Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Untuk Hari Tua Di Bali

Ny. louis sekarang istri subur ahli silat dari bogor yang ingin menjual purinya di bali.(dh)

29 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINAT orang asing untuk menetap dan menghabiskan hari tua di Bali semakin bertambah. Tanah dibeli atau disewa dari penduduk dan mereka pun mendirikan puri atau rumah-rumah biasa. Terutama di Ubud, Sanur dan Kuta. Sehingga sejak beberapa waktu lalu beberapa orang camat menghimbau penduduk agar tidak menjual atau menyewakan tanahnya kepada orang yang bukan warganegara Indonesia. Karena khawatir, jangan-jangan pada suatu saat kelak orang Bali sendiri kehabisan tanah. Orang-orang asing menurut undang-undang tidak diperkenankan membeli atau menyewa tanah di negara ini. "Kecuali memiliki izin tinggal," kata seorang pejabat Agraria Provinsi Bali. Dan untuk memenuhi syarat itu berbagai cara ditempuh. Misalnya dengan menikahi wanita atau pria Indonesia, atau hanya dengan sekedar meminjam nama seorang pribumi. Tanah seluas 1 ha milik Cokorda Agung, pemilik Puri Ubud, misalnya beberapa tahun lalu dijualnya kepada seorang Belanda yang mengatasnamakan seseorang dari Bandung. Kepala Kantor Agraria Kabupaten Gianyar, Ida Bagus Sudibya membenarkan adanya orang-orang asing di balik jual beli atau sewa menyewa tanah serupa itu. Tapi ia tak bersedia memberi perincian jumlahnya. Menyewa tanah adalah cara yang paling banyak ditempuh orang-orang asing itu. Saat ini pasaran sekitar Rp 1 juta untuk tiap hektar tanah setahun. Seorang di antara penyewa itu adalah Nyonya Louise, seorang wanita Amerika Serikat. Nyonya itu begitu tertarik pada keindahan Bali. Sehingga pada 1973 ia memutuskan untuk menetap sambil memilih bercerai dari suaminya. Untuk dapat mengontrak tanah ia melamar Nyoman Oka, seorang pemandu wisata yang sudah dikenalnya, sebagai suami. Nyoman menolak. Tapi ketika sang nyonya bertemu dengan Djodi Setiawan, seorang pengusaha di Jakarta, lakilaki ini bersedia meminjamkan namanya untuk urusan kontrak tanah itu. Syaratnya: ia akan dijodohkan dengan seorang putri Louise yang waktu itu masih ada di AS. Djodi lantas mengadakan perjanjian mengontrak tanah dengan I Wayan Munut, seorang pelukis yang bertindak atasnamakan para pemilik tanah di Banjar Penestanan Klod, Desa Kedewatan, Ubud. Dengan luas hampir 1 ha, tanah itu disewa Rp 800.000 untuk jangka waktu 25 tahun (1973 - 1997). Tahun itu juga berdiri Puri Maerakaca yang memiliki 18 kamar dan 7 bungalow. Tapi akhir Februari lalu Nyonya Louise (56 tahun) yang kini menjadi Nyonya Subur Rahardja, seorang guru silat terkenal di Bogor, memasang iklan di Harian Asian Wall Street Journal yang terbit di Hongkong. Puri Maerakaca hendak dijual dengan harga US$435 ribu, atau Rp 270 juta lebih. Mengapa? "Jarang kami pakai," jawab Subur Rahardja pada TEMPO di Bogor, "apalagi karena pemeliharaannya rata-rata Rp 300 ribu tiap bulan." Puri yang dilengkapi bale gede (pentas) untuk 100 penonton itu selama ini memang lebih banyak sepi, karena tidak disewakan untuk umum. "Paling-paling hanya kenalan pemiliknya," tutur Alimin, pengelolanya. Mendengar puri itu akan dijual, Wayan Munut repot. "Sebab kalau jadi dijual, pembelinya bakal repot," katanya kepada TEMPO di Bali. Djodi Setiawan yang ternyata urung jadi menantu Nyonya Louise, ketika dihubungi Munut soal rencana penjualan puri itu, tampaknya tak begitu peduli. "Terserah anda mengurusnya," jawab Djodi seperti dikutip Wayan Munut. Nyonya Louise sendiri ketika dihubungi tak bersedia menjelaskan apakah puri itu akan dijual berikut tanahnya. Yang pasti, "antara saya dengan Djodi tak ada konflik apa-apa," katanya. Ia juga tak bersedia mengungkapkan, mengapa Djodi urung jadi menantunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus