RADEN DODI Sumadi ternyata bukan sekadar figuran. Dialah yang mengatur pertemuan Presiden Abdurrahman Wahid dengan Tommy Soeharto, 5 Oktober tahun lalu, di Hotel Borobudur, Jakarta. Ini sebuah pertemuan kontroversial yang mengundang kritik luas ke alamat Presiden. Sebab, dua pekan sebelumnya, majelis kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita—yang kemudian tewas ditembak—memvonis Tommy Soeharto 18 bulan penjara dalam kasus tukar guling Bulog-Goro.
Peran penting Dodi dibenarkan oleh Noer Iskandar Sq., anggota DPR yang dekat dengan Abdurrahman Wahid. "Dodi mengaku orangnya Tommy. Dia yang pertama kali meminta saya agar Tommy bisa dipertemukan dengan Gus Dur," kata Noer. Bahkan, "diskusi" babak kedua antara Abdurrahman dan Tommy di Hotel Regent, Jakarta, sehari setelah pertemuan di Borobudur, menurut Noer, sepenuhnya diatur oleh Dodi—sosok yang kabarnya dekat dengan kalangan militer itu. "Saya tinggal menunggu pemberitahuan saja," ujar Noer, yang ikut dalam dua pertemuan itu.
Elza Syarief, pengacara Tommy Soeharto, menguatkan cerita Noer. Pada 30 September 2000, seminggu setelah vonis kasasi MA jatuh, Tommy mendapat surat dari Dodi yang memperkenalkan diri se-bagai orang dekat Abdurrahman. Dia menyatakan sanggup meng-atur pertemuan Tommy dengan Abdurrahman. Putra bungsu mantan presiden Soeharto itu tidak percaya begitu saja. "Mas Tommy menyuruh Dion mengecek pengakuan Dodi," kata Elza. Dion Hardy adalah orang kepercayaan Tommy.
Dua hari kemudian, Dodi bertemu dengan Tommy di Gedung Humpuss di Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. "Saat itu, timbul ide Tommy untuk minta grasi kepada Gus Dur. Hal itu disampaikan kepada Dodi," ujar Elza. Esok harinya, melayanglah surat permintaan grasi ke alamat Presiden Abdurrahman. Padahal, pada saat yang sama, peninjauan kembali perkara Tommy sedang diupayakan tim pengacaranya. Tiga hari kemudian, terjadilah pertemuan Borobudur dan Regent tadi.
Di dua hotel mewah itu, tersiar kabar telah dibicarakan kemungkinan deal antara Abdurrahman Wahid dan Tommy. Kesepakatan itu menyangkut soal grasi, juga soal peninjauan kembali (PK) kasusnya di MA. Tommy minta agar dalam soal PK, Abdurrahman tidak ikut campur. Cerita Elza, Abdurrahman mengatakan, "Itu bukan urusan saya, tapi urusan MA."
Urusan mentok. Padahal, menurut Elza, "upeti" untuk Abdurrahman sebesar Rp 15 miliar telah dicairkan dan sudah ada di tangan Dodi. Tommy berharap Abdurrahman mau memberikan grasi atau memenangkan PK tadi. "Awal Oktober 2000, Keluarga Cendana menyerahkannya dalam bentuk dolar kepada Dodi," ujar Elza. Pemberian uang itu dituangkan dalam bentuk surat perjanjian yang ditandatangani Tommy dan Dodi. Dion Hardy, yang ditugasi Tommy menukarkan uang tersebut, membenarkan keterangan Elza.
Sampaikah uang itu ke Abdurrahman Wahid? "Bapak tidak ada urusan dengan itu," kata Yeni, putri Abdurrahman. Noer Iskandar juga menjelaskan bahwa Abdurrahman tidak mengenal Dodi.
Sayang, Dodi kabur dari rumahnya di Cempakaputih dan tidak bisa dimintai konfirmasi. Polisi pun tengah mencarinya. Awal Desember tahun lalu, kepada majalah Panji, Dodi mengakui bahwa pertemuan Tommy dengan Abdurrahman memang benar atas inisiatifnya.
Yang terjadi kemudian, pada 2 November 2000, Abdurrahman Wahid menolak permohonan grasi Tommy. "Kamar" di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang disiapkan. Akhirnya, sejak 6 November 2000, ia buron.
Johan Budi S.P., Adi Prasetya, Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini