Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Djoko Tjandra akhirnya ditangkap. Setelah buron selama 11 tahun, terdakwa kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar itu kini sudah menetap sementara di Rumah Tahanan Salemba cabang Badan Reserse Kriminal Polri sejak 31 Juli atau sehari setelah penangkapan pada 30 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menceritakan jika rencana penangkapan Djoko Tjandra telah disusun selama satu sampai dua minggu. Ia sebelumnya telah membentuk tim khusus yang secara intensif mencari Djoko Tjandra, sampai akhirnya mendapat informasi bahwa targetnya berada di Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tadi siang target yang bersangkutan diketahui di Kuala Lumpur. Karena itu sore, kami ke Malaysia dan bekerja sama dengan Kepolisian Malaysia, Djoko Tjandra kami tangkap. Ini merupakan komitmen kami," kata Listyo di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, pada 30 Juli 2020.
Dalam waktu kurang dari dua pekan, Listyo mengaku, insentif berkomunikasi dengan Polisi Diraja Malaysia (PDRM). Sampai pada 30 Juli, ia mendapat informasi jika Djoko Tjandra berhasil diringkus oleh PDRM.
PDRM membekuk Djoko Tjandra sedang berada di apartement pribadinya, di The Avare Condominium, Malaysia. Listyo beserta tim pun langsung berangkat menuju Malaysia.
Dalam proses serah terima terdakwa itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan jika Djoko diserahkan di dalam pesawat oleh PDRM kepada Polri. "Prosesnya namanya serah terima. Begitu Djoko Tjandra ditangkap Polisi Diraja Malaysia kemudian melakukan serah terima dengan polisi Indonesia di atas pesawat,” ucap Argo pada 31 Juli 2020.
Sudah mengenakan rompi oranye dan tangan terborgol, Djoko Tjandra turun dari pesawat. Ia diapit oleh sejumlah anggota. Tak butuh waktu lama, sang buronan langsung masuk ke dalam mobil tahanan dan bergerak menuju Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Buronan Koruptor Joko Tjandra, tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis malam, 30 Juli 2020 malam. Joko berhasil ditangkap di Malaysia, setelah sempat menghebohkan dengan aksinya keluar-masuk Indonesia pada Juni lalu. TEMPO/Imam Sukamto
Listyo menyempatkan mengucap terima kasih kepada Malaysia di hadapan media. Upaya ini berhasil karena ada bantuan dari PDRM. "Dalam kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih kepada Kepolisian Diraja Malaysia, Datuk Hamid, Datuk Hing, yang membantu kami dalam proses penangkapan dan pengembalian Djoko Tjandra," ujar Listyo.
Djoko hanya menginap semalam di Gedung Bareskrim Polri. Esoknya, pada 31 Juli, ia diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk segera dieksekusi.
Namun, lantaran adanya kasus baru, Polri memutuskan untuk 'meminjam' Djoko Tjandra sebagai bagian dari proses pemeriksaan dalam kasus tiga jenderal. Adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Brigadir Jenderal Nugroho Wibowo, dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang disebut-sebut membantu Djoko selama masa pelarian 11 tahunnya. Djoko kini mendekam di kamar sel nomor 1. Sedangkan kawannya, Prasetijo, mengisi kamar sel nomor 26.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md ternyata tidak kaget dengan penangkapan buronan Djoko Tjandra. Sejak 20 Juli 2020, Mahfud mengaku sudah tahu bahwa Djoko akan segera ditangkap dan dibawa pulang ke Indonesia. "Saya tahu, hanya menunggu waktu," kata Mahfud dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 30 Juli 2020.
Mahfud bercerita bahwa ia menggelar rapat lintas kementerian pada Senin, 20 Juli 2020. Peserta yang hadir dari Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Luar Negeri. Rapat digelar pukul 17.30 WIB.
Rapat disiapkan untuk mengadakan operasi khusus penangkapan Djoko. Saat itu, sejumlah pihak sudah mendesak Presiden Joko Widodo melakukan pendekatan Government to Government (G2G) dengan pemerintah Malaysia. Sebab, Djoko diduga berada di Negeri Jiran.
Tapi beberapa jam sebelum rapat digelar, pukul 11.30 WIB, tiba-tiba Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo datang menemui Mahfud. Kepada Mahfud, Sigit mengatakan tak perlu ada pendekatan G2G, cukup Police to Police (P2P).
Sigit meyakinkan Mahfud Md soal ini karena sudah mengetahui posisi Djoko. Operasi pun akan dimulai pada Senin malam. Setelah berdiskusi selama 10 menit, Mahfud setuju dan yakin polisi bisa menangkap Djoko. Mereka sepakat bahwa informasi operasi ini cukup diketahui Presiden Jokowi, Kapolri, dan Mahfud saja. "Sehingga, kami bersepakat untuk diam," kata Mahfud.
Itu sebabnya sejak 20 Juli 2020, Mahfud Md tidak berbicara spesifik soal bagaimana upaya untuk menangkap Djoko. "Saya hanya katakan yang diperlukan adalah tindakan ke dalam, polisi yang terlibat, jaksa, Kemenkumham yang terlibat untuk ditindak," kata dia.
ANDITA RAHMA | FAJAR PEBRIANTO | M. YUSUF MANURUNG | EGY ADYATAMA