Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sugianto Kusuma adalah orang nomor satu dalam deretan "sembilan naga" yang melegenda. Ketika Orde Baru berkuasa, sepak terjang bisnis Sugianto bersama "The Gang of Nine" mulai merajalela. Aguan—panggilan Sugianto—disebut-sebut sebagai sang godfather. Bisnis mereka terentang dari properti hingga otomotif.
Aguan juga bermitra bisnis dengan taipan Trihatma Kusuma Haliman dengan membangun kelompok Agung Podomoro. Grup ini telah dirintis sejak 1969. Proyek yang pernah dikerjakannya antara lain kawasan Kelapa Gading dan Mangga Dua Square. Dalam wawancara khusus dengan Tempo beberapa tahun lalu, Trihatma mengisahkan kedekatannya dengan Aguan. "He is my best partner," kata Trihatma.
Aguan masuk ke urusan reklamasi di utara Jakarta melalui PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Land. Kapuk Naga Indah mengerjakan lima pulau, yaitu A dan B dengan luas 459 hektare yang masuk wilayah Banten, serta C, D, dan E seluas 872 hektare yang ada di wilayah DKI Jakarta. Pulau C dan D saat ini sedang dalam tahap reklamasi. Bahkan di Pulau D sudah berdiri bangunan.
Orang dekat Aguan mengatakan Kapuk Naga Indah awalnya dimiliki oleh taipan Anthony Salim. Kapuk Naga Indah pernah mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga. Perusahaan tersebut kemudian mulai menguruk pesisir utara.
Dalam perjalanannya, Kapuk Naga Indah kesulitan pembiayaan akibat krisis ekonomi 1998. Apalagi bos mereka terjerat skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kemudian Anthony menggandeng Aguan. Taipan kelahiran Palembang itu menanam saham di Kapuk Naga Indah. "Akhirnya dia mengambil alih mayoritas Kapuk Naga Indah," ujarnya.
Belakangan, Aguan tidak melulu berbisnis. Ia juga aktif di dunia filantropi dengan mengurus Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Menurut orang dekatnya, lelaki kelahiran Palembang, 10 Januari 1951, ini aktif di yayasan sosial keagamaan itu sejak 2002. Kini Aguan menjadi wakil ketua umum yayasan tersebut. "Dia sudah jarang menyentuh bisnisnya," katanya. Kerajaan bisnis Aguan diserahkan kepada anak pertamanya, Richard Halim Kusuma.
Aguan tergugah masuk kegiatan sosial sejak sebagian besar wilayah Jakarta dilanda air bah 14 tahun lalu. Ketika itu permukiman padat penduduk di sekitar rumah tinggalnya di Pantai Indah Kapuk terendam banjir. Setelah bergabung dengan yayasan, Aguan banyak membangun rumah susun untuk warga miskin.
Ketika gempa dan tsunami melanda Aceh pada akhir 2004, Aguan juga mengulurkan tangan. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyalurkan bantuan dan membangun perumahan untuk korban tsunami. "Kami terpanggil membangun rumah di sana. Apalagi kami sudah memiliki pengalaman dengan membangun rumah susun di Muara Angke bagi masyarakat bantaran kali di wilayah tersebut," kata Aguan di Jakarta pada 2006.
Yayasan yang dikelola Aguan membangun ribuan rumah di atas lahan sekitar 27 hektare. Rinciannya, 1.000 unit rumah di Meulaboh, 700 unit di Lham Seupeng, Banda Aceh, dan 2.000 unit di Neuheun, Aceh Besar.
Tempo dua kali mendatangi kantor Yayasan Buddha Tzu Chi di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pada kedatangan kedua, Kepala Pengelola Yayasan, Winarso, mengatakan Aguan akan mengirim orang dari Agung Sedayu ke kantor Tempo untuk memberi penjelasan. "Bapak juga sudah membaca surat permintaan wawancara," katanya.
Syailendra Persada, Nur Haryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo