Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETENGAH tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Muhammad Nazaruddin masih flamboyan. Tetamu harus menunggu buat menemui mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Sejumlah tamping—akronim dari tahanan pendamping—lebih dulu menyiapkan ruang di lantai dua. Begitu ruangan siap, tuan rumah akan dijemput dari selnya di Blok B.
Dua kali ke Cipinang, beberapa waktu lalu, Tempo menunggu kedatangan sang bendahara sekitar satu jam. Ketika dia muncul, tahanan yang mengawalnya tetap: Andhika Gumilang. Suami Malinda Dee, terdakwa pembobol Citibank, itu tampil garang dengan rambut cepak, tangan penuh tato, dan lengan bajunya dilipat tinggi. Nazaruddin necis: rambutnya dipotong rapi, tubuhnya ditutup kemeja batik lengan panjang dan pantalon berbahan kain. Sebagai alas kaki: sandal Crocs.
Dalam dua jam lebih pertemuan, Nazaruddin menceritakan proyek pembangunan pusat olahraga di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Ia bertutur dengan detail. Lelaki 34 tahun ini sama sekali tak pernah berpikir lama sebelum berbicara. Termasuk ketika Tempo memintanya menggambar denah tempat beberapa pertemuan yang dia ceritakan. "Sejak awal saya ditugasi Ketua Fraksi membantu mengurus proyek ini," ujarnya.
Pada awal 2010, ketika rencana proyek Hambalang dibahas, Nazaruddin adalah bendahara Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat. Ketuanya Anas Urbaningrum. Sejumlah kolega di Dewan–Angelina Sondakh, Mirwan Amir, Mahyuddin, dan Ignatius Mulyono—disebut Nazar aktif mengurus proyek ini. Ia juga menunjuk Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng serta Sekretaris Kementerian Wafid Muharam. Semua nama itu populer setelah terbongkarnya skandal suap proyek Wisma Atlet SEA Games XXVI di Palembang, tahun lalu.
Pembuka pintu proyek Hambalang, menurut Nazar, adalah pertemuan di lantai 10 kantor Kementerian Olahraga pada awal 2010. Dia bersama Angelina dan ÂMahyuddin menemui Andi. Tetamu punya misi: melempangkan pembahasan anggaran. Caranya, meminta Andi menunjuk Wafid, yang telah lebih dulu "digarap", sebagai penghubung kantor Kementerian Olahraga dengan Komisi X Dewan. Misi ini sukses pada setengah jam terakhir dari tiga jam pertemuan.
Setelah pertemuan ini, Angelina dan Wafid aktif bertemu. Hasil rapat selalu dilaporkan ke Anas di ruang Ketua Fraksi. Nazar selalu hadir di situ. Cuma, tetap ada masalah untuk proyek Hambalang, yakni soal tanah yang belum bersertifikat. "Waktu itu Mas Anas tanya: bagaimana solusinya?" kata Nazar.
Anas lalu memanggil Ignatius Mulyono. Pada periode 2004-2009, Mulyono adalah koordinator Badan Anggaran di Komisi II, yang membidangi pertanahan. Menurut Nazar, Mulyono bilang soal tanah urusan gampang. Sebab, Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto disebutnya memiliki "keperluan" dengan Dewan, antara lain soal Rancangan Undang-Undang Pertanahan. "Mas Anas tanya: gimana Pak Ignatius langkahnya? Dijawab: mau Ketua Fraksi gimana?"
Nazar mengatakan Anas minta Mulyono mengatur pertemuan dengan Joyo. Perjamuan dilakukan pada siang pekan berikutnya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, Jakarta. Anas, Joyo, Mulyono, dan Nazar memesan ikan untuk porsi bersama. Sebelum makan, Nazar dan Anas sempat melakukan salat zuhur di sisi meja kotak lesehan. Untuk Tempo, Nazar menggambar denah tempat duduk peserta pertemuan. "Waktu itu ada sekretaris Pak Joyo juga di luar," tuturnya. Pada akhir persamuhan, Joyo menjanjikan sertifikat bakal keluar paling lama sebulan.
Pekan lalu, Tempo datang ke restoran Jepang itu. Pengunjung harus membuka sepatu menuju ruangan. Ada enam bilik tatami, dua bilik di sisi Jalan Gatot Subroto, dua di tengah, dan dua di sisi dalam Hotel Sultan. Posisi meja dan ruangan persis dengan denah yang dibuat Nazar.
Tak sampai sepekan setelah pertemuan, kata Nazaruddin, urusan tanah beres. Setelah mengambilnya di Badan Pertanahan, Mulyono menyerahkan sertifikat kepada Anas. Sertifikat diserahkan Anas ke kolega bisnisnya, Machfud Suroso, yang kemudian meneruskannya ke Wafid Muharam.
Ignatius Mulyono membenarkan dulu diperintah Anas mengurus sertifikat. Tapi ia membantah pertemuan di Nippon Kan. Ia juga mengatakan tak bertemu dengan Joyo, melainkan dengan Sekretaris Utama Badan Pertanahan Managam Manurung. Bukan sertifikat, Mulyono hanya menerima surat pernyataan dari Badan Pertanahan bahwa hak pakai Hambalang milik Kementerian Olahraga. "Saya ambil, langsung saya kasihkan Anas," ujarnya.
Penyelesaian urusan tanah ini cukup ajaib. Semula tanah ini digunakan PT Buana Estate, perusahaan milik Probosutedjo, dengan status hak guna usaha. Pada 2002, tanah dikembalikan ke negara, tapi sertifikat tak bisa diterbitkan sebelum ada pernyataan pelepasan lahan dari ProbosuteÂdjo. Deddy Kusdinar, Kepala Biro Perencanaan Kementerian, pernah disuruh Wafid menyurati Probosutedjo. "Saya coba, tak berhasil," katanya.
Wafid, yang juga menghuni penjara Cipinang dan diwawancarai melalui koleganya, mengatakan tiga kali menyurati Probosutedjo. Semua tak mempan. Baru pada 2009, Probosutedjo mengeluarkan surat pernyataan. Isinya, ia tak keberatan lahan di Hambalang dikelola Kementerian Olahraga.
Soal ini memang masih simpang-siur. Soalnya, belakangan, Wafid mengatakan menerima sertifikat hak pakai Hambalang bernomor 60 dari pejabat pembuat akta tanah. Ia mengatakan tidak terlalu mengenal Machfud Suroso, yang disebut Nazaruddin menyerahkan sertifikat kepadanya. Apa pun, akhirnya sertifikat bisa diperoleh.
URUSAN tanah beres, para politikus partai biru melangkah ke acara inti: anggaran. Nazar mengatakan bertemu dengan Anas dan Machfud Suroso di Charter Box, Plaza Senayan. Di tempat yang sama tapi di meja lain, hadir juga perwakilan Adhi Karya, Teuku Bagus Mohammad Noor, dan staf. "Machfud bolak-balik dari meja kami dan meja Teuku Bagus," tuturnya.
Nazar menggambar denah ruang dan kursi peserta pertemuan ketika itu. Denah itu masih sama dengan posisi tempat duduk restoran ketika Tempo datang Kamis pekan lalu. Nazar mengatakan biasa berlama-lama di sana. Ia mengingat, dulu, memesan martabak dan mi Aceh. Anas memesan menu yang sama.
Dalam pertemuan ini, menurut sang bendahara, Adhi Karya dipastikan jadi pemenang. Sebab, perusahaan pelat merah itu bersedia menyediakan Rp 100 miliar. Dalam pertemuan sebelumnya di ruang fraksi, Nazaruddin mengatakan, Angelina Sondakh selalu menyodorkan PT Duta Graha Indah. Tapi perusahaan ini tak pernah sanggup menyetor jumlah yang sama.
Duit dari Adhi Karya diserahkan pada April 2010, yang kemudian dibagi untuk kebutuhan kongres, pelicin di Senayan, juga disetor ke Kementerian Olahraga. Tak pernah ada bukti dalam transaksi gelap seperti ini. "Tawar-menawar dilakukan dengan sobekan kertas," kata Nazaruddin. "Angka yang disetujui ditulis dalam dua sobekan. Masing-masing memegang satu sobekan."
Teuku Bagus, yang kini menjabat Direktur Operasional I, belum dapat dimintai konfirmasi. Ketika kantor Adhi Karya didatangi Jumat pekan lalu, seorang pegawai mengatakan para petinggi perusahaan itu sedang melawat ke Cilegon. Kepada Akbar Kurniawan dari Tempo, Bagus pernah mengatakan cerita Nazaruddin tidak benar. Setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa dua pekan lalu, Bambang Tri Wibowo, direktur utama perusahaan, tak berujar sepatah kata pun.
Machfud bukan orang asing bagi Anas. Mereka bersahabat sejak Anas kuliah di Surabaya. Bersama istri Anas, Athiyyah Laila, Machfud mengelola PT Dutasari Citralaras. Perusahaan ini ditunjuk menjadi subkontraktor empat hari setelah Adhi Karya, yang berkongsi dengan PT Wijaya Karya, menandatangani kontrak pada 10 Desember 2010. Sangat cepat, karena perusahaan subkontraktor lain baru digandeng akhir Desember 2010 dan setelah Januari 2011.
Wafid Muharam mengatakan pernah dua kali didatangi Machfud di Kementerian. Tapi ia membantah pertemuan tersebut membicarakan Hambalang. "Saya cuma dikenalkan," ujarnya. Seorang pengusaha yang mengenal Machfud mengatakan PT Dutasari kerap memperoleh subkontrak dari perusahaan konstruksi pelat merah.
Di perusahaan yang bergerak di bidang mekanik, elektrik, dan pemasangan pipa itu ada Munadi Herlambang. Ia adalah putra Muchayat, Deputi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Bidang Usaha Jasa hingga September 2010. Lewat Msons Capital, Munadi memiliki 1.100 lembar saham di Dutasari–sama dengan yang dimiÂliki Athiyyah.
Itulah, menurut Nazaruddin, yang menyebabkan Dutasari gampang memperoleh proyek subkontrak dari perusahaan konstruksi negara. "Kalau ada BUMN yang nakal, Munadi nanti menjewer mereka lewat bapaknya," ujar Nazar. Munadi, sebagaimana Nazaruddin dan Anas, merupakan pengurus Demokrat.
Muchayat—yang disebut Nazaruddin dengan panggilan Ebes—tak bisa diwawancarai. Telepon dan pesan pendek tak direspons. Adapun Munadi Herlambang menyatakan telah keluar dari Dutasari. Ia mengaku tak tahu-menahu soal Hambalang. "Silakan tanya Machfud Suroso," ujarnya.
Machfud Suroso tak berada di rumahnya yang sedang direnovasi di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Seorang perempuan 40-an tahun yang disebut sejumlah pekerja sebagai istri si empunya rumah menolak diwawancarai. Di kantor Dutasari, seorang anggota staf bernama Iis mengatakan Machfud belum mau bertemu muka.
Anas juga menolak ditemui. Tempo sudah melayangkan surat permohonan wawancara, tapi tak direspons. Dihubungi melalui pesan BlackBerry, dia menjawab, "Meskipun berhak tidak menyukai saya, Tempo bisa berlaku adil dengan tidak meneruskan pengadilan opini." Dalam sejumlah kesempatan, Anas membantah keterlibatan dia ataupun istrinya di proyek Hambalang.
BERDIRI di tanah seluas 31,2 hektare di gigir bukit, proyek Hambalang diproyeksikan menggantikan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga Ragunan. "Malaysia punya Bukit Jalil, nanti kita punya Bukit Hambalang," kata Wafid. Pemakaian kata "Bukit" sebelum "Hambalang" disengaja sebagai brand untuk menandingi Bukit Jalil.
Untuk membangun proyek mercusuar tersebut, Kementerian Pemuda dan Olahraga menganggarkan Rp 1,175 triliun. Dana turun bertahap dalam beberapa tahun anggaran—istilahnya tahun jamak. Pada 2010, dikucurkan Rp 275 miliar. Tahun berikutnya Rp 475 miliar. Pada 2012, turun lagi Rp 425 miliar. Itu baru bujet konstruksi. Ditambah duit untuk membeli peralatan yang kelak mengisi seluruh bangunan di Hambalang, bujet total proyek mencapai Rp 2,57 triliun.
Dalam kontrak yang diteken konsorsium Adhi-Wika, proyek ditargetkan kelar pada 29 Desember 2012. Target itu dipastikan mulur setelah dua gedung di zona 3, yakni lapangan tenis dalam ruang dan gardu genset, ambruk karena tanahnya ambles Desember tahun lalu.
Hal itu membuat Komisi Pemberantasan Korupsi semakin tajam menyorot proyek Hambalang. KPK menurunkan tim ke kawasan itu. Satu per satu nama yang dianggap tahu dipanggil. Wafid diperiksa, lalu Menteri Andi Mallarangeng pada Kamis dua pekan lalu. Andi menyatakan tak pernah menerima pelicin untuk proyek ini. "Tak benar saya terima suap," katanya. Hanya Anas Urbaningrum yang belum dipanggil.
Tapi aliran duit ke Andi Mallarangeng tercium dari pengembalian duit dari Kementerian Olahraga oleh seseorang bernama Lisa Lukitawati. Pengembalian duit ini diungkapkan Mindo Rosalina Manulang, anggota staf Nazaruddin, terdakwa perkara suap Wisma Atlet. Rosa ditangkap bersama Wafid dan bos PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris, April tahun lalu.
Lisa, 42 tahun, yang ditemui dua pekan lalu, mengatakan menyerahkan duit dalam tas perjalanan kepada anggota staf Rosa. Ia menyatakan dua kali menjadi perantara penyerahan uang dari Wafid pada sekitar Januari 2010. Meski begitu, ia mengaku tak tahu tas berisi uang miliaran rupiah. "Saya dikasih tahu Wafid tas berisi dokumen," katanya.
Berbeda dengan versi Nazar, Rosa mengatakan bosnya meminta proyek Hambalang dan Wisma Atlet digarap Duta Graha Indah. Untuk keperluan ini, Grup Permai milik Nazar telah menyetor Rp 20 miliar sebagai pelicin. Tapi Duta Graha ternyata hanya memperoleh proyek Wisma Atlet. Itu sebabnya Nazar meminta Rosa menarik kembali separuh sogokan untuk Wafid.
Jumlah setoran terekam dalam percakapan Rosa dengan Yulianis, rekannya di Grup Permai, via BlackBerry Messenger pada Oktober 2010. Rosa menyebut pengeluaran perusahaan Rp 21,5 miliar. Perinciannya, untuk Senayan melalui Angelina dan Wayan Koster sebesar Rp 6 miliar, lalu untuk Wafid Rp 5,5 miliar plus Rp 150 juta. Juga, "Pak Joyo dan Pak Menteri 10." Tak dijelaskan Rosa siapa "Pak Joyo" dan "Pak Menteri" yang dimaksud.
Dalam laporan keuangan Grup Permai, pengeluaran tercatat pada 30 April 2010. Secara berturut-turut, Nazaruddin—dengan nama sandi Amin R.—meminta Yulianis mengeluarkan duit dari brankas sebesar US$ 450 ribu, US$ 50 ribu, US$ 200 ribu, dan US$ 400 ribu. Nazaruddin tak mengatakan kepada siapa duit disetor.
Kemudian, pada 5 Mei, ada pengeluaran masing-masing Rp 3 miliar dan Rp 2 miliar untuk Angelina dan Wayan Koster. Pada 19 Mei, ada kas keluar untuk Wafid senilai Rp 500 juta. Pada 12 Juni dan 18 September, tercatat ada juga aliran dana untuk Wisler, anak buah Wafid di Kementerian, sebesar Rp 50 juta dan Rp 150 juta.
Menurut Rosa, setelah Hambalang tak bisa diperoleh, Nazaruddin menyuruh dia bertanya kepada Adhi Karya bagaimana perusahaan itu mendapatkan proyek. Dari petinggi Adhi Karya bernama Bagus dan Arif, Rosa beroleh penjelasan, "Proyek Hambalang sudah langsung ke nomor satu." Kepada KPK, Rosa menyebut "nomor satu" yang dimaksud adalah "Pak Menteri".
Nazaruddin malah menyebutkan sebagian duit Hambalang masuk kas partai. Duit itu dicantumkan dalam laporan keuangan, yang dibuat Nazaruddin sebelum dipecat, setahun lalu. Ditujukan kepada Ketua Umum Anas Urbaningrum, format laporan sangat "primitif". Nazaruddin hanya mencantumkan gelondongan tanpa perincian. Saldo awalnya Rp 1,5 miliar. Dalam penerimaan kas, tertulis ia menyumbang hampir Rp 14 miliar. Ada juga setoran Mirwan Amir Rp 9 miliar lebih. Duit-duit setoran ini disebutnya berasal dari sejumlah proyek, termasuk Hambalang.
Ditanya apakah juga mengambil duit untuk kepentingan pribadi, Nazaruddin mengatakan, "Saya ngambilnya dari Ketua Umum." Sambil tertawa, ia melanjutkan, "Logika seorang bendahara umum, tidak boleh melangkahi ketua umum. Bayangannya saja tidak boleh dilangkahi. Kalau itu dilanggar, tidak jadi bendaharalah kita."
BS, Anton Septian, Rusman Paraqbueq, Febriyan, Tri Suharman
Sertifikat untuk Demokrat
31 Desember 2002
Hak guna usaha PT Buana Estate, perusahaan milik Probosutedjo, atas lahan seluas 705.055 hektare di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor, berakhir. Tanah kembali dikuasai negara.
Awal 2004
Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional merencanakan pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar nasional.
4 Mei 2004
Tim dari Direktorat Jenderal Olahraga menetapkan bahwa sebagian lahan di kaki Bukit Hambalang bakal dijadikan lokasi gedung pendidikan dan pelatihan.
19 Juli 2004
Bupati Bogor mengeluarkan penetapan lokasi pembangunan Hambalang.
3 November 2004
Pengalihan Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional menjadi Kementerian Pemuda dan Olahraga.
18 Oktober 2005
Lahan Hambalang tercatat sebagai aset Kementerian Olahraga.
10 Agustus 2006
Rapat pembahasan sertifikat Hambalang di Kantor Pertanahan Bogor dihadiri petinggi Kementerian Olahraga saat itu.
7 September 2006
Pengukuran lahan Hambalang. Lahan yang semula luasnya dinyatakan 327.810 meter persegi menyusut menjadi 312.448 meter persegi atau 31,2 hektare.
5 Februari 2007
Proyek Pusat Pembinaan Prestasi Olahraga Pelajar Nasional berganti nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.
Oktober 2009
Kabinet Indonesia Bersatu II dilantik. Andi Mallarangeng ditunjuk menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.
22 November 2009
Probosutedjo menyatakan tak keberatan di atas tanah Hambalang dibangun pusat pendidikan dan pelatihan olahraga.
Akhir 2009-Awal 2010
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Anas Urbaningrum memerintahkan Ignatius Mulyono mengurus sertifikat Hambalang.
6 Januari 2010
Mulyono mengambil Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan bernomor 1/HP/BPN RI/2010 tentang pemberian hak pakai tanah Hambalang atas nama Kementerian Pemuda dan Olahraga dari kantor Badan Pertanahan.
20 Januari 2010
Sertifikat Hambalang diterbitkan Kantor Pertanahan Bogor.
21-23 Mei 2010
Kongres Partai Demokrat di Bandung.
24 November 2010
KSO Adhi-Wika ditetapkan sebagai pemenang proyek.
10 Desember 2010
Kontrak proyek diteken.
Kerumunan Subkontrak
SETELAH meneken kontrak, KSO Adhi-Wika mensubkontrakkan sebagian pekerjaan kepada 17 perusahaan. Sebelum subkontrak dilakukan, KSO Adhi-Wika mengajukan izin kepada panitia pembuat komitmen.
Perusahaan | Lingkup | Pengajuan izin subkontrak |
1. PT Dutasari Citralaras | Mekanikal, elektrikal, dan plumbing | 14 Desember 2010 (Belakangan Dutasari meÂngontrakkan sebagian pekerjaan kepada PT Bestindo Aquatek Sejahtera dan PT Kurnia Mutu. Bestindo mengerjakan septic tank. Adapun Kurnia Mutu untuk pengÂadaan pipa) |
2. PT Global Daya Manunggal | Struktur dan arsitektur | 27 Desember 2010 |
3. PT Arya Lingga Perkasa | Galian dan timbunan tanah | 27 Desember 2010 |
4. PT Frankie Pile | Bored pile | 14 Februari 2011 |
5. PT Pakubumi Semesta | Bored pile | 14 Februari 2011 |
6. CV Sasana Adhi P. | Waterproofing | 3 Maret 2011 |
7. PT Grant Surya Multi Sarana | Bored pile | 7 April 2011 |
8. PT Saritama Darma Buana | Antirayap | 6 Mei 2011 |
9. PT Sinar Surya Alumindo | Kusen dan pintu kayu | 26 Mei 2011 |
10. PT Indoprima Jaya | Antirayap | 20 Mei 2011 |
11. PT Aneka Karya Prima Raya | Bekisting | 30 Mei 2011 |
12. PT Prima Jasa Aldo Dua | Bekisting | 14 Juni 2011 |
13. CV Berkah Jaya | Galian dan timbunan tanah | 20 Juni 2011 |
14. PT Jagad Interindo | Plafon | 4 Juli 2011 |
15. PT Davitama Kreasi | Pengaspalan | 11 Juli 2011 |
16. PT Paramayasa Reka Baja | Rangka baja | 15 Juli 2011 |
17. PT Berdikari Pondasi Raya | Bored pile | 14 Februari 2011 |
Mercusuar Punggung Bukit
GENDUTNYA nilai proyek Hambalang mengundang perusahaan-perusahaan konstruksi raksasa dalam negeri mengikuti lelang. Semula ada sembilan perusahaan yang melamar. Tapi panitia lelang hanya meluluskan lima perusahaan dalam tahap prakualifikasi.
Melalui lelang yang berlarut-larut, termasuk dugaan rekayasa, pada 25 November 2010, panitia menetapkan pemenang, yakni kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Lima belas hari kemudian, kontrak diteken. Dimulailah pembangunan proyek mercusuar ini.
Perusahaan | Penawaran |
KSO Adhi-Wika | Rp 1,077 triliun |
PT Waskita Karya | Rp 1,095 triliun |
PT Nindya Karya | Rp 1,091 triliun |
PT Hutama Karya | Rp 1,104 triliun |
PT Duta Graha Indah | Tak lolos prakualifikasi |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo