Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Digoyang Dangdut

Karena iri, budiono mengajak kawannya merampok rumah rusman, penjaga taman wisata ribang kemambang, lahat, sumsel. Hasil jarahan dijual di pasar loak.

14 November 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIDUP sudah susah, digoyang dangdut pula. Rusman, 40 tahun, pun menjadi oleng. Ayah tiga anak yang ditinggal mati istrinya itu sehari hari adalah petani kopi. Ia bertetangga dengan Budiono, penjaga Taman Wisata Ribang Kemambang di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Jika sore pulang dari kebun, Rusman sering diundang singgah minum es. Bahkan, Budiono, 25 tahun, juga pernah membaginya pekerjaan menjaga tanam wisata itu. Sebagai penjaga taman wisata, Budiono mendapat gaji Rp 50 ribu sebulan dari pemerintah daerah setempat, plus sebuah rumah batu 3 x 3 meter. Untuk menambah penghasilan ia berkebun ubi dan jagung, dan istrinya berdagang kecil-kecilan. Lain dengan Rusman, keluarga Budiono yang punya tiga anak itu berkecukupan: punya pesawat tv, tape re corder, berpakaian bagus, dan sejumlah perhiasan emas. Pada suatu malam Rusman bertamu untuk bonceng menonton tv. Tidak lama kemudian muncul empat tamu tidak diundang yang menodong seisi rumah, termasuk Rusman. Semua lalu diikat dan mulutnya disumbat, hingga perampok leluasa merayahi tiga untai kalung emas, anting emas, tape recorder, ayam, dan beberapa helai baju. Besoknya Budiono yang dikawani Rusman mengadukan kejadian itu ke polisi. "Mereka datang pakai Kijang, orangnya serem serem. Kami takut bukan main," cerita Rusman kepada polisi. Keterangan Rusman ini berbeda dengan info dari para tetangga Budiono, hingga polisi curiga. Dan pertengahan Oktober lalu polisi berpakaian preman membawa Rusman serta Budiono ke pasar loak. Ternyata di situ ada yang menggelar barangbarang hasil jarahan dari rumah Budiono. Si pedagang ditanyai dari siapa membeli baju yang digelarnya. "Lho, yang menjualnya kan dia," sahut pedagang itu sambil menunjuk Rusman. Budiono tercengang, sementara wajah Rusman berubah pusat lesi. "Sayalah sutradara merangkap pemain dalam perampokan ini," Rusman mengaku. Alasannya, tiap pagi lewat di depan rumah Budiono, ia selalu mendengar lagu dangdut yang diputar keras-keras dari kaset. "Saya iri, kapan bisa punya tape untuk memutar lagu kesukaan saya," tuturnya. Didorong rasa iri itulah, menurut pengakuannya, ia mengundang empat kawannya untuk merampok Budiono. Rencananya, Rusman akan membayar mereka. Tapi karena tak mempunyai uang, Rusman membiarkan mereka mengambil hasil rampokan itu. "Yang penting, Budiono tidak lagi memutar kaset keras-keras pagi hari," ujarnya. "Sebelum kejadian itu dia tiap hari ke rumah saya, dan sering diberi makan oleh istri saya. Maklum, istrinya sudah lama meninggal," cerita Budiono kepada Aina Rumiaty Aziz dari TEMPO. "Malah dia yang mendesak untuk lapor polisi," tambahnya seraya tergeleng-geleng. "Ini baru tulen maling teriak maling," komentar Letnan Dua Ismail Zahara, Kepala Kesatuan Reserse Kepolisian Resor Lahat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus