Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dikecoh Perumnas

Untuk menutupi kerugian, perumnas menjual tanah matang. banyak peminat kecewa krn tanah tak bisa dicicil. luasnya hampir 50 ha & tersebar di beberapa tempat a.l klender, depok, bekasi, tangerang. (kt)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH iklan, yang menawarkan kapling tanah matang, mengundang warga kota berduyun-duyun menyerbu loket Perumnas. Yakinlah, dalam pikiran mereka terbayang kesempatan membeli tanah murah secara mencicil. Bagaimana boleh dilewatkan? Tapi, sesudah berjubel membeli formulir Rp 400, pekan lalu, para peminat kecewa. Marsudi, seorang karyawan swasta yang pagi sekali sudah muncul di loket Perumnas Klender, nampak terduduk lesu sehabis membaca formulir dan mafhum ternyata Perumnas menjual tanahnya secara kontan. Begitu pula halnya dengan P. Sianturi, 44 tahun, kepala SMEA I PSKD. Karyawan swasta yang termasuk Golongan III itu kelihatan termangu-mangu. "Saya sungguh kecewa," ujarnya tak bersemangat. "Perkiraan saya, karena yang menjual tanah itu Perumnas, bisalah dicicil. Tak tahunya . . . " Tapi Bambang, 32 tahun, seorang pengemudi taksi, masih mencoba mengharap tanah yang ditawarkan itu bisa dibayar beberapa kali. Semenura seorang lelaki baya justru tak dapat menahan amarahnya. "Bagi yang berduit, kenapa Perumnas musti ikut campur? Mereka kan bisa beli rumah lewat real estate," katanya garang. Tudingan kemarahan itu secara tak langsung ditangkis Direktur Pengusahaan Pengelolaan Perumnas, Widodo Poerbokoesoemo. Harap diketahui, katanya, kapling tanah matang itu memang ditawarkan khusus bagi golongan masyarakat ini: Setingkat lebih tinggi dari penghuni rumah-rumah Perumnas, tapi masih belum sanggup membeli rumah dan tanah dari perusahaan real estate, atau Papan Sejahtera. "Mereka itu juga harus diperhatikan," kata Widodo serius. "Mereka kan bagian dari masyarakat juga." Ia tidak menyebut persis masyarakat yang hendak dicapai tersebut bisa disamakan dengan pegawai negeri golongan berapa atau karyawan swasta tingkat yang mana. Tapi SK Menteri PU (No. 158/ KPTS/1980) ada menyebut beberapa hal. Antara lain ditetapkan, 95% kapling Perumnas tersebut diperuntukkan instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Sisanya dijatahkan bagi peminat perorangan. Subsidi Silang Jelaslah, kesempatan pemilikan rumah jadi mengecil sekali bagi orang-orang seperti Marsudi, Bambang dan Sianturi. Akhirnya mereka merasa terkecoh iklan Perumnas, yang bukan saja tidak memperinci penjatahan tanah bagi pemohon perorangan, tapi juga tidak menjelaskan pembeliannya secara tunai. Adapun luas tanah matang, yang akan dijual tunai itu hampir 50 hektar dan' tersebar di Klender (ada 392 kapling, Rp 15.000 per meter), Bekasi (145 kapling, Rp 9000/m), Tangerang (903 kapling, Rp 8500/m), Depok Tengah dan Depok Timur (1080 kapling, Rp 12.000/m). Dari hasil penjualan diperkirakan Perumnas bisa memperoleh dana hampir Rp 5« milyar. Mengapa baru sekarang dijual? "Memang sekaranglah saatnya," tandas Drs. Wihara Gumelar, Ka. Humas Perumnas. Dikatakannya, lingkungan Perumnas di empat kawasan tersebut boleh dibilang sudah mapan. Walau masih ada yang belum dihuni, menurut Gumelar, rumah-rumah itu secara administratif sudah terisi (lihat box). Diakui Widodo, secara hukum sebenarnya tidak tepat kalau dikatakan Perumnas menjual tanah. Lebih cocok kalau dikatakan, Perumnas yang mempunyai hak pengelolaan atas tanah, mengalihkan atau memberikan hak guna bangunan ataupun hak pakai tanah itu kepada pihak lain. Dari penyerahan hak tersebut tak ada salahnya Perumnas menerima pemasukan uang. Widodo menyatakan, kapling tanah matang memang sudah dipersiapkan lama untuk dijual. Bahkan sudah tersedia sejak rumah-rumah Perumnas dibangun. Tujuannya, katanya, tak lain untuk menutup "kerugian" Perumnas yang uk dapat dielakkan. Karena, di samping membangun rumah, perum tersebut juga harus menyediakan dana pembuatan jalan, gang, saluran air, dan lain-lain. Dana semacam itu diharapkan dapat ditutup dari penjualan kapling unah matang. Dan jika dana yang terkumpul masih tersisa, kelak akan dimanfaatkan Perumnas membangun rumah-rumah lain. "Ini yang disebut subsidi silang," ungkap Widodo. Nah, untuk pertama kali secara resmi dipermaklumkan: Perumnas rugi! Kerugian itu bisa saja dikatakan sebagai kerugian yang semu. Hanya lebih banyak diragukan adalah, baik keterangan Widodo maupun SK Menteri PU tersebut di atas, yang sama-sama membersitkan kesan yang juga semu. Misalnya pasal yang menyebutkan: "Sasaran penjualan kapling tanah matang ialah golongan masyarakat yang lebih mampu dengan maksud agar dapat memberikan subsidi kepada golongan yang kurang mampu." Maka bermunculanlah pertanyaan-pertanyaan seperti ini: Bukankah sejak mula sudah jelas bahwa tiap rumah Perumnas disubsidi Pemerintah? Bagaimana mungkin Perumnas mengatur golongan masyarakat yang lebih mampu untuk berfungsi seperti Pemerintah, memberi subsidi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus