Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dicari: Sebuah Hukum Untuk Sebuah Kota

Simposium hukum perkotaan yang diselenggarakan BPHN, bertujuan menginventarisasikan masalah yang timbul dari perkembangan kota. Diharapkan undang-undang perkotaan yang bersifat nasional segera dapat disusun.

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI pinggir Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat, berdiri beberapa rumah bertingkat. Entah bagaimana caranya yang bersangkutan dapat mendirikan rumah tinggal di tempat yang menurut peraturan tidak diperuntukkan bagi pemukiman. Pemda DKI Jakarta sendiri, meski diprotes keras para pedagang, tak dapat ditawar-tawar lagi meneruskan pembangunan pasar bertingkat di lapangan parkir Petak Baru (Jakarta Kota). Padahal, menurut rencana induk 20 tahun DKI sendiri, kawasan tersebut jalur hijau. Tak hanya Jakarta yang mengalami desak-mendesak antara kebutuhan akan tanah dengan peraturan-peraturan. Setidaknya begitulah yang digambarkan Simposium Hukum Perkotaan yang berlangsung di Hotel Sari Pasific (Jakarta) pekan silam. Dihadiri sekitar 125 peserta dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi dan perorangan, simposium yang diselenggarakan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) bertujuan menginventarisasikan masalah yang timbul dari perkembangan kota. Sebenarnya, menurut Kepala Puslitbang BPHN T.M. Radhie, telah ada peraturan yang berkenaan dengan perkembangan kota. Seperti de statuten yang 1642 atau yang lainnya. Tapi, peraturan peninggalan kolonial yang hanya mengatur perkembangan yang bersifat fisik saja, dirasakan tak memenuhi kebutuhan sekarang. Kertas kerja Pemda Palembang, misalnya, menyatakan bahwa peraturan kolonial tentang rakit tak mencukupi kebutuhan lagi. Pemukiman di atas air, yakni rumah rakit dan perumahan di pinggir Sungai Musi, "saat ini menunjukkan ketidakteraturan." Sedangkan sisa buangan dan limpahan minyak yang mencemari sungai tak terliput dalam peraturan. Dari Bandung ada cerita menarik-seperti dikernukakan dalam kertas kerja Ir Suwardjoko Warpani MTCP, dari jurusan Tata Pembangunan Daerah dan Kota ITB. Kotamadya Bandung telah mengalami tiga kali perluasan wilayah administrasi. "Dan kini masih menghen dakinya lagi," kata Suwardjoko. Padahal, katanya lagi, setiap perluasan selalu menimbulkan perso?lan yang tidak Sederhana. Kawasan yang menjadi sasaran perluasan biasanya merupakan daerah yan sudah berkembang. Sehingga, menuru Suwardjoko, "kabupaten mana yang rela dan lapang dada melepaskan sebagian wilayahnya kepada daerah lain?" Sementara banyak kotamadya dihadapkan pada kesulitan lahan bagi kegiatan penduduknya yang senantiasa berkembang. Untuk menutupi segala kekurangan mengenai peraturan, menurut Radhie, Pemda-Pemda biasanya mengeluarkan macam-macam Perda (peraturan daerah). Mulai yang mengatur soal bangunan, makam sampai ke soal sampah. Tapi yang diperlukan, menurut Radhie lagi, adalah sebuah aturan yang bersifat nasional "Yang bisa dijadikan guide bagi kota-kota yang ingin menelurkan peraturan hukum bagi pengembangan wilayahnya." Sekitar 10 tahun lalu sebenarnya Departemen PUTL (kini PU) telah merancang Undang-undang Bina Kota. Bahkan RUU-nya telah sempat masuk DPR. Namun, menurut Radhie, RUU tersebut belakangan ditarik kembali. Karena, begitu pertimbangannya, undangundang yang dirancangkan "dinilai belum komprehensif." Dan simposium, menurut sambutan tertulis Menteri Kehakiman Ali Said, menggali berbagai aspek perkotaan seperti tanah, lingkungan hidup, pemukiman dan sebagainya. Dari situlah kelak dapat disusun undang-undang yang lebih mencakup segala aspek--tak hanya hal-hal yang bersifat fisik seperti diatur tempo dulu. Dalam kata-kata dapat diutarakan Ketua Tim Perumus Simposium Sardjono Jatiman: "Jangan sampai perkembangan kota di Indonesia sama dengan di luar negeri: mengakibatkan sifat individualistis warganya kian menebal." Rumah bersusun, kata Sardjono, dari segi perencanaannya mestinya dipikirkan agar penghuninya jangan merasa "hidup seperti di kandang merpati." Sebab itu, sambut salah seorang peserta Simposium, "membebani sebuah kota tak hanya membutuhkan insinyur, tapi juga ahli sosiologi, psikologi dan sebagainya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus