Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI ketinggian 200 meter, kawasan perbukitan Hambalang di Sentul, Bogor, terlihat ijo royo-royo. Perkebunan dan sawah serta bentangan bukit di kejauhan menyejukkan mata. Di lingkungan alam ini, proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, seluas 31,2 hektare dibangun.
Menggunakan trike atau gantole bermesin, fotografer Tempo Rully Kesuma mengitari kompleks Hambalang empat kali dari berbagai arah, Jumat pagi pekan lalu. Semakin ke belakang, kompleks kian berÂundak ke bawah dan melebar. Sekilas, sejumlah gedung terlihat siap pakai. Asrama olahragawan putra-putri senior di bagian tengah kompleks, misalnya, kelihatan megah. Genting abu-abu dan sejumlah penampungan air biru sudah tersusun rapi. Tapi, dari udara, bagian dalamnya masih berupa rangka konstruksi.
Dari darat, kondisi Hambalang juga jauh dari sempurna. Asrama atlet junior dan gedung olahraga masih jauh dari selesai. Hanya kerangkanya terlihat, tanpa tembok dan atap. Gedung atletik dan lapangan sepak bola juga belum kelar. Satu-satunya bangunan yang terlihat utuh hanya masjid di bagian depan.
Rencananya, proyek Hambalang yang berisi lebih dari 20 fasilitas olahraga itu kelar akhir tahun ini. Tapi, sejak pembangunan dimulai dua tahun lalu, pengerjaannya baru mencapai 47 persen. Sekretaris Kementerian Olahraga Yuli Mumpuni Widarso mengatakan kemunduran itu terjadi karena PT Adhi Karya dan Wijaya Karya sebagai pengembang belum menerima pembayaran Rp 75 miliar. Panitia Kerja Hambalang di Dewan Perwakilan Rakyat menangguhkan anggaran karena amblesnya gedung yang bakal menjadi rumah calon atlet negeri ini.
Pertengahan Desember 2011, hujan deras mengguyur Hambalang. Tanah di Zona III atau area bawah ambles. Gedung latihan bulu tangkis dan gudang genset di atasnya miring. Dua gedung itu akhirnya diruntuhkan karena mengancam keselamatan para pekerja. "Tak ada yang tahu proses ambles. Satpam yang kebetulan lewat mendapati bangunan sudah miring," kata Ginting, Penjabat Manajer PT Ciriajasa.
Tempo yang mengitari kompleks ini juga melihat sejumlah fondasi bangunan ambles. Sebagian struktur belakang gedung olahraga serbaguna terlihat rontok, membuatnya bagai rumah panggung dengan satu kaki telanjang saja terlihat. Puing fondasi berserakan di sekitarnya.
Toh, Deputi Harmonisasi dan Kemitraan Kementerian Pemuda dan Olahraga Lalu Wildan membantah lahan Hambalang labil. Ia mengklaim pemilihan lahan itu sudah sesuai dengan prosedur dan meleÂwati verifikasi kelayakan. Wildan optimistis pembangunan kembali gudang genset hanya memakan waktu sebulan. "Kecil begitu gedungnya, sekandang ayam."
SELEMBAR surat dilayangkan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam—kini terpidana kasus suap Wisma Atlet—pada 8 Januari 2010. Ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, warta itu berisi ucapan terima kasih atas surat keputusan pengalihan hak pakai tanah Hambalang ke Kementerian Olahraga. Dua hari sebelumnya, Joyo mengeluarkan surat keputusan tersebut.
Tak sampai tiga pekan, ucapan terima kasih kembali ditandatangani Wafid. Kali ini ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang telah mengeluarkan sertifikat hak pakai tanah. "Kami sudah menunggu sejak 2004," kata Wafid, yang dikontak melalui koleganya.
Ketua tim pencari tanah Kementerian Olahraga, Deddy Kusdinar, mengakui sulitnya mendapat sertifikat tanah Hambalang. Deddy bercerita, pada 2003, Direktorat Jenderal Olahraga, yang saat itu berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional yang dipimpin Menteri Abdul Malik Fadjar, berencana membangun sekolah bertaraf internasional. Musababnya, Sekolah Olahraga Ragunan sudah diserahkan ke pemerintah DKI Jakarta karena pemberlakuan otonomi daerah.
Deddy dan timnya lalu menyurvei lima lokasi, antara lain di Karawang, Cibinong, dan Cikarang. Semula, tim mengincar tanah di Karawang. Tapi tanah di situ masih jadi sawah produktif. Akhirnya, tim merekomendasikan tanah di Bukit Hambalang. "Itu tanah negara, lebih murah, dan lokasinya dekat," kata Deddy.
Pada Mei 2004, Hambalang diputuskan jadi lokasi pembangunan. Wafid Muharam, yang saat itu kepala biro umum, mengakui ada pembagian duit untuk masyarakat yang menggarap tanah lokasi. Anehnya, pembangunan fasilitas langsung dimulai tahun itu juga. "Setelah (pemberian) duit kerokhiman, ada pembangunan masjid, asrama, dan lapangan sepak bola," ujar Wafid.
Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan meminta proyek dihentikan. Musababnya, belum ada sertifikat tanah Hambalang. Hingga Direktorat Olahraga menjadi kementerian yang dipimpin Adhyaksa Dault, bahkan hingga Adhyaksa tak menjabat menteri, sertifikat tak juga keluar. Badan Pertanahan enggan mengeluarkan surat keputusan karena belum ada surat pernyataan penyerahan lahan dari pengguna sebelumnya.
Adalah PT Buana Estate, perusahaan milik Probosutedjo, adik tiri mantan presiden Soeharto, yang menggunakan lahan itu sebagai area perkebunan. Wafid mengaku tiga kali menyurati Probosutedjo agar membuat surat pernyataan. Bahkan Wafid berjanji satu fasilitas olahraga dinamai "Gedung Probo".
Pada 2009, Wafid, yang menjabat Sekretaris Kementerian, meminta Kepala Biro Umum Fadlilah Mursjid, adik bekas Menteri-Sekretaris Negara Saadillah Mursjid, menemui Probosutedjo. Wafid juga meminta bantuan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bogor Endang Kosasih mengupayakan sertifikat Hambalang. "Termasuk dukun datang ke saya, ternyata tidak ada yang berhasil," ujar Wafid.
Barulah pada November 2009, Probosutedjo mengeluarkan surat pernyataan. Isinya: tak keberatan tahan di Hambalang dikelola Kementerian Olahraga. Dilengkapi tanda tangan di atas meterai, ProbosuteÂdjo menyatakan tak akan menuntut hak atas tanah itu selama tanah yang dikelola di luar milik Buana Estate. "Waktu saya naik haji, entah siapa yang bisa tembus ke Probo, saya dapat surat itu," kata Wafid.
BELUM dua tahun berjalan, proyek Hambalang sudah menuai badai. Komisi Pemberantasan Korupsi mulai menyelidiki dugaan korupsi proyek ini. Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan amblesnya proyek juga mulai diselidiki lembaganya.
Lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch juga menilai proyek Hambalang penuh kejanggalan. Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho, mempertanyakan meroketnya biaya pembangunan fasilitas di Hambalang. Saat Kementerian Olahraga dipimpin Adhyaksa Dault, hanya direncanakan pembangunan sekolah atlet, tanpa sport center, dengan anggaran Rp 125 miliar. Tapi, saat Andi Mallarangeng memimpin, nilai proyek menjadi Rp 1,175 triliun. "Seperti sulapan saja," katanya.
Adhyaksa juga terkejut oleh penggelembungan nilai proyek. Ia menilai dana Rp 125 miliar sudah cukup membangun seluruh sekolah olahraga. Tapi, selama sertifikat belum keluar, Adhyaksa tak mengizinkan proyek dilanjutkan. "Tak ada satu pun pembangunan selama saya jadi menteri," ujarnya.
Sekretaris Kementerian Yuli Mumpuni mengakui pelonjakan anggaran terjadi karena konsep proyek Hambalang berubah: dari semula hanya untuk atlet junior menjadi atlet elite pelatihan nasional. Fasilitas yang dibutuhkan pun bertambah banyak. Menteri Andi enggan membeberkan asal mula munculnya proyek sport center dan menyebutkan hanya melanjutkan proyek dari menteri sebelumnya.
Jawaban tegas datang dari Ketua Komisi Olahraga DPR Mahyuddin. Ia menyatakan perubahan proyek Hambalang merupakan usul Andi Mallarangeng. Termasuk perubahan anggarannya. "Ada transkrip rapatnya," kata Mahyuddin, yang juga politikus Partai Demokrat.
Pramono, Isma Savitri, Rusman Paraqbueq, Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo