JAELANGKUNG bisa bikin susah. Tiga mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol minggu-minggu ini diadili di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat, gara-gara mempercayai jaelangkung. Mereka - Reni, 21, Nadira, 21, dan Rita, 20 - dituduh mencemarkan nama baik Nefolianti, rekan sefakultas dan seindekosan. Sekali waktu - begitu cerita bermula Reni dan dua kawannya kehilangan cincin emas dan sejumlah uang. Belum lagi diketahui ke mana lenyapnya, eh, uang Rp 10 ribu juga raib dari kamar pondokan. Jumlah yang hilang tidak banyak, memang, tapi 'kan bikin gregetan. Reni, Nadira, dan Rita lalu sepakat bikin jaelangkung. Mereka menyiapkan sebuah bakul kosong yang ditutup kain hitam. Tengah malam, jampi-jampi dibacakan. Sayang - sang jaelangkung tak mau menunjukkan siapa si pencuri. Permainan jaelangkung kemudian diganti caranya. Sungguh tidak lazim: sebuah kitab Quran mereka ikat, lalu digantungkan pada sebuah anak kunci. Sementara yang seorang membaca Surah Yasin, dua temannya memegangl anak kunci. Ke dalam Quran itu mereka selipkan, tiap kali, sebuah nama yang dicurigai. Mereka yakin, bila Quran bergerak-gerak, nama yang ada di dalam itulah si pencuri yang mereka cari. Beberapa nama telah dicoba dan ketika giliran nama Nefolianti, entah karena apa, itu kitab bergerak-gerak. Esoknya, seperti bisa diduga, tersiar kabar bahwa Nefo mahasiswi pencuri. Tentu, Nefo menjadi berang. Urusan akhirnya sampai ke RT, RW, lurah, bahkan ke dekan mereka. Reni dan kawan-kawan lalu meminta maaf telah menuduh. Tapi Nefo diam-diam tetap saja merasa dicurigai dan dijauhi teman-temannya, sampai-sampai ia berpindah pondokan. Kemudian ia melapor ke polisi, dan perkara pun sampai ke pengadilan. "Saya ingin nama baik saya pulih seperti semula. Saya bukan keturunan orang tercela," ujar Nefolianti dengan gusar kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini