Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMATIAN mendadak bukan cuma dialami Munir. Dua pejuang penegak hukum Indonesia, Muhammad Yamin dan Baharuddin Lopa, juga mengalami hal yang sama. Yamin, jaksa yang dikenal gigih membongkar kasus korupsi ini, meninggal tiba-tiba seusai mengikuti seminar tentang budaya kerja di Denpasar, Bali, April silam.
Setelah dua hari mengikuti seminar yang digelar Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara itu, Yamin pergi ke sebuah restoran. "Di restoran ini ia sempat memesan makanan dan minuman," kata Felix D. Indratno, Kepala Sub-Direktorat Komunikasi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara. Namun, Indratno tak tahu menu apa yang dipesan Yamin dan di mana persisnya letak restoran tersebut.
Nah, usai dari restoran inilah tiba-tiba saja Yamin batuk-batuk hebat. Ia lantas minta diantarkan ke Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Dalam perjalanan, Yamin masih sadar, namun sesampai di rumah sakit, Yamin kejang-kejang, lalu tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal. Menurut keterangan medis, Yamin meninggal akibat serangan jantung.
Penyebab kematian Yamin inilah yang dicurigai istrinya, Andi Suwarni, 52 tahun. Suwarni heran suaminya terkena serangan jantung, apalagi ditambah batuk dan kejang-kejang seperti itu. "Bapak selalu menjaga kesehatannya. Ia tak punya penyakit jantung, penyakitnya cuma diabetes," kata Suwarni.
Ketika berangkat ke Bali pun, Yamin tampak sehat-sehat saja. "Tak ada keluhan sakit apa pun. Sakit kepala saja tidak," kata Suwarni. Bahkan, setelah seminar itu selesai, Yamin masih sempat menelepon ke rumah. "Bapak bilang, ia akan sampai di Jakarta pukul 23.00 WIB dan minta dijemput," kata Suwarni. Tapi penjemputan itu tak jadi dilakukan. Sebab, sekitar pukul 20.00 WIB, ada kabar dari Bali yang mengatakan bahwa Yamin telah meninggal.
Sayangnya, kecurigaan Suwarni ini tak diikuti dengan tindakan melakukan otopsi pada jenazah suaminya. Ia langsung menguburkan jenazah suaminya setelah tiba dari Bali.
Kecurigaan juga muncul dari pihak keluarga Baharuddin Lopa. Lopa, yang terakhir menjabat Jaksa Agung, meninggal di Rumah Sakit Al-Hamadi, Riyadh, Arab Saudi, tiga tahun silam. Menurut catatan medis, Lopa meninggal akibat gangguan jantung. Anehnya, sebelum meninggal, Lopa pun sempat muntah-muntah.
Masyita, 35 tahun, anak keempat Lopa, mengaku sempat curiga bahwa kematian ayahnya itu tidak wajar. Alasannya, pada jenazah Lopa ditemukan bercak-bercak biru di bagian lengan, dada, dan punggung. "Menurut dokter keluarga kami, bisa saja itu tanda-tanda keracunan," kata Masyita.
Namun, menurut Masyita, pihak keluarganya tak bisa menuduh begitu saja. "Kami tidak tahu pasti, apa benar Bapak dibunuh," katanya. Karena itulah, ia tak meminta agar jenazah ayahnya diotopsi. "Sebab, tak ada yang menjamin otopsi itu dilakukan dengan benar dan dapat mengungkap penyebab sebenarnya kematian ayah saya."
Keluarga Lopa akhirnya hanya memendam kecurigaan itu. Mereka percaya saja dengan catatan medis yang mengatakan bahwa Lopa meninggal karena serangan jantung. "Alasan ini memang bisa dimengerti karena bapak jarang memeriksakan kesehatannya," kata Masyita. Apalagi Lopa perokok berat.
Pihak keluarga boleh saja pasrah. Tapi sekarang, dengan adanya kabar dari hasil otopsi terhadap jenazah Munir yang menyebut bahwa Munir meninggal lantaran diracun, muncul kecurigaan bahwa kedua tokoh ini juga meninggal tak wajar.
Rachland Nashidik, Direktur Eksekutif Imparsial, lembaga yang memfokuskan diri pada masalah hak asasi, terang-terangan menyatakan kecurigaannya. "Jika Yamin dan Lopa terkena serangan jantung, mengapa harus diawali dengan muntah-muntah?" kata Rachland.
Menurut Rachland, bisa jadi ada kaitan kematian mendadak dua tokoh itu dengan kasus-kasus yang mereka tangani. Beberapa pihak memang menyetujui kecurigaan ini. Yamin dikenal sebagai jaksa yang berani dan jujur. Ia menjadi ketua tim penyidik yang memeriksa Nurdin Halid dalam kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng senilai lebih dari Rp 160 miliar.
Lopa, apalagi. Siapa yang tak kenal dengan orang kaku untuk urusan penegakan hukum ini. Saat menjabat Jaksa Agung, Lopa gencar memburu kasus yang melibatkan nama besar seperti Prajogo Pangestu, Sjamsul Nursalim, Nurdin Halid, dan Akbar Tandjung. Karena itulah Rachland mengatakan, mungkin saja Munir bukanlah kasus pertama yang meninggal lantaran diracun. "Bisa jadi Munir adalah korban ketiga setelah Yamin dan Lopa," katanya. Pernyataan yang sesungguhnya mengundang hasrat aparat negara untuk menyelidiki kasus-kasus itu.
Rian Suryalibrata, Eni Saeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo