DUIT perlu, sopan santun jangan diabaikan. Paling tidak ini
berlaku di kalangan pengemudi mobil umum dan kusir bendi di
Sumatera Barat. Meski sehari-hari lalu-lalang di jalan raya
mencari uang, mereka tak bakal menggubris calon penumpang yang
menyetop pakai tangan kiri.
Seorang pemuda, yang lama merantau, baru-baru ini pulang ke
Padang. Di tepi jalan dia berdiri menyetop bis jurusan Pariaman.
Sempat dua jam tak satu pun bis antarkota itu yang
mengacuhkannya, padahal tempat duduk banyak yang kosong.
Si pemuda baru sadar ketika kawannya metngingatkan: di sini tak
bisa pakai tangan kiri memanggil mobil. "ltu namanya kurang
beradat," komentar seorang sopir bis.
Memandang tangan kiri bagai 'anak tiri' ternyata masih menjadi
tradisi di Sumatera Barat. Di zaman Belanda dulu para kondektur
kereta api di daerah ini juga dilatih memegang gunting karcis
dengan tangan kiri, agar tangan kanan bisa berurusan dengan para
penumpang. Tapi bila masih ada penumpang menggunakan tangan
kiri, "biasanya kami amati dulu, apa tangan kanannya berisi
sesuatu, atau dia memang bukan orang Minang," kata Nasrul, 29
tahun, kondektur yang mengaku sejak sepuluh tahun lalu menerima
pelajaran itu dari seniornya. Sementara itu, para supir oplet
dan bis kota di Padang sering nyeletuk bila digamit dengan
tangan kiri, "Manga jo tangan kida bana mimbau urang.
Ongkosnyo indak ka labiah juo ..." Artinya: kenapa harus pakai
tangan kiri memanggil orang, bayarnya juga tak lebih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini