Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Hingga menjelang akhir jabatan, mayoritas para anggota DPRD DKI Jakarta belum setor laporan kekayaannya ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasannya, para anggota dewan tersebut tak mengerti sistem pelaporan elektronik itu.
Baca : Belum Lapor LHKPN ke KPK, Anggota DPRD DKI: Lama Cari Bukti
"Kalau saya mengatakan sih banyak yang gaptek (gagap teknologi) itu. Saya sendiri gaptek," ujar Wakil Ketua DPD Gerindra Jakarta Syarif saat dihubungi pada Jumat, 18 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengungkap alasan mengapa anggotanya belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gembong mengatakan anggota fraksinya kesulitan karena harus mengumpulkan bukti kepemilikan harta. "Pelaporan kan mesti dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan atas harta yang dia miliki, itu yang bikin agak lama," ujar Gembong saat dihubungi pada Jumat, 18 Januari 2019.
Syarif mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memberikan sosialisasi mengenai pelaporan elektronik tersebut. Namun saat membuat laporan, Syarif mengatakan banyak yang menemukan kesalahan.
Melihat sulitnya pengisian tersebut, Syarif mengatakan Gerindra akan mulai mengerjakan pelaporan itu secara kolektif pada Februari dan ditargetkan selesai pada Maret 2019.
"Nanti kami imbau semua, kami wajibkan sebelum Maret sudah selesai pelaporan itu," kata Syarif.
Baca: KPK Sebut Anggota DPRD Jakarta Abai Laporkan Harta Kekayaan
Menurut Gembong, partainya telah beritikad baik menyelesaikan LHKPN itu. Bahkan ia mengklaim sudah mengundang perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan bimbingan teknis menginput laporan elektronik tersebut.
Fraksi PDIP saat ini tengah melakukan pengumpulan kolektif LHKPN tersebut. Menurut dia, ada beberapa anggota yang sudah selesai membuat laporan, tetapi ada juga yang belum.
"Kalau yang hartanya banyak pasti lama cari buktinya. Kalau yang hartanya sedikit, paling gampang, sehari juga oke," ujar Gembong.
Gembong menargetkan pada pertengahan Februari 2019 seluruh anggota legislatif PDIP akan selesai membuat laporan tersebut.
Sebelumnya, KPK mendorong Kementerian Dalam Negeri segera membuat peraturan tentang kepatuhan penyelenggara negara di daerah dalam melaporkan harta dan kekayaan mereka.
"Kami sudah mendekati Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Insya Allah dalam waktu dekat akan keluar Permendagri tentang itu," kata Pelaksana Tugas Direktur Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK Kunto Ariyawan, Kamis, 17 Januari 2019.
Dalam aturan yang bakal dibuat Menteri Dalam Negeri, menurut Kunto, kewajiban melaporkan kekayaan akan dikaitkan dengan hak mendapat pelbagai tunjangan.
Dengan begitu, anggota Dewan yang tak melaporkan kekayaan secara periodik, tunjangan mereka bisa ditahan. "Nanti, syarat pencairan tunjangan, itu harus lancar tanda terima laporan LHKPN," kata dia.
Lebih lanjut, Syakir mengatakan pihaknya tak merasa khawatir persoalan LHKPN menurunkan elektabilitas calon legislatif.
"Enggak ada kaitan itu mah. Ya ada sih pengaruhnya, tapi enggak besar kok," kata dia.
Menjelang akhir masa jabatan anggota DPRD DKI, KPK mendorong Kementerian Dalam Negeri segera membuat peraturan tentang kepatuhan penyelenggara negara di daerah dalam melaporkan harta dan kekayaan mereka. Dari 106 anggota DPRD DKI saat ini, baru dua orang yang menyerahkan LHKPN pada awal menjabat.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, membenarkan adanya kerja sama dengan KPK dalam merancang peraturan tentang kepatuhan pelaporan kekayaan penyelenggara negara di daerah. Draf aturan tersebut ditargetkan rampung akhir Februari nanti. "Kira-kira, butuh empat minggu sampai draf final," kata dia.
Sumarsono menerangkan, draf peraturan tersebut akan mengatur secara komprehensif kewajiban penyelenggara negara di daerah untuk menyerahkan LHKPN, dari tata cara pelaporan hingga pemberlakuan sanksi. Peraturan tersebut, misalnya, akan memuat ketentuan penundaan pelantikan, kenaikan pangkat, dan pencairan tunjangan jabatan.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Taufiqurrahman beralasan para politikus Kebon Sirih tak menyerahkan LHKPN karena menganggap status mereka bukan sebagai pejabat negara. "Ini soal perdebatan apakah (yang bukan) penyelenggara negara wajib melapor atau tidak," kata dia.
Ihwal belum disetorkannya LHKPN ini bisa disebut “kebandelan” para anggota dewan. Pasalnya, tahun lalu DPRD DKI sudah mengeluhkan hal serupa.
Baca: DPRD DKI Akan Undang KPK Lantaran Bingung Membuat LHKPN
DPRD DKI Jakarta pernah berencana mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberi penjelasan tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. "Nanti KPK bisa menjelaskan cara mengisi LHKPN,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana, Kamis, 17 Mei 2018.
Rencana oleh DPRD DKI itu disampaikan Triwisaksana untuk menjawab kritikan dari Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Kritik itu disampaikan Saut dalam peluncuran rencana aksi pemberantasan korupsi dan penanggulangan gratifikasi di Balai Kota Jakarta pada 15 Mei 2018. Menurut Saut, banyak anggota DPRD DKI yang belum menyampaikan LHKPN.
M JULNIS FIRMANSYAH | ROSSENO AJI