JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
melarang ondel-ondel dijadikan alat mengamen. Razia atas pengamen ondel-ondel akan terus digelar bersamaan dengan razia terhadap pengamen badut, manusia silver, pak ogah, anak jalanan, dan pemulung. Sebanyak 62 pengamen ondel-ondel terjaring dalam razia pada Kamis lalu dari berbagai wilayah Ibu Kota.
Dalam razia itu, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI tidak menyita ondel-ondel yang dibawa pengamen. Sebab, tidak semua ondel-ondel merupakan milik para pengamen. Kebanyakan pengamen menyewa ondel-ondel dari perajin. Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin, mengatakan para pengamen yang terjaring razia diedukasi tentang ondel-ondel sebagai warisan budaya Betawi yang sudah menjadi ikon Kota Jakarta. "Yang punya atau yang menyewakan juga akan kami panggil," ujar dia, kemarin.
Arifin menambahkan, pengamen yang terjaring dalam razia juga akan dikenakan pidana ringan dengan dasar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Perda itu melarang pengamen, pengemis, atau penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lain berkeliaran di Ibu Kota.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pengamen ondel-ondel dirazia karena mereka mengganggu ketertiban dan lalu lintas. Alasan lainnya, razia penggunaan ondel-ondel sebagai alat mengamen bertujuan menjaga marwahnya sebagai warisan budaya Betawi. "Kami juga kan harus memberikan apresiasi dan penghargaan pada budaya bangsa, termasuk budaya Betawi," ujar dia.
Menurut Riza, ondel-ondel harus ditempatkan pada porsi atau posisi yang lebih terhormat. Ia pun menyayangkan ondel-ondel kini justru dijadikan alat mengamen, bahkan cenderung mengemis. "Banyak juga masyarakat yang mengaku merasa terganggu," ucapnya.
Saat ini, menurut Riza, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta sedang menyiapkan konsep acara sebagai wadah para seniman ondel-ondel untuk beratraksi. Dinas juga akan melakukan pembinaan kepada seniman dan budayawan agar pemanfaatan ondel-ondel sebagai warisan budaya dapat digunakan dengan baik.
"Nanti ada pembinaan kepada mereka (pengamen ondel-ondel), termasuk kepada teman-teman yang selama ini memanfaatkan ondel-ondel untuk kepentingan budaya dan kesenian," kata Riza.
Perajin menyelesaikan pembuatan kepala ondel-ondel di Kramat, Jakarta, 16 Maret 2016. Dok. TEMPO/M. Iqbal Ichsan.
Usul untuk melarang ondel-ondel sebagai alat mengamen mencuat sejak Februari tahun lalu. Kala itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta berencana merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Ketua Komisi E DPRD Jakarta, Iman Satria, mengatakan merasa miris melihat ondel-ondel kerap digunakan untuk mengamen atau mengemis di jalanan. Padahal, menurut dia, ondel-ondel merupakan salah satu budaya Betawi yang "megah".
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, mengatakan telah bertemu dengan Komisi E DPRD. Dalam pertemuan itu, Dinas dan Komisi E sepakat merevisi Perda Pelestarian Budaya Betawi tersebut. Iwan juga menilai penggunaan ondel-ondel untuk mengamen di jalanan itu tidak layak. "Jadi, nanti kami akan atur regulasinya," kata Iwan, Februari lalu.
Selanjutnya, pada Juli 2020, Dinas Kebudayaan DKI menggelar rapat bersama suku dinas kebudayaan di lima wilayah DKI, Lembaga Kebudayaan Betawi, dan perwakilan pegiat seni ondel-ondel. Lewat rapat itu, Dinas Kebudayaan membentuk Satuan Tugas Pembinaan Pegiat Seni Ondel-ondel. Satgas yang melibatkan Lembaga Kebudayaan Betawi, Satpol PP, dan Dinas Sosial itu diberi tugas meminimalkan penggunaan ondel-ondel sebagai alat mengamen.
INGE KLARA SAFITRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini