyak muncul peraturan yang melarang perjudian, minuman keras, atau pelacuran. Belakangan tentang kewajiban zakat, infak, dan sedekah.

Munculnya peraturan-peraturan berbasis syariah pada 2003-an itu tak lepas dari fenomena pemilihan kepala daerah, yang saat itu berlangsung hampir serentak di seluruh Indonesia. Arsitek otonomi daerah yang juga bekas Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid menyebutkan peraturan itu dibuat untuk memancing simpati publik. Perda syariah, "Bukan indikator kebangkitan spirit Islam," kata Ryaas. "Hanya alat politik kepentingan sesaat."

Karena motifnya kepentingan sesaat, banyak peraturan syariah tak jalan di lapangan. Peraturan tentang minuman keras, misalnya, kebanyakan berhenti di atas kertas. Di Kabupaten Bulukumba, misalnya. Saat Tempo mendatangi wilayah itu awal Agustus lalu, minuman keras dijual bebas di sejumlah restoran di daerah wisata Pantai Tanjung Bira.

Hal sama dijumpai di Aceh. Di sana, minuman beralkohol bisa didapat di sejumlah hotel. Menurut qanun, minuman keras tak boleh dijajakan di mana pun di bumi Aceh. Kepada Tempo, Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Marzuki Abdullah menyebutkan minuman beralkohol hanya boleh dikonsumsi orang asing, "Kami kan tidak bisa melarang, karena itu budaya mereka," ujarnya.

Husein Muhammad dari Komisi Nasional Perempuan khawatir terhadap efek samping perda syariah. "Ada lebih dari seratus peraturan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan," kata Husein.

Pakar politik dari Northern ­Illinois University, Amerika Serikat, Michael Buehler, mencatat adanya hubungan peraturan syariah ini dengan partai politik. Menurut dia, sebagian besar perda syariah lahir dari kepala daerah yang didukung Golkar atau partai sekuler. Artinya, peraturan itu dibuat untuk menarik simpati publik. "Karena itu, peraturan syariah banyak muncul di kabupaten, bukan wilayah perkotaan yang menjadi basis massa PKS," ujar Buehler.

Kecuali di Aceh, yang merupakan daerah otonomi khusus, sebetulnya peraturan berbasis agama ini bertentangan dengan undang-undang. Sebab, sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan agama—selain soal politik luar negeri, pertahanan, dan moneter—merupakan urusan pemerintah pusat.

Perda syariah—yang berisi larangan minuman keras, pelacuran, atau judi—sebenarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan membenarkan bahwa perda syariah melanggar undang-undang. "Karena itulah kami tidak mengesahkannya," katanya. Menurut dia, dengan tidak disahkan, peraturan itu tak berlaku.

Menurut Ryaas Rasyid, penolak­an Kementerian Dalam Negeri mengesahkan perda syariah tak menyelesaikan masalah. "Yang diperlukan sekarang adalah peraturan presiden untuk mencabut semua peraturan syariah itu."

TIM LIPUTAN KHUSUS PERDA SYARIAH
Penanggung Jawab: L.R. Baskoro Kepala Proyek: Bagja Hidayat Penulis: L.R. Baskoro, Bagja Hidayat, Mustafa Silalahi, Sandy Indra Pratama, Anton Aprianto, Sapto Pradityo, Erwin Dariyanto, Sorta Tobing, Fanny Febiana, Angelus Tito Sianipar, Reza Maulana, Harun Mahbub Billah, Retno Sulistyowati, Agoeng Wijaya, Nieke Indrieta, Budi Riza, Cheta Nilawaty Penyunting: L.R. Baskoro, Arif Zulkifli, Idrus F. Shahab, Amarzan Loebis, Purwanto Setiadi, Hermien Y. Kleden, Budi Setyarso, Putu Setia, Wahyu Muryadi, Nugroho Dewanto, Bina Bektiati, Setri Yasra Penyumbang Bahan: Monika Astridlia (Jakarta), Adi Warsidi (Aceh), Jerry Omona (Manokwari), Cristopel Paino (Gorontalo), Sigit Zulmunir (Garut), Musthofa Bisri (Pamekasan), Ayu Cipta dan Jhoniansyah (Tangerang), Irmawati, Sahrul, Irfan Abdul Gani, Indra OY (Makassar), Jasman Tallu (Bulukumba), Diki Sudrajat dan Deden Abdul Azis (Cianjur), Rofiqi Hasan (Dompu), Supriyanto Khafid (Lombok), Khaidir Rahman (Banjarmasin), Febrianti (Padang dan Solok) Foto: Aryus P. Soekarno, Heri Juanda, Muhammad Fadli, Bismo Agung Bahasa: Uu Suhardi, Sapto Nugroho, Habib Rifa’i Desain: Ehwan Kurniawan, Aji Yuliarto, Agus Darmawan, Tri Watno Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus