Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Rumah di myoko-dori ni.1

Rumah gedung di jln. imam bonjol 1, jakarta tempat naskah proklamasi ri 1945 dibuat, akan dijadikan museum, gedung naskah proklamasi ri 1945. (ils)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMBIL memegang gelas minuman, seorang diplomat Inggris di Jakarta menggamit temannya. Dia berbisik: "Hei, listen, resepsi ini adalah resepsi terakhir di rumah ini." "Maksud anda?" "Iya, karena rumah ini harus segera diserahkan kepada Pemerintah Indonesia, untuk museum." Ruangan rumah yang luas berpermadani krem itu, 27 April malam penuh tamu. Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia T.J. O'Brien dan istri, mengadakan resepsi pamitan, karena masa jabatannya telah berakhir. Dan memang, malam itu adalah resepsi terakhir Kedubes Inggris yang diadakan di rumah itu. Sebab Juni 1981, kontrak sewa rumah itu akan berakhir. Rumah itu terletak di Jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta Pusat. Di sinilah di ruangan bawahnya, teks proklamasi dimuat. Waktu itu, 16 Agustus 1945, bulan puasa, golongan pemuda yang tidak menyukai hubungan yang terlalu erat antara Sukarno-Hatta dengan pihak Jepang, telah menculik kedua pemimpin tersebut. Mereka diamankan di Rengasdengklok. Tetapi Mr. Ahmad Subardjo segera membawa kembali Sukarno-Hattake Jakarta karena kemerdekaan harus segera diproklamasikan . Karena suasana waktu itu amat genting, Subardjo beranggapan bahwa rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 (waktu itu bernama Myako-dori No. 1) adalah daerah yang aman. Sebab Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut (Kaigun) Jepang di daerah kekuasaan angkatan darat (Rikugun) Jepang, yaitu Jawa dan Sumatera. Pihak Rikugun menentang keras proklamasi. Dan rumah Maeda dianggap mempunyai kekuasaan ekstra teritorial yang tidak bisa dicampuri pihak angkatan darat Jepang. Lewat pkl. 22.00 tanggal 16 Agustus, Sukarno-Hatta tiba di Myako-dori No. 1. Beberapa pemuda kemudian turut memenuhi tangga teras depan rumah itu. Menurut otobiografi Subardjo (Kesadaran Nasional), bersama Maeda, Sukarno-Hatta tak lama kemudian meninggalkan rumah tersebut untuk bertemu dengan Mayor Jenderal Yamamoto, Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer) Jepang di Indonesia waktu itu. Pkl. 02.00 dinihari, Sukarno-Hatta dan Maeda kembali. Yamamoto ternyata tetap menentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Untung saja, seorang kolonel AD Jepang turut serta ke Myako-dori. Myoshi, kolonel itu, sependapat dengan Maeda untuk memberi kesempatan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. "Sekeliling meja bundar duduklah Sukarno, Hatta, Maeda, Myoshi dan saya sendiri. Dekat saya, agak ke belakang, duduk sekretaris saya, Soediro Sukarni dan B.M. Diah, yang ikut mendengarkan perundingan meja bundar tersebut. Sukarni kelihatannya gelisah-resah ia keluar-masuk ruangan seperti ada sesuatu yang dipikirkannya", (Subardjo, hal. 331). Pkl. 03.00 pagi, Sukarno mencoretkan penanya dan berbunyilah kalimat: "Kami, bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. " Kalimat pertama yang sederhana dan pendek ini kemudian diperdebatkan. Sementara itu, Maeda kembali ke kamar tidurnya di ruang atas. Beberapa orang keluar masuk dapur, untuk mengambil minuman dan makanan yang disediakan oleh pembantu rumahtangga Maeda untuk makan sahur. Waktu sahur hampir habis. Semua ingin merampungkan teks proklamasi sebelum fajar menyingsing. Sedangkan di pelataran depan, semakin banyak pemuda berkumpul. Di balik tiang besar penyangga gedung, beberapa puluh mata mengawasi kegiatan di dalam. Pukul 04.00 pagi, teks rampung diketik oleh Sayuti Melik. Sukarno kemudian membacakannya dengan suara lantang. Kemudian untuk beberapa saat, ribut lagi mempersoalkan tentang siapasiapa yang harus dicantumkan namanya di bawah teks tersebut. Tapi satu persatu persoalan dirampungkan. Begitu pula desakan Sukarno agar proklamasi dibacakan di pekarangan rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi) -- bukan di lapangan Ikada (kini lapangan Monas) seperti diusulkan beberapa pemuda. Pukul 06.00, semuanya selesai. Semua berjanji akan berkumpul kembali pada pukul 10.00, tanggal 17 Agustus, untuk menyaksikan pembacaan proklamasi. Waktu semua peserta bubar, Maeda masih tidur di ruang atas rumah itu. Nassau Boulevard Selama zaman pemerintahan kolonial Belanda, rumah di Myako-dori atau Imam sonjol itu biasa disebut Engelandhuis atau British House. Jalannya bernama Nassau Boulevard, termasuk kawasan Nieuw Gondangdia. Rumah tersebut dibuat perusahaan asuransi Belanda, Nilmij van 1859 untuk kediaman Konsul Jenderal Inggris. Setelah selesai pada 1932, Nilmij dan pemerintah Inggris mengadakan kontrak sewa untuk jangka waktu 30 tahun -- 1932 sampai 1962. Waktu itu sewanya 750 rupiah sebulan. Setelah Nilmij van 1859 digantikan PT Asuransi Jiwasraya, pada 1960 kontrak diperbarui. Kontrak sewa diperpanjang untuk 20 tahun lagi, sampai 1980, dengan sewa Rp 3.000/bulan. Tahun 1967, sewa naik menjadi US$ 700. Tahun 1972, berubah lagi menjadi US$ 1500. Dan terakhir, 1977-1980, US$ 1800 sebulan. Tapi tahun lalu kontrak diperpanjang lagi sampai Juni 1981, juga dengan sewa US$ 1800 sebulan. Dengan luas bangunan 641 m2, rumah itu memiliki pekarangan 4.380 m2. Sementara itu, pemerintah Inggris telah membeli sepotong tanah di belakangnya yang kini jadi kolam renang. Berikut wisma tamu di pekarangan belakangnya. Engelandhuis itu sendiri memang mempunyai riwayat yang unik. Ketika Jepang berkuasa di tahun 1942, rumah itu ditempati Kaigun Jepang. Pada 1946, ketika Jakarta dikuasai Belanda kembali, ada dua diplomat Inggris kembali menempati rumah tersebut. Yaitu Sir Achibald Clark Kerr (yang kemudian bergelar Lord Inverchapel) dan Lord Killearn. Ratu Elizabeth 11 ketika berkunjung ke Indonesia pada 1974, mengadakan resepsi di rumah ini. Baru pada 1950, Sir D.K. Derwent secara resmi menjadi Duta Besar Inggris untuk Indonesia yang peruma dan menempati rumah di Jalan Imam Bonjol No. 1 itu. Sampai 1981, telah ada 10 orang duta besar bergantian tinggal di situ. Tidak banyak perubahan terjadi di rumah itu sampai sekarang. Hanya pintu yang tadinya menghubungkan ruang makan dengan dapur, kini telah ditutup. Ruang sebelah dalam itu kini jadi bagian ruang tamu. Ruang depan sebelah kanan, kini juga dijadikan ruang makan,. Sebuah meja bundar antik gaya Victoria, mendominasi ruangan pertama. Di ruang tamu lainnya, ada sebuah piano besar, beberapa stel kursi dan perabot lainnya. Semuanya dalam tataan yang rapi dan sedap dipandang. Pada tangga yang dibuat dari kayu yang kokoh, permadani merah terhampar. Biasanya, tamu-tamu wanita diperbolehkan ke atas kalau hendak ke kamar kecil. Lantai ruang atas itu ditutup oleh kayu besi yang selalu dipelihara sehingga mengkilat terus. Ada empat kamar tidur besar di tingkat atas ini. Hanya pada pesta-pesta besar, seperti malam akhir April lalu, pintu besar yang menuju pekarangan dibuka. Sebuah teras yang berlantai ubin biasa, dengan cahaya listrik yang redup, bisa memuat sekitar 100 orang tamu berdiri dalam resepsi. Sekitar 200 meter dari rumah induk, ada lagi sebuah rumah bertingkat satu, inilah wisma tamu. Tidak jauh dari wisma tersebut, sebuah kolam renang ukuran sedang membentang. Pemerintah Indonesia akan menjadikan rumah itu "Gedung Naskah Proklamasi Rl 1945 ". "Berita tentang museum itu mulai kami dengar sejak 1972," kata Alan E. Furness, Wakil Duta dari Kedutaan Inggris, "yaitu ketika Duta Besar Combs". Dan kini, kedutaan besar Inggris di Jakarta sedang repot mencari rumah untuk duta besarnya yang baru, Robert Brash. "Sulit mencari rumah yang sebagus dan sebesar Imam Bonjol 1," kata Furness.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus