Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Simpang siur aturan mengenai intervensi pemerintah pusat terhadap fiskal daerah terjadi menjelang penyerahan draf Undang-Undang Cipta Kerja dari Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden Joko Widodo. Ketentuan dalam Bab VI A tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak Daerah dan Retribusi itu raib pada naskah setebal 1.035 halaman yang telah disunting oleh tim perumus dan akan dikirimkan oleh Sekretariat Jenderal DPR kepada Presiden Joko Widodo.
Namun, dalam draf setebal 812 halaman yang beredar kemarin malam, bab tersebut kembali muncul. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan draf 812 halaman ini menggantikan naskah 1.035 halaman. Menurut Indra, perubahan ini terjadi karena perubahan format kertas dari ukuran A4 menjadi ukuran legal.
Indra mengatakan naskah itu belum dikirim kepada Presiden Joko Widodo. Namun, ia tak merinci perubahan maupun legalisasi draf tersebut, apakah sudah diteken Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Badan Legislasi dan pimpinan DPR atau belum. “Saya tidak bisa bicara substansi, saya administrasi saja," kata dia, kemarin.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu juga tak memberi jawaban atas hal ini. “Kami akan lihat dulu,” ujarnya. Menurut Febrio, pemerintah harus memikirkan pelbagai kebijakan yang akan ditempuh dalam mendudukkan kewenangan pusat dan daerah. “Harus dipikirkan pelan-pelan, apa bentuk harmonisasinya. Salah satu concern kami adalah memastikan ada kesinambungan antara pembangunan yang ingin kita lakukan.”
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan wewenang intervensi pusat pada kebijakan fiskal daerah menjadi bagian dari upaya memberi kemudahan berinvestasi. “Ini juga dimaksudkan untuk memberikan kepastian usaha,” ujarnya.
Menurut ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, keluar-masuknya pasal mengenai wewenang intervensi pemerintah pada kebijakan fiskal daerah itu menjadi bukti maladministrasi proses penyusunan UU Cipta Kerja. Dia mempertanyakan perubahan substansi yang terjadi setelah aturan itu disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna pada 5 Oktober lalu. “Bukan hanya publik yang bingung, tapi juga investor karena ada banyak versi draf yang beredar,” ujarnya.
Bhima mengatakan kesimpangsiuran informasi bakal menyulut gelombang protes dari beragam kalangan, yang pada akhirnya memperburuk iklim investasi. “Investor akan wait and see karena mereka butuh kepastian hukum. Kalau undang-undangnya saja tidak ada yang beres, bagaimana investor percaya dengan kualitas regulasi di Indonesia,” ucap dia.
Menurut Bhima, polemik ini menjadi konfirmasi mengenai ketidakstabilan kebijakan pemerintah, yang menjadi penghambat terbesar dalam kemudahan berusaha di Indonesia. “Dalam jangka panjang, investor akan mengalihkan pabrik dari Indonesia ke negara lain yang bisa memberikan kepastian hukum.”
BUDIARTI UTAMI PUTRI | GHOIDA RAHMAH
DRAF KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL BERUBAH-UBAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo