Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Dinas Bina Marga mengancam potong kabel milik operator jasa telekomunikasi yang tak berada di jaringan utilitas milik Jakpro dan Sarana Jaya.
Anak usaha Jakpro sudah menuntaskan pembuatan lubang dan ducting saluran bawah tanah di Jalan Mampang Prapatan dan Jalan Cikajang.
Apjatel tolak pindahkan kabel optik ke SUJT di 56 ruas jalan Ibu Kota.
JAKARTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta perusahaan jasa telekomunikasi segera memindahkan seluruh kabel telepon dan optik pada ruas jalan yang telah memiliki sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) atau ducting. DKI menugasi PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Perusahaan Umum Daerah Sarana Jaya membangun saluran kabel bawah tanah tersebut di 68 jalan di Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa ruas di antaranya telah rampung, meliputi Jalan Cikini Raya dan Salemba Raya di Jakarta Pusat serta Jalan Kemang Raya, Cikajang, dan Mampang Prapatan di Jakarta Selatan. “Kami akan potong kalau tidak dipindahkan," kata Kepala Dinas Bina Marga DKI, Hari Nugroho, kemarin. "Sesuai dengan aturan, kalau pemerintah sudah bangun SJUT, seluruh kabel harus pindah ke situ.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DKI dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) telah beberapa kali bersitegang soal penataan kabel optik yang semakin masif bergelantungan di tepi jalan. Pada Agustus 2019, Dinas Bina Marga memotong puluhan kabel optik saat penataan Jalan Cikini Raya. Polemik ini terus berlanjut ke lokasi-lokasi penataan berikutnya, termasuk di Jalan Mampang Prapatan.
Jakpro telah menuntaskan pembuatan saluran utilitas di kiri-kanan jalan sepanjang 5,2 kilometer tersebut. Namun, Hari melanjutkan, hanya 8 atau 20 persen dari 40 perusahaan telekomunikasi yang memindahkan kabelnya dari tiang ke bawah tanah, dengan menyewa jaringan Jakpro. “Yang lainnya mana? Pemerintah mau menata kota ini dengan lebih baik. Ini butuh dukungan semua pihak,” ujar dia.
Petugas Dinas Bina Marga Jakarta Selatan mencabut tiang listrik yang tak terpakai di Jalan Warung Jati Barat, Jakarta, 29 Januari 2019. TEMPO/M. Taufan Rengganis.
Rencana penataan kawasan udara Ibu Kota dimulai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999. Namun baru sepuluh tahun kemudian DKI melaksanakannya. Dimulai dengan Peraturan Gubernur Nomor 106 Tahun 2019 yang mengatur ihwal detail pembangunan saluran kabel bawah tanah berikut dengan regulasinya. Selain memindahkan kabel, perusahaan operator dibebani biaya sewa tahunan dari Jakpro dan Sarana Jaya.
Sebelumnya, selama kabel terbentang dari tiang ke tiang, operator hanya membayar retribusi Rp 10 ribu per meter kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) saat pemasangan pertama kali. “DKI menata Jakarta dari kondisi tata kota yang sudah tak baik. Kebijakan ini dikeluarkan agar Jakarta lebih berwajah kota modern dan maju,” kata Hari.
PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP)—anak usaha Jakpro yang menjalankan proyek sistem utilitas—menyatakan jumlah operator yang telah memindahkan kabel ke bawah tanah masih minim. Namun mereka lebih optimistis daripada Dinas Bina Marga. Presiden Direktur Jakarta Infrastruktur, Gunung Kartiko, mengatakan di Jalan Mampang Prapatan ada 28 dari 40 perusahaan yang telah menjalin komunikasi. Sebanyak 20 perusahaan masih dalam tahap pembicaraan dan pembuatan kesepakatan, sedangkan delapan lainnya sudah teken kontrak.
Menurut Gunung, ada banyak keuntungan bagi operator telekomunikasi menggunakan ducting perusahaan pelat merah tersebut. Keuntungan itu di antaranya adalah jaminan perawatan dan pengawasan secara periodik. Jakarta Infrastruktur bertanggung jawab atas kerusakan kabel akibat kondisi jaringan. Mereka juga memastikan saluran bawah tanah tersebut tak terimbas proyek infrastruktur di masa depan. “Kecuali memang kabelnya yang bermasalah, berarti perbaikan di tangan operator,” ujar dia.
Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif Angga, menyatakan dukungan terhadap penataan kabel-kabel udara di Ibu Kota. Menurut dia, 65 anggota asosiasi jasa telekomunikasi bersedia memindahkan kabel ke jaringan utilitas Jakpro dan Sarana Jaya meski harus berinvestasi ulang. Mereka menilai pembenahan wajah kota menjadi lebih modern dan maju akan mendorong perkembangan bisnis, terutama pertumbuhan konsumen.
Meski demikian, Apjatel berkukuh tak mau memindahkan kabel-kabel optik yang sudah mereka tanam di bawah tanah. Arif mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah mengumpulkan semua anggota Apjatel pada akhir 2018. Saat itu, Gubernur meminta bantuan mereka untuk memindahkan kabel ke bawah tanah secara swadaya. Permintaan itu langsung direspons Apjatel dengan mengubur jaringan kabel optik di 56 ruas jalan Ibu Kota.
Belakangan, lokasi proyek jaringan utilitas Jakpro dan Sarana Jaya beririsan dengan pemindahan kabel Apjatel pada 2018. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian tetap memaksa agar seluruh kabel optik yang berada di bawah tanah itu dipindahkan ke jaringan milik perusahaan daerah tersebut. “Kami menolak untuk memindahkan," ujar Arif. "Karena, sebelumnya, kami dengan inisiatif dan uang sendiri sudah menurunkan kabel ke tanah. Ini instruksi Gubernur.”
FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo