Perseteruan antara Ketua Bappenas Kwik Kian Gie dan Kepala BPPN Putu Ary Suta soal Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN).
Kwik Kian Gie dalam dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, pekan lalu, mengatakan laporan resmi intelijen negara tentang para konglomerat bermasalah itu saling bertentangan. Kwik tidak sengaja mengungkap hal itu ketika ia menjelaskan beda pandangan antara dirinya dan Ketua BPPN Putu Ary Suta.
Pada sidang kabinet 7 Januari, Ary Suta menyebarkan laporan hasil kajian BIN yang berbeda dengan laporan BIN yang dilaporkan Kwik dalam rapat kabinet sebelumnya, 19 Desember 2001. Ciri-ciri dua dokumen itu berbeda. Yang terakhir keluar tidak berjudul dan bernomor 30-30-30 sepanjang diagonal pada setiap halamannya yang berwarna merah. Yang lebih berat, isinya berbalik 180 derajat dibandingkan dengan laporan sebelumnya.
Pada file yang dibawa Kwik dinyatakan, protes dan penolakan sebagian besar masyarakat terhadap perpanjangan PKPS dapat berakibat instabilitas keadaan negara. Sedangkan isi laporan BIN yang dibawa Ary Suta justru mendukung perpanjangan PKPS. Malah, yang di tangan Suta meminta BPPN menyiapkan aturan khusus untuk menjamin kepastian hukum. "Laporan itu aneh dan diragukan keautentikannya," kata Kwik, yang mengaku sudah mengecek soal itu kepada Kepala BIN Hendropriyono.
Apakah Ary Suta merekayasa laporan palsu? Menurut Ary, seperti dikutip Koran Tempo, dirinya baru menerima laporan hasil kajian BIN sewaktu sidang kabinet. "Karena ditaruh setumpuk oleh petugas di depan saya, ya, saya sebarkan saja. Kenapa dikatakan dari saya? Ndak betul itu," ia membantah. Menurut dia, Kwik sama sekali tidak berhak menilai autentisitas laporan BIN karena kajian BIN itu merupakan produk BIN sendiri. "Jadi, tidak ada satu orang pun di negeri ini yang berhak menafsirkan itu, dan memberikan official statement, kecuali BIN," katanya.
Hendropriyono sendiri mengelak ketika ditanya apakah BIN juga ikut memberikan saran dalam perpanjangan PKPS. "Itu bukan urusan BIN. Urusan BIN cuma melaporkan data, analisis, dan kesimpulan," tuturnya. Jadi, kenapa ada dua dokumen yang berbeda?
Dwi Wiyana, IG.G. Maha Adi, Cunding Levi (Jayapura), Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini