Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Di Sela-Sela Gempa

Rata-rata 37 kali sehari gempa mengguncang. ada apa sebenarnya? wanita itu pingsan, si penjual es krim lari tunggang-langgang.

29 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPACARA di Gereja Sentrum Manado tiba-tiba kacau. Para jamaah yang sudah bersiap-siap hendak mengikuti pembacaan doa untuk jenasah seorang pengikut Evangelis yang sudah terbaring di depan altar, mendadak menghambur ke luar. Di halaman gereja ini, doa tiba-tiba berubah "Oh, Tuhan tolonglah kami, selamatkan kami dari gempa ini." Begitu gempa berhenti, mereka kembali masuk ke rumah Tuhan itu. Kejadian itu adalah salah satu kepanikan warga Manado selama kota itu digoyang gempa beberapa hari berturut-turut. Stasiun Meteorologi dan Geofisika Manado mencatat gempa itu terjadi pertama kali 22 Februari hingga 10 Maret -- rata-rata 37 kali dalam sehari -- dan sampai pekan lalu masih terasa getaran-getaran kecil. Semua berlangsung secara beruntun, bahkan pada 28 Februari terjadi sebanyak 113 kali. "Andaikata semua gempa itu terasa, barangkali semua penduduk Kota Manado sudah jadi gila," komentar seorang pejabat Kodya Manado. Gempa paling kuat memang hanya 5,5 pada skala Richter, terjadi siang hari 22 Februari lalu. Kepala Stasiun Meteorologi & Geofisika Manado, Yus Sutiyanto, memperkirakan episentrum gempa itu berada sekitar 25 km barat laut Kota Manado, dengan hiposentrum kurang dari 30 km di bawah permukaan laut. Gempa dengan kekuatan serupa pernah terjadi pada 1950 di kota ini. (lihat box). Kerusakan-kerusakan berarti memang tidak terlihat, kecuali gedung PN Garam yang satu bagian bangunannya sebelah atas ambrol. Selebihnya, seperti gedung Stasiun TVRI Manado, gedung Telekom, beberapa bagian dindingnya retak. Tapi kepanikan warga kota tampaknya lebih hebat dibanding guncangan yang terasa. Lebih-lebih ketika dua hari sejak gempa berlangsung tersebar kabar angin bahwa 1 hingga 10 Maret gempa dahsyat akan menyerang. Bersamaan dengan itu gelombang pasang air laut setinggi 15 meter akan menenggelamkan kota yang terletak di tepi Laut Sulawesi itu. Desas-desus tadi dibumbui pula bahwa penduduk Kampung Arab di tepi Sungai Tondano sudah mengungsi ke gunung untuk menghindari gelombang pasang. Mendengar ini tentu saja penduduk Kota Manado dengan tergopoh-gopoh tumpah mengungsi ke luar kota. Dalam waktu satu hari menjelang 1 Maret itu kendaraan umum maupun pribadi sarat muatan pengungsi meninggalkan Manado ke pedalaman, bahkan ada yang sampai ke Doloduo, nun di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. Manado sepi. Tapi setelah lewat 10 Maret tak terjadi apa-apa, para pengungsi kembali ke rumah masing-masing. Nyonya Trees Namun kecemasan belum reda. Guncangan-guncangan gempa masih terasa. Untuk mengurangi ketegangan, berbagai cara dilakukan penduduk. Ada yang lebih betah berjalan-jalan sambil menghindari bangunan-bangunan yang diperkirakan mudah roboh. Tapi di rumah-rumah juga tak sedikit ibu-ibu rumah tangga mengajak tetangganya menghilangkan rasa takut dengan bermain kartu atau mengobrol kosong. Seperti dilakukan Nyonya Trees Pusung bersama tetangga-tetangganya di sebuah kampung yang terletak di barat kota. Sedang mereka asyik saling lempar kartu, tiba-tiba bumi terguncang. Semua pemain menghambur ke luar rumah. Tapi Nyonya Trees tetap bertahan di tempat duduknya. Namun ketika gempa berhenti dan teman-temannya kembali hendak melanjutkan permainan, Nyonya Trees didapati sedang pingsan dengan kartu tetap di tangan. Yang dialami seorang penjual es krim di Jalan Sam Ratulangi lain lagi. Beberapa orang anak sekolah sedang asyik menikmati dagangannya ketika gempa datang. Anak-anak berhamburan lari, sekaligus menghindari pembayaran es krim yang mereka makan. Tapi penjual es itu tiba-tiba pula lari tunggang-langgang bersama gerobaknya. "Ibu yang membeli es krim saya tadi pingsan," tuturnya tergagap-gagap, "saya tak mau bertanggungjawab, nanti dikira dia pingsan karena minum es krim saya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus