Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI sejumlah pengusaha properti, Sunny Tanuwidjaja adalah pembawa pesan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Setiap kali tak sepakat dengan kebijakan Gubernur, mereka menyampaikan unek-unek lewat Sunny. "Kalau ngomong langsung, enggak bisa. Ada yang enggak enak atau takut," kata Sunny, Rabu pekan lalu. "Jadi lewat gue."
Sunny juga kadang menjadi pintu masuk bagi pengusaha yang hendak bertemu dengan Basuki. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk yang sering memakai jasanya. "Ariesman kalau mau ketemu Pak Gubernur lewat gue, tapi kadang langsung," ujar Sunny.
Ketika hubungan Basuki dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tak harmonis, Sunny juga mengaku sering menjadi simpul penghubung dengan kalangan politikus itu. "Dia (Basuki) kadang buang badan, enggak mau konfrontatif," katanya.
Rabu pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Direktorat Jenderal Imigrasi melarang Sunny bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Keputusan cegah-tangkal (cekal) ini berkaitan dengan dugaan suap proyek reklamasi pesisir utara Jakarta. Salah satu tersangkanya Ariesman. Pengacara Ariesman, Ibnu Akhyat, menyatakan tak tahu hubungan kliennya dengan Sunny.
Basuki membenarkan kabar bahwa Sunny kerap menyampaikan keluhan pengusaha. Tapi, menurut Gubernur, kebijakan dia sama sekali tak bisa dipengaruhi Sunny. "Semua pertemuan transparan. Rapat saja gue upload di YouTube," ujarnya.
Basuki pertama kali bertemu dengan Sunny pada akhir 2009. Ketika itu, Basuki baru dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Sunny mahasiswa pascasarjana (S-2) jurusan ilmu politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat.
Sunny, yang tergabung dalam Fellowship of Indonesian Christians in America, mengundang Basuki menjadi pembicara. "Tahun depannya, gue ke Amerika," kata Basuki. "Lima hari diperas siang-malam untuk diskusi politik."
Dalam kesempatan itu, Basuki juga menyampaikan niatnya mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta lewat jalur independen pada pemilihan kepala daerah 2012. Basuki meminta beberapa mahasiswa menjadi relawan untuk mengumpulkan kartu tanda penduduk warga Jakarta. Sunny termasuk yang terlibat. "Dia nyiapin promosinya dan nempel gue mendatangi kampung-kampung," ujar Basuki.
Sampai Basuki dipinang sebagai calon pendamping Joko Widodo, Sunny terus mendampingi mantan Bupati Belitung Timur ini. Suatu waktu, pengurus salah satu partai penyokong pasangan Jokowi-Ahok kurang senang terhadap keberadaan Sunny. Mereka meminta Sunny dikeluarkan dari tim sukses pemilihan gubernur. Tapi Basuki menolak. "Dia ini bisa analisis, bisa baca survei, bisa ngomong," kata Basuki menjelaskan alasan mempertahankan Sunny.
Setelah Basuki menjadi Wakil Gubernur Jakarta, Sunny terus merapat. Menurut Sunny ia ingin mengamati perilaku politik Basuki dalam mewujudkan mimpinya menjadi gubernur. "Dari hitungan political science, menurut Sunny, enggak ada ceritanya Ahok jadi gubernur," ujar Basuki. Faktanya, sebelum pemilihan kepala daerah 2017 digelar, Basuki sudah menempati kursi DKI-1 karena Jokowi terpilih menjadi presiden.
Dengan alasan riset pula Sunny mendampingi Basuki bertemu dengan sejumlah tokoh politik, termasuk Presiden Jokowi. "Dia akan menganalisis pertemuan-pertemuan itu." Hasilnya, kata Basuki, untuk disertasi doktoral Sunny di Northern Illinois University.
Basuki mengaku tak pernah menggaji Sunny. Belakangan, dengan alasan butuh duit, Sunny memberi tahu Basuki bahwa dia bekerja sebagai konsultan politik untuk beberapa pengusaha. Salah satunya Peter Sondakh, pemilik Grup Rajawali. Berasal dari keluarga pengusaha, Sunny juga punya hubungan dengan sejumlah konglomerat. "Dia itu sepupu istri bos Sinar Mas, Franky Widjaja," ujar Basuki.
Sunny membenarkan, dia bekerja untuk Peter Sondakh dan punya hubungan kerabat dengan bos Sinar Mas. "Ada juga yang bilang saya keponakan Gubernur. Nah, itu ngarang," katanya.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo