Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dia yang Kini Terpulau

Nunun Nurbaetie tak lagi bisa berkumpul dengan kaum sosialita papan atas. Gayanya anggun, dengan sentuhan aristokrat.

29 November 2010 | 00.00 WIB

Dia yang Kini Terpulau
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DALAM satu pertemuan sosialita di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, putri seorang mantan presiden bertemu Nunun Nurbaetie. Ia masih ingat, Nunun memamerkan tas kotak merah muda bertali halus: mereknya Hermes, modelnya Birkin. Ia terlonjak ketika Nunun menyebutkan harganya. ”Hampir sama dengan harga satu rumah!” katanya kepada Tempo. Nunun kemudian bertanya, ”Kamu tak suka tas bermerek, ya?”

Putri mantan presiden yang juga politikus itu mengatakan Nunun ketika itu juga menceritakan hobinya berbelanja. Nunun, kata dia, bercerita dalam setahun tiga hingga enam kali pergi ke luar negeri khusus untuk berbelanja: Singapura, Hong Kong, dan Paris. Seseorang yang mengenalnya menambahkan, tas jinjing menjadi bagian penting buat penampilan Nunun.

Perempuan 61 tahun itu selalu menyandang Hermes ketika bertemu sosialita kelas atas. Tak mengherankan bila kalangan berduit itu menjulukinya ”Madam Hermes”. Semua disesuaikan dengan busana.

Hermes buatan Prancis. Model terpopuler saat ini, Kelly dan Birkin, diambil dari nama Putri Grace Kelly dari Monako dan Jane Birkin, penyanyi Prancis. Para selebritas papan atas menjadi pelanggan tetap butik ini. Victoria Beckham, istri bintang sepak bola David Beckham, memiliki koleksi seratus tas yang bernilai sekitar Rp 20 miliar. Koleksi termahalnya, hadiah ulang tahun dari sang suami, model Birkin bertabur berlian Himalaya seharga Rp 948 juta.

Sumber Tempo di kalangan sosialita menyebutkan Nunun memiliki satu lemari besar koleksi Hermes di rumahnya di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Adang Daradjatun, mantan Wakil Kepala Kepolisian RI yang kini jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, membenarkan istrinya kolektor tas Hermes. Tapi, ”Jumlahnya tidak segitulah...,” katanya.

Nunun telah menyandang Hermes jauh sebelum sosialita lain. Bergaya jet set sejak akhir 1980-an atau awal 1990, ia tak pernah terimbas krisis. ”Dia tetap mengenakan tas mahal itu ketika orang lain pusing dengan krisis ekonomi 1998,” kata seorang wartawan majalah gaya hidup yang banyak bergaul dengan kalangan itu.

Seorang model era 1980-an menilai Nunun sangat pandai memadu penampilan. ”Saya sering terpukau dengan gayanya yang anggun dan terkesan angkuh dengan sentuhan aristokratnya,” katanya. Menurut dia, selain mengoleksi Hermes, Nunun sering menjinjing tas merek Louis Vuitton, Fendi, atau Chanel.

Penampilan Nunun didukung busana karya desainer terkenal seperti Ghea Panggabean dan Samuel Wattimena. ”Dia punya selera dan penampilan yang bagus,” kata Samuel, yang mengenal Nunun puluhan tahun.

Sesekali Nunun melirik butik kelas menengah untuk memesan tas atau sepatu. ”Biasanya datang dengan desain rancangannya,” kata Ellen Harsono, pemilik butik Ben and Son di Kemang, Jakarta Selatan. Tas atau sepatu di butik itu dibanderol Rp 800 ribu paling murah. Beberapa tahun lalu, Nunun kerap mendatangi penjahit Lily Agustina di Pejaten, Jakarta Selatan. ”Kan tak selamanya dia memakai pakaian desainer terkenal. Harganya bakal mahal sekali,” kata Lily.

Berdasarkan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Adang Daradjatun memiliki kekayaan Rp 17,4 miliar pada 2007. Keluarga ini memiliki sejumlah usaha. Pada 1980-an, Nunun memulai bisnis telekomunikasi dengan menjadi mitra PT Telkom. Delapan tahun kemudian, Nunun mendirikan PT Wahana Esa Sambadha (Wesco).

Perusahaan ini mengerjakan jaringan telepon Flexi wilayah Karawang, Jawa Barat. Mereka juga mengklaim bergerak di bidang aeronautika dan industri kelapa sawit. Di Riau, Wesco menguasai 22 ribu hektare dengan dua pabrik pengolahan.

Jusuf Rizal, yang pernah bekerja sama dengan Nunun empat tahun, menilai bekas bosnya itu sangat aktif dalam berbagai kegiatan. ”Orangnya perfeksionis, segala pekerjaan harus disiapkan secara matang,” katanya. Ia pernah menjadi deputi direktur business development di Grup Wesco.

Jusuf mengatakan pernah diminta membuat proposal perayaan seratus tahun Bung Karno. Dia hanya diberi waktu semalam buat menyusun rencana, yang dipresentasikan ke Presiden Megawati esok harinya. ”Tidak mudah memahami karakter beliau,” katanya.

Jusuf kemudian juga diminta menerbitkan majalah Telset (Telecommunication Trendsetter). Tujuannya ”mendukung” pengembangan bisnis telekomunikasi perusahaan Nunun. Walau merupakan media khusus telekomunikasi, Telset kerap menggelar pesta. ”Bisa dua atau tiga kali setahun, agar bisa berkomunikasi dengan banyak pihak,” katanya.

Wesco tenggelam segera setelah Nunun terseret kasus suap ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Ditebar ke anggota Dewan pada 2004, skandal ini terungkap empat tahun kemudian.

Kantor Wesco di Jalan Riau, Jakarta Pusat, tak terurus. Beberapa pekan lalu, ketika Tempo datang ke sana, sama sekali tak terlihat kegiatan. Lobi kantor pun tak terawat. Beberapa bagian dinding kayu hitam terkena tetesan air bocoran mesin penyejuk udara.

Gedung Wesco kini hanya digunakan untuk kegiatan operasional majalah Telset. Majalah itu kini dikelola putri Nunun, Ratna Farida Daradjatun. Menurut petugas keamanan, Ratna yang menjabat direktur pengembangan bisnis kerap datang ke kantor.

Ratna, putri semata wayang Nunun dan Adang, kini juga mengendalikan Restoran D’Lounge di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan. Restoran yang dipenuhi lukisan gaya abad pertengahan itu tampak sepi ketika Tempo mengunjunginya pekan lalu. ”Ada renovasi,” kata seorang pelayan.

Nunun pun aktif di bidang pendidikan dan organisasi sosial. Ia memiliki Sekolah Tinggi Islam Thawalib di Jalan Kramat II, Jakarta Pusat. Sekolah ini membuka jurusan ilmu jurnalistik dan dakwah. Setahun lalu, gambar wajah Nunun yang memakai toga terpampang di spanduk depan gedung. Tapi pekan lalu gambar itu tak tampak lagi.

Deretan lembaga sosial yang didirikan Nunun di antaranya Yayasan Buku Bangsa dan Yayasan Nur Farida. Yayasan Nur Farida dibentuk bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri. Kegiatannya antara lain sunatan massal seribu anak di Marunda, Jakarta Utara.

Bekerja sama dengan perancang Samuel Wattimena, ia membentuk Yayasan Buku Bangsa yang menerbitkan buku Inspirasi Mode. Menurut Samuel, Nunun giat memberikan dukungan kepada dunia kebaya. ”Nunun orang yang peduli dan memiliki visi pelestarian budaya bangsa,” Samuel menjelaskan.

Nunun aktif pula dalam Perhimpunan Kebayaku bersama Rosa Rai Djalal, Anita Rusdy, Sendy Dede Yusuf, dan Siti Garsiah. Lewat Perhimpunan Kebayaku, Nunun menggelar acara Batik Indonesia untuk Dunia, ketika peresmian Batik Indonesia oleh UNESCO. Selain itu, Nunun bersama Rosa Djalal tergabung dalam Yayasan Mutu Manikam Nusantara, yang anggotanya kebanyakan istri Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Kini, setelah Nunun terpulau di Singapura, para koleganya tak lagi bisa menemui nenek empat cucu itu—paling tidak secara terang-terangan. Proyek peluncuran buku kebayanya terbengkalai. Keluarga Nunun juga tak mengizinkan teman-temannya berkunjung ke tempat tetirah sang nyonya.

Yuliawati, Muchamad Nafi, Anne Handayani, Hadriani P., Anwar Siswadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus