Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=#FF9900>VONIS HAPOSAN</font><br />Kian Berat Lantaran Advokat

Mahkamah Agung memperberat vonis Haposan dalam perkara rekayasa pajak Gayus dan PT Salmah Arowana. Profesinya sebagai pengacara menjadi pertimbangan yang memberatkan.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SINGKAT saja Haposan Hutagalung menjawab pertanyaan wartawan. "Saya belum bisa bersikap sebelum tahu alasan hukumnya." Mengenakan setelan batik hitam bercorak abu-abu Kamis pekan lalu itu, ia tengah menanti giliran menjadi saksi perkara penghilangan pasal korupsi kasus pajak Gayus Halomoan Tambunan dengan terdakwa jaksa nonaktif Cirus Sinaga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di bilangan Kuningan, Jakarta.

Haposan bukan tengah ditanyai perihal rencana kesaksiannya untuk Cirus. Ia dicecar wartawan soal "bonus" hukuman dari Mahkamah Agung dalam perkara rekayasa kasus pajak Gayus dan PT Salmah Arowana Lestari. Beberapa jam sebelumnya, majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan Syamsul Chaniago mengetuk palu, menghukumnya dua belas tahun penjara plus denda Rp 500 juta. Putusan ini tiga tahun lebih berat dari vonis pengadilan tinggi. Di pengadilan negeri, Haposan diganjar tujuh tahun penjara.

Dalam amar putusannya, majelis kasasi mengabulkan seluruh permohonan jaksa penuntut umum. Selain Haposan, dalam perkara itu, jaksa mengajukan permohonan kasasi atas putusan majelis hakim di tingkat banding. Keduanya tidak setuju atas putusan pengadilan tinggi yang menghukum Haposan sembilan tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta. Haposan menilai vonis banding itu lebih berat. Sedangkan jaksa menganggap vonis itu masih jauh dari tuntutan mereka, yakni 15 tahun penjara.

Kepada Tempo, anggota majelis kasasi, Krisna Harahap, mengatakan, saat menjadi pengacara Gayus, Haposan terbukti menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang perkara pajak kliennya. Sebagai pengacara, kata Krisna, ia seharusnya membantu penegakan hukum dan membongkar korupsi pajak. "Faktor dia sebagai pengacara menjadi salah satu hal yang memberatkan," katanya.

Dalam memori kasasinya, jaksa menyatakan perbuatan menghalang-halangi itu dilakukan Haposan bersama Gayus, pengusaha Andi Kosasih, dan pengacara Andi, Lambertus Palang Ama.

Syahdan, menurut jaksa, keempatnya merencanakan rekayasa di Hotel Kartika Chandra sejak perkara masih disidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, September 2009. Di hotel itu, mereka bersepakat duit Rp 28 miliar di dua rekening Gayus seolah-olah milik Andi dari bisnis tanah. Sebelumnya, penyidik memblokir rekening itu karena diduga menampung hasil suap sejumlah wajib pajak yang keberatannya ditangani Gayus.

Dalam pertemuan itu, jaksa menyatakan, Haposan turut menyiapkan surat perjanjian kerja sama antara Gayus dan Andi. Waktu perjanjian dibuat mundur. Setelah draf selesai, perjanjian diteken Gayus dan Andi dengan lampiran enam lembar kuitansi palsu. Tak hanya itu, Haposan juga meminta Andi menandatangani surat permohonan pembukaan blokir dengan dalih duit itu milik Andi, bukan Gayus. Surat itu manjur dan blokir pun dibuka. Alasannya, duit itu tidak terkait dengan perkara karena milik Andi Kosasih.

Menurut jaksa, Haposan jugalah yang menghubungi penyidik Polri, Mohammad Arafat Enanie dan Sri Sumartini, agar memeriksa Andi Kosasih dan Gayus untuk mendukung rekayasa itu. Pemeriksaan dilakukan beberapa kali di luar Mabes Polri. Haposan, kata jaksa, yang membiayai pemeriksaan itu. Untuk membuka blokir rekening, jaksa mencatat, Haposan menerima US$ 35 ribu untuk diteruskan ke sejumlah penyidik, termasuk Arafat dan Sri Sumartini. "Sebagai pengacara, ia justru menggiring kliennya melakukan pelanggaran hukum," kata jaksa dalam memori kasasinya.

Setelah blokir dibuka, kata jaksa, Haposan bergerilya ke kejaksaan dan pengadilan agar Gayus hanya dijerat pasal penggelapan. Pasal pencucian uang dan korupsi, yang semula dituduhkan penyidik, dapat dihilangkan, sampai akhirnya Gayus divonis bebas di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam beberapa kesempatan, Gayus mengaku memberikan uang masing-masing Rp 5 miliar melalui Haposan untuk penyidik, jaksa, dan hakim. Namun tuduhan ini tak pernah diungkap jaksa di pengadilan.

Sampai di tingkat kasasi, jaksa hanya menyebut Haposan menyuap Arafat dan Sri Sumartini. Misalnya, ia terbukti memberikan uang kepada Komisaris Arafat dan Ajun Komisaris Sri Sumartini masing-masing Rp 1,5 juta setelah memeriksa Gayus di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Jaksa juga menuding Haposan telah memberikan US$ 45 ribu kepada Arafat agar rumah Gayus di Kelapa Gading tidak disita. Selain itu, menurut jaksa, Haposan telah menyuap Arafat US$ 60 ribu agar Gayus tidak ditahan. Tuduhan tak ditampik majelis kasasi. "Peran dia sangat signifikan dalam hal itu," kata Krisna.

Majelis juga menyatakan Haposan terbukti memberikan Rp 500 juta kepada Komisaris Jenderal Susno Duadji saat Susno menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Uang diserahkan melalui Sjahril Djohan di rumah Susno di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Duit diberikan agar penyidikan perkara PT Salmah Arowana yang dilaporkan klien Haposan, Ho Kian Huat, pengusaha asal Singapura, segera diselesaikan. Dengan dakwaan kumulatif, kata Krisna, majelis sepakat memvonis Haposan dengan ancaman pasal tertinggi, yaitu 12 tahun. "Putusan itu bulat, kendati tidak sesuai dengan plafon (tuntutan jaksa)," kata Krisna.

Selain Haposan, sebelumnya trio hakim tersebut memperberat hukuman Gayus dan Andi Kosasih dalam rekayasa perkara itu. Di tingkat kasasi, hukuman Gayus menjadi 12 tahun, lebih berat dua tahun dibanding vonis di tingkat banding. Di pengadilan negeri, Gayus divonis tujuh tahun. Sedangkan Andi semula dihukum 8 tahun penjara di tingkat banding, kemudian menjadi 10 tahun di tingkat kasasi. Di pengadilan negeri, Andi divonis enam tahun. Semuanya diperberat, kata Krisna, karena kejahatan pajak termasuk kejahatan berat yang membuat rakyat melarat. "Khusus Haposan karena dia juga advokat," katanya.

Haposan menilai tuduhan kepadanya sebagai manipulasi jaksa. Ia mengklaim, misalnya, tuduhan memberi suap tak pernah terbukti di persidangan. Pengacara Haposan, Jhon Panggabean, mengatakan Haposan akan mengajukan upaya peninjauan kembali. Menurut Jhon, kliennya tidak menghalang-halangi proses hukum karena faktanya kasus pajak Gayus bergulir sampai pengadilan. "Kalau penghilangan pasal itu urusan jaksa, bukan kompetensi Haposan," katanya.

Kejaksaan belum bisa menanggapi putusan itu. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, pihaknya perlu mengkaji dulu putusan itu setelah menerima salinan putusan. Salah satu penuntut perkara itu membisikkan, vonis kasasi itu sudah dua pertiga dari tuntutan. "Artinya sudah sesuai dengan harapan," katanya.

Bagi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), putusan kasasi itu sudah menjadi syarat untuk bisa memecat Haposan dari profesinya sebagai pengacara. Menurut Ketua Peradi Otto Hasibuan, Undang-Undang Advokat menyebutkan seorang advokat diberhentikan tetap jika dijatuhi pidana dengan kekuatan hukum tetap yang ancaman hukumannya di atas empat tahun. Peradi, kata Otto, akan segera menggelar sidang dewan kehormatan untuk memecat Haposan. "Kalau ada putusan peninjauan kembali dan ia tidak bersalah, pemecatan itu bisa dianulir," kata Otto. Jhon meminta Peradi tidak tergesa-gesa memecat Haposan. "Ia itu dizalimi," kata Jhon.

Kendati sejak Maret tahun lalu ditahan di ruang sempit dan pengap rumah tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan, toh, penampilan Haposan tak banyak berubah seperti layaknya ketika masih aktif sebagai pengacara. Setidaknya penampilan itu tampak ketika ia menjadi saksi di persidangan Cirus. Ia muncul dengan balutan busana necis. Senyum yang tipis sesekali juga mengembang.

Anton Aprianto, Ririn Agustia


Kompak Hingga Mahkamah Agung

Menjadi pembela Gayus Halomoan, kini, sama seperti kliennya, Haposan menjadi pesakitan dan meringkuk di tahanan.

2009
8 Juni-1 September

Haposan Hutagalung menjadi pengacara Gayus Halomoan P. Tambunan dalam kasus pajak di PT Surya Alam Tunggal, yang ditangani Markas Besar Kepolisian RI.

2010
12 Maret

Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Gayus. Sepekan kemudian, kasus itu mendapat sorotan publik dan disidik kepolisian.

29 Maret
Haposan menjadi tersangka dan ditahan di rumah tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Ia dinilai memberi keterangan palsu tentang uang Rp 28 miliar milik Gayus.

30 Maret
Gayus menyerahkan diri setelah ditemui Satgas Mafia Hukum di Lucky Plaza, Singapura.

8 September
Sidang perdana Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus mafia pajak.

20 September
Haposan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia dijerat pasal berlapis, di antaranya memberi keterangan tidak benar tentang harta benda Gayus.

2 November
Haposan kembali menjadi tersangka. Kali ini tersangka pemalsuan berkas rencana tuntutan kasus Gayus.

2011
19 Januari

Majelis hakim yang diketuai Albertina Ho menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada Gayus.

Pada hari yang sama, Haposan divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Ia terbukti memberi keterangan tidak benar tentang uang Rp 28 miliar milik Gayus serta memberikan suap kepada Komisaris Arafat Enanie sebesar US$ 6.000 dan Rp 500 juta kepada Susno Duadji.

4 Mei
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah hukuman Gayus menjadi 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

5 Mei
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah masa hukuman Haposan menjadi 9 tahun penjara plus denda Rp 300 juta.

27 Juli
Mahkamah Agung menambah hukuman Gayus menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

18 Agustus
Haposan apes seperti mantan kliennya. Mahkamah Agung turut menambah hukumannya menjadi 12 tahun penjara plus denda Rp 500 juta.

Naskah: Mustafa Silalahi, PDAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus