Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOGOR - Pipa yang dialiri gas amonia milik pabrik es batu PT Indo Kristal di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, meledak dan menyebabkan ratusan warga sekitarnya keracunan. Belum diketahui penyebab pasti ledakan, tapi diduga kuat karena pelanggaran standard operating procedure (SOP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pokoknya, kami siap bertanggung jawab. Sudah ya, terima kasih," kata Direktur PT Indo Kristal, Efendi, kepada pers di lokasi kejadian sambil berlalu, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Efendi menjelaskan bahwa kebocoran pipa tersebut bermula saat pekerja mengelas pipa amonia untuk menambal kebocoran. "Pas kami las, malah lubang makin lebar dan meledak."
Menurut Kepala Seksi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Yopie Hermawan, dugaan sementara kejadian tersebut akibat kelalaian perusahaan. Jika SOP dilakukan, potensi kejadian serupa sangat kecil terjadi. "Malah mungkin perusahaan belum ada SOP," ucapnya.
Sebanyak 115 warga mengalami keracunan massal akibat pipa milik PT Indo mengalami kebocoran dan mengeluarkan zat kimia NH3 (gas amonia) pada Sabtu pekan lalu. PT Indo mengelola pabrik es batu yang baru selesai dibangun sekitar dua bulan lalu, bahkan belum beroperasi.
Selepas kecelakaan tersebut, warga setempat di RT 01/01, Kampung Poncol, Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, mendesak pemerintah daerah agar menutup pabrik es baru itu. Herman Susilo, warga Kampung Poncol, mengatakan masyarakat trauma akan pabrik es batu yang mempunyai risiko meledak dan menguarkan gas beracun.
"Ini bahaya. Harus dikaji ulang. Mau lanjut ya silakan, tapi jangan pabrik es lagi," ucap pria 40 itu.
Sementara itu, Yopie pun menuturkan terdapat dugaan lain bahwa perusahaan tersebut tidak mengikuti arahan sesuai dengan isi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Di situ dijelaskan panduan dari prakonstruksi, konstruksi, hingga operasi agar kecelakaan tak terjadi.
Efendi menolak mentah-mentah tuduhan Yopie. Efendi membantah kecelakaan tersebut akibat perusahaan lalai. Dia pun berdalih sudah melaksanakan prosedur yang berlaku dengan baik.
"Enggak lalai, sudah sesuai prosedur," katanya tanpa menjelaskan prosedur operasional yang telah ditempuh.
Seksi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 telah mengambil sampel udara dari sumbernya, yakni pabrik hingga radius 1 kilometer dari pabrik, serta sampel air untuk penelitian lebih lanjut. Meski PT Indo menyatakan gas itu amonia, pemerintah daerah tetap harus memeriksanya. "Kemungkinan dua minggu lagi hasilnya keluar," ujar Yopie.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Gunung Sindur, Ajun Komisaris Suharto, mengatakan penyelidikan terus dilakukan berlandaskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 53 dan 54 aturan tersebut menyebutkan pihak yang bertanggung jawab atas dampak kecelakaan itu adalah perusahaan.
Polisi belum bisa memastikan adanya faktor kelalaian dalam kejadian itu. Jika terbukti terjadi kelalaian, pengusutan mengarah ke pidana. Namun, Suharto melanjutkan, polisi mengutamakan hasil musyawarah perusahaan dengan para korban.
"Kalau tak ada titik temu, barulah kami bawa kasus ini ke ranah pidana," tutur Suharto.
Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 99 ayat 1 hingga 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana 1-9 tahun dengan denda Rp 1-9 miliar. ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | JOBPIE SUGIHARTO
Gas Limbah Berbahaya Terhirup Warga
Gas amonia merupakan gas beracun dan masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dampak yang ditimbulkan bagi manusia sangatlah buruk, terutama terhadap saluran pernapasan dan sistem saraf, serta dapat menimbulkan kanker hingga menyebabkan kematian.
"Gas amonia memang merupakan gas yang mudah meledak dan terbakar, maka perlakuannya pun butuh kehati-hatian," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat, Dadan Ramdan, kepada Tempo, kemarin.
Dadan menerangkan seputar kecelakaan yang terjadi di pabrik es batu PT Indo Kristal, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, yang menjadi sorotan. Pipa gas amonia meledak saat sedang dilas untuk menambal pipa yang bocor. Akibatnya, 115 orang mengalami keracunan.
Kepala Polsek Gunung Sindur, Komisaris Hariyanto, mengungkapkan, pipa meledak pada Sabtu pekan lalu sekitar pukul 17.00 WIB. Pabrik tersebut baru selesai dibangun sekitar dua bulan lalu. Kebocoran sudah teratasi pukul 22.00, tapi banyak warga yang menjadi korban.
Lokasi pabrik berada di perbatasan antara wilayah Kecamatan Parung dan Gunung Sindur sehingga bau gas sampai ke Kampung Tulangkuning, Desa Waru, Kecamatan Parung. Menurut Kepala Desa Curug, Edi Mulyadi, gas yang biasa disebut freon itu berbau tak sedap, mengganggu pernapasan, dan membuat pedih di mata.
"Sudah diperbaiki, tapi bau gas masih tercium. Beberapa warga membaik setelah ditangani di Puskesmas Gunung Sindur," ucap Edi, kemarin.
Perbaikan pipa terus dilakukan hingga kemarin. Edi mengatakan masih tercium amonia meski tak sesanter pada Sabtu malam lalu.
Berikut ini data masyarakat yang mengalami keracunan dan dirawat di Puskesmas Gunung Sindur:
- 26 orang mengalami mual
- 45 orang sesak napas
- 44 orang pusing
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | PELBAGAI SUMBER
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo