Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dirayu Madu Energi Biru

Pria asal Nganjuk mengaku bisa memproduksi minyak mentah dari air. Dari biang minyak itu bisa dihasilkan bahan bakar sekelas minyak tanah hingga avtur. Presiden yakin ini ”sumbangan Indonesia bagi dunia”. Namun teknologi ini diragukan banyak orang.

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMUAN mahapenting itu akan dipresentasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor. Kalender menunjukkan Ahad, 18 Mei 2008. Tapi Joko Suprapto, orang yang ditunggu-tunggu, tak juga datang. Ia bahkan hampir dua pekan tak memberikan kabar.

Presiden, menurut seorang sumber, hari itu menghubungi Heru Lelono, anggota staf khusus bidang otonomi daerah yang bekerja bersama Joko. Yudhoyono, yang oleh para pengawalnya diberi kata sandi ”Krisna”, bertanya apakah pria 48 tahun itu sudah datang dari asalnya, Nganjuk, Jawa Timur. ”Heru menjawab belum,” kata sumber itu.

Sang Krisna tahu Joko bukan orang sembarangan. Pria itu dipercaya bisa memproduksi minyak mentah—kelompoknya memberi nama oil base—dari air. Dengan proses selanjutnya, biang minyak itu bisa diolah menjadi bahan bakar sekelas minyak tanah, bensin, bahkan avtur, bahan bakar pesawat terbang. Temuan dahsyat ini—jika benar—bisa meruntuhkan bisnis perusahaan minyak multinasional. Jangan-jangan ia diculik. Perintah pun dikeluarkan: cari Joko sampai ketemu.

Perintah itu diteruskan ke Kepolisian Negara Republik Indonesia. Satu tim dari Detasemen Khusus 88 Antiteror diterjunkan. Dipimpin seorang perwira berpangkat komisaris besar, tim ini langsung bergerak. Tak sampai sepekan, pada 23 Mei, ”sang penemu” ditemukan: ia tergolek di Rumah Sakit Soedono, Madiun, Jawa Timur. ”Ia sakit jantung,” kata Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira, juru bicara Kepolisian Republik Indonesia.

l l l

Pertautan antara Joko dan Istana dimulai pada awal 2007. Mulanya ia berkenalan dengan Iswahyudi. Konsultan perminyakan itu aktif di Gerakan Indonesia Bersatu, lembaga yang dibentuk para pendukung Yudhoyono pada 2006. Iswahyudi kemudian mengenalkan Joko kepada Heru Lelono, sekretaris umum gerakan itu.

Kepada Heru, menurut sumber yang terlibat dalam kelompok itu, Joko mengenalkan ”teknologi listrik murah”—sama dengan yang dipresentasikan Joko ke Universitas Gadjah Mada tapi ditolak setahun sebelumnya. Di universitas itu, Joko membawa proyek pembangkit listrik dan panel surya.

Heru Lelono tertarik. Ia semakin kesengsem ketika Joko mengatakan bisa membuat ”minyak mentah” dengan memisahkan hidrogen dari air. ”Ini sesuai dengan keinginan Presiden di berbagai kesempatan tentang perlunya kita mengembangkan FEW: food, energy, and water,” kata Heru, seperti ditirukan sumber Tempo.

Eureka! Inilah solusi bagi bangsa, yang dilanda krisis akibat melangitnya harga minyak. Heru dan Iswahyudi lalu mengenalkan Joko kepada Yudhoyono. Soal ini, juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, Presiden selalu menyambut baik teknologi yang dibawa kepadanya. ”Setelah bertemu dengan kawan-kawan yang menyumbangkan blue energy, Pak Heru mungkin berpikir ini bagus. Lalu dia presentasikan ke Presiden,” kata Andi.

Kepada Presiden, menurut Andi, Joko mengatakan temuannya merupakan terobosan baru yang sedang dalam tahap riset. Jika berhasil, ini bisa memberikan dampak luar biasa dalam teknologi energi nonfosil. Presiden menyambut baik presentasi itu, kata Andi.

Presiden pun memberikan lampu hijau untuk pengembangannya. ”Tiga sekawan” itu lalu membentuk PT Sarana Harapan Indo Group, yang menaungi Sarana Harapan Indopangan, Sarana Harapan Indopower, dan Sarana Harapan Indohidro. Heru menjadi komisaris, dan Iswahyudi sebagai direktur. Pengembangan minyak dilakukan sayap Indohidro. Adapun Indopangan kini giat mengkampanyekan padi varietas baru: Supertoy HL 1-3. HL, singkatan dari Heru Lelono, diklaim bisa menghasilkan padi belasan ton per hektare.

Suko Sudarso, Ketua Umum Gerakan Indonesia Bersatu, mengatakan Iswahyudi sempat mengajaknya bergabung dalam proyek ini. Namun aktivis yang sempat menjadi lingkaran dekat Yudhoyono itu menolak. ”Sebagai orang fisika, saya meragukan teknologinya,” ujarnya kepada Tempo.

Heru dan Iswahyudi jalan terus. Mereka membeli 11 hektare lahan di Desa Cikeas Udik, Bogor, hanya beberapa kilometer dari kompleks kediaman Yudhoyono. Di lahan ini kemudian dibangun pusat penelitian yang diberi nama Center for Food, Energy, and Water Studies, disingkat CFEWS. Peletakan batu pertamanya dilakukan Heru pada 20 November 2007. Edhie Baskoro, putra kedua Yudhoyono, hadir ketika itu.

Area pusat penelitian itu kini telah dilengkapi sejumlah fasilitas penunjang seperti dua tanki berdiameter 10 meter. Tangki setinggi enam meteran itu mengapit dua bangunan satu lantai beratap biru. Tampak umbul-umbul bertulisan CFEWS dipasang di gerbang masuk. Heru Lelono, seperti dikutip Koran Tempo, telah menghabiskan Rp 10 miliar untuk proyek ini. ”Semua dari swasta, tak ada dana dari SBY sama sekali,” katanya.

Lima hari setelah peletakan batu pertama itu, Heru dan kawan-kawan melakukan konvoi yang diklaim untuk menguji bahan bakar buatan Joko. Ada dua pikap Ford Ranger, satu sedan Mazda 6, satu bus, dan satu truk pengangkut jeriken. Menurut Heru, rombongan ini mengangkut 2.500 liter bahan bakar sekelas solar dan 600 liter kelas gasoline. Sebagian di antaranya dipamerkan dalam area Konferensi Internasional Perubahan Iklim di Bali.

Presiden melepas rombongan ini di depan rumah pribadinya. Hadir Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Presiden berjongkok di dekat knalpot mobil bersama Sudi Silalahi, untuk menunjukkan bahwa bahan bakar itu beremisi rendah. ”Saya mengikuti terus perkembangan penelitian ini,” katanya.

Setelah dilepas Presiden, rombongan itu berkeliling Jakarta. Baru pada 28 November mereka meninggalkan Ibu Kota, menuju Solo, Nganjuk, Banyuwangi, dan tiba di Denpasar, dua hari kemudian. Heru dan rombongan mampir ke rumah Joko di Nganjuk. ”Kita ingin membuktikan kepada dunia bahwa kita bukan bangsa kere, yang terombang-ambing harga minyak dunia,” kata Heru ketika itu. ”Bangsa Indonesia bisa menemukan sendiri bahan bakar.”

Presiden kembali menyambut rombongan ini di Denpasar. Di area Konferensi Perubahan Iklim, bahan bakar yang diberi nama ”Minyak Indonesia Bersatu” itu dipamerkan. Lagu-lagu ciptaan Yudhoyono, yang albumnya baru saja diluncurkan, diputar di lokasi pameran. Mereka yang hadir mengenakan seragam putih bergaris biru, dengan tulisan Blue Energy. Presiden dengan bangga mengatakan, ”Inilah kemenangan bangsa Indonesia.” Tepuk tangan menggema.

l l l

DI Restoran Wyllows, kawasan Moiliili, Honolulu, 31 Maret lalu, Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman makan malam dengan mahasiswa Indonesia. Teguh Santosa, mahasiswa Universitas Hawaii Manoa, yang mengikuti isu blue energy di Tanah Air, menanyakan perkembangan temuan itu.

Alih-alih menjawab pertanyaan Teguh, Kusmayanto menceritakan kisah konyol: ”Markonah, ingat cerita Markonah?” Para mahasiswa menggeleng. Begitu juga Agusti Anwar, Konsul Bidang Pendidikan Konsul Jenderal RI di Los Angeles.

Kusmayanto lalu menceritakan tipuan seorang perempuan pada 1970-an yang mengatakan bayi di kandungannya bisa bicara. Para petinggi tertipu. Si perempuan ternyata meletakkan tape mini—barang langka ketika itu—di balik bajunya. Dalam versi asli, si perempuan bernama Cut Sahara Fonna, bukan Markonah. Kusmayanto juga mengingatkan penggalian situs Batutulis, Bogor, oleh Menteri Agama Said Agil Al-Munawar pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Menurut Teguh Santosa, Kusmayanto terkesan tak percaya dengan temuan Joko Suprapto. Apalagi ia sama sekali tak dilibatkan dalam proyek itu. ”Ini sepenuhnya pekerjaan Heru Lelono,” kata Kusmayanto, seperti ditirukan Teguh kepada Tempo.

Menurut sumber Tempo, Kusmayanto juga sempat mengungkapkan keraguannya itu kepada Presiden. Namun ia malah diminta diam tak mengomentari proyek Heru dan kawan-kawan. Dimintai konfirmasi soal ini, Kusmayanto menolak menjawab.

Teknologi pembuatan oil base Joko memang masih misterius. Kepada wartawan, November lalu, ia mengatakan meneliti bahan ini sejak 2001. Intinya, ia menjelaskan, pemecahan molekul air menjadi unsur hidrogen dan oksigen. Dengan suatu katalis, hidrogen lalu diikat dengan rangkaian karbon tertentu. ”Tinggal mengatur jumlah rangkaian karbonnya, mau untuk mesin bensin, solar, atau avtur,” tuturnya ketika itu.

Dalam situs Gerakan Indonesia Bersatu, Heru Lelono menyebut nama blue energy diberikan Presiden. Penemuannya didasarkan pada ”teknologi mata hati”, yaitu ”penyelarasan kemampuan olah pikir manusia yang berbatas dan kuasa Allah yang tak ada batasnya”. Bahan bakar dihasilkan dari ”substitusi molekul hidrogen ke dalam rangkai karbon tak jenuh.” Joko Suprianto mengatakan ide penelitian ini dari Al-Quran.

Karena basisnya tak jelas, para pakar perminyakan skeptis. Tumiran, Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada, menilai air tak memiliki unsur kimia yang bisa diubah menjadi minyak. Ia bahkan menuduh kelompok Joko menipu.

Pakar bisa bilang apa saja. Namun Presiden yakin betul dengan keampuhan teknologi itu. Kepada rombongannya dalam perjalanan menuju Iran, Maret lalu, ia mengatakan temuan itu akan diumumkan pada bulan April. Syaratnya, mesin yang dibangun di Cikeas mampu memproduksi 5.000 liter per menit. Harganya direncanakan Rp 3.000 per liter. ”Ini sumbangan bangsa Indonesia kepada dunia,” ujarnya, seperti ditirukan seorang anggota rombongan.

Menurut Heru, akhir April lalu, Presiden kembali menerima Joko. Dalam pertemuan itu, sang peneliti berjanji menunjukkan hasil karyanya kepada Presiden pada 18 Mei. Joko berangkat dari Surabaya dengan memboyong semua peralatannya pada 6 Mei. Sejak itu ia menghilang. ”Ketika dijemput di Bandar Udara Soekarno-Hatta, ia tak pernah muncul,” kata Heru, seperti dikutip Koran Tempo.

Setelah ”ditemukan” pada 23 Mei, Joko tak bebas lagi. Siang-malam tentara dan polisi menjaga rumahnya. Ia tak gampang ditemui wartawan, yang ingin meminta kejelasan dasar ilmiah temuannya. Kepada Metro TV, yang ia undang khusus ke rumahnya, Joko mengatakan bahwa ia menghilang untuk menenangkan diri. Ia mengaku tak nyaman lagi dengan mereka yang mendukung proyek ini.

Joko merasa kerap ditekan para pendukung proyek. Di antaranya, ia dipaksa menandatangani kontrak yang mengharuskan dirinya menyerahkan semua rahasia penemuannya. Ia juga keberatan dengan istilah blue energy, yang kini populer. Baik Heru Lelono maupun Iswahyudi menolak dimintai konfirmasi atas pengakuan Joko. ”Kami tak akan memperpanjang perdebatan lagi,” ujar Heru.

Para penggagas proyek itu kini yakin, minyak murah akan bisa diluncurkan pada 17 Agustus nanti. Tokek…, bisa. Tokek..., tidak.

Budi Setyarso, Bunga Manggiasih, Rina Astuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus